Jangan hanya cemas dengan dampak buruk TV, atau bingung karena era saat ini anak memang tidak dapat disterilkan dari TV. Tapi sepatutnya lah kita sebagai orang tua langsung take action mengambil solusi.
Nonton Bareng
Agar kehadiran orang tua tidak mengganggu kegiatan menonton anak, Dra. Yayuk Handayani, Psi, berbagi kiat, “Mulailah dengan memberikan komentar lucu atau tidak lucu, tertawa bersama, jadi anak maupun orang tua merasakan adanya kebersamaan.” Sedangkan menurut Rita Gani, dosen Ilmu Jurnalistik Fikom Unisba dalam pikiran-rakyat.com, kegiatan pendampingan dengan nonton bareng dapat dilakukan dengan co-viewing yaitu sebatas menemani anak menonton TV tanpa ada diskusi, lalu dapat ditingkatkan ke tahap active mediation, yaitu orang tua berperan aktif bercakap-cakap atau merangsang anak memberi tanggapan terhadap apa yang ditontonnya.
Diskusi ‘santai’ di depan TV
Diskusi dengan anak tidak bisa disamakan antara satu anak dengan yang lain, lihat tingkat usia dan kecendrungan anak. Menurut Tika Bisono, Psi, “Jika anak sudah mampu berpikir, kita bisa ajak ia untuk berdiskusi di mana letak tidak bagus dan bagusnya suatu tayangan. Tapi kalau masih kecil, kita yang langsung menentukan mana tayangan yang tidak baik dan tidak boleh ditiru. Harus disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak.”
Membuat kesepakatan bersama
Sesungguhnya kesepakatan di sini lebih kepada aturan yang dibuat oleh orang tua. Tapi karena diberi pendekatan dengan dialog dan bekalan pemahaman, anak tidak merasa hal itu sebagai aturan—yang biasanya akan dicari celah untuk dilanggar—tapi lebih kepada pilihan dengan kesadaran bersama yang dijalani anak dengan lapang dada.
Waktu menonton. Matikan TV di waktu shalat, makan, dan waktu belajar. Untuk anak di bawah tiga tahun, maksimal waktu menonton adalah setengah jam sehari dengan sepuluh menit per sesinya.
Jenis tayangan. Selektif memilih tayangan dengan mempertimbangkan adanya pesan dari cerita, dapat memenuhi fantasi anak, tidak ada kekerasan, dan jauh dari nilai-nilai yang melemahkan jiwa dan keimanan seperti syirik, takut, minder, dan sebagainya.
Kendali remote control. Biasakanlah kendali remote control TV ada pada orang dewasa yang paham, sehingga anak tidak terbiasa memilih saluran teve sesukanya.
Kamar anak tanpa TV. “Adanya TV di setiap kamar mengurangi kebersamaan antara anggota keluarga, mengurangi kontak dengan anak-anak serta membuatnya menjadi egois,” jelas Yayuk Handayani.
Buat Alternatif kegiatan
Untuk menyiasati anak agar tidak terlalu sering menonton TV, mulailah dengan membuat jadwal semua kegiatan yang dilakukan baik di luar rumah maupun di dalam rumah. Misalnya dengan kegiatan membersihkan sepeda, membersihkan kandang hewan peliharaan, bermain permainan edukatif, berkebun, berenang, bersepeda, atau menulis surat dan mendapat balasan langsung dari ayah bundanya.
Budayakan acara spiritual khas keluarga
Upaya mendidik anak akan sulit tercapai jika tanpa upaya pendampingan yang menyentuh dan dilakukan sedini mungkin. Sentuhan yang paling baik adalah sentuhan spiritual. Usahakan keluarga kita punya waktu spiritual khusus yang bisa menjadi andalan keharmonisan keluarga. Waktu-waktu tersebut dapat diisi dengan membiasakan shalat berjamaah rutin misalnya saat Subuh, Magrib dan Isya, atau waktu berdoa bersama menjelang makan atau menjelang tidur.
Kiat Ibu Bekerja
Ibu bekerja tidak bisa lepas dari jasa pengasuh anak. Orang tua bekerja harus berperan sebagai guru yang mengajarkan pola pengajaran yang dipahaminya kepada pengasuh, termasuk soal menonton TV. (Meutia Geumala)
Sumber: http://www.ummi-online.com/tips-mendampingi-anak-menonton-tv.html
