Perkembangan emosi merupakan salah satu aspek yang perlu dikontrol selama masa pertumbuhan anak. Dikarenakan, emosi dapat memicu lahirnya perilaku, yang mungkin tidak baik, terutama saat si kecil belum mampu mengatakan apa yang dirasakan. Inilah yang menyebabkan, anak-anak bisa jadi sosok anak yang emosinya stabil dan tidak stabil.
Hal Pertama yang Harus Orangtua Pahami Adalah Penyebab Emosi Anak tidak Stabil
Semua orangtua pasti ingin emosi anaknya stabil sehingga hari-hari yang di jalani di rumah tidak pusing. Namun, perlu dipahami jika anak usia 6-9 tahun belum bisa mengontrol emosi sendiri. Hal inilah yang menyebabkan anak mudah marah, yang juga disebabkan oleh beberapa kondisi berikut ini:
1. Pada Beberapa Kondisi Tertentu Anak Mungkin Merasa ‘Diabaikan’ Oleh Orangtuanya
Anak-anak hingga orang dewasa tidak suka diabaikan. Biasanya saat anak terlalu aktif sehingga rumah amburadul oleh mainan yang berserakan. Orangtua tentu marah dengan keadaan rumah seperti ini akhirnya memberi hukuman dan mengabaikan anak.
Tetapi, dihukum dan diabaikan memicu emosi anak semakin menjadi. Bukannya diam dan patuh, anak akan memberontak lebih dari biasanya. Memarahi anak membuat anak merasa tidak dihargai dan ke depannya semakin sulit mematuhi perkataan orangtua.
2. Terlalu Sering ‘Dibandingkan’ dengan Orang Lain yang Membuatnya Berkecil Hati
Bukan orang dewasa saja tidak suka dibandingkan, anak-anak juga begitu. Membandingkan dengan teman-teman atau dengan saudara kandung membuat anak sedih. Kemarahan adalah hasil ungkapan ataupun luapan atas kesedihan yang dirasakan.
Apapun kondisi anak tidak oleh dibandingkan dengan orang lain termasuk saudara kembarnya sekalipun. Kemampuan anak berbeda, sifat dan karakter berbeda melahirkan perilaku yang berbeda juga. Orangtua semestinya mendukung kemampuan anak dan mengarahkan untuk menjadi lebih baik.
3. Ada Kondisi yang Membuatnya ‘Merasa Putus Asa’
Ketika anak merasa putus asa dan sulit menjelaskan kepada orangtua, yang dapat dilakukan adalah marah. Namun banyak orangtua yang tidak memahami hal ini. Terutama jika ayah dan ibu sibuk bekerja setiap pagi hingga sore hari.
Putus asa bisa diakibatkan saat keinginan anak tidak tercapai. Ingin mengatakan kepada orangtua tetapi tidak tahu caranya. Perasaan kurang menyenangkan ini, ingin ia lampiaskan, salah satunya melalui marah. Orangtua dalam hal ini harus mendekatkan diri kepada anak serta ajari anak bersifat terbuka.
4. Ia Sedang ‘Lelah’ Namun Merasa Tak Ada yang Bisa Memahaminya
Penyebab anak lelah salah satunya bermain sampai berjam-jam. Memang dari bayi hingga memasuki sekolah dasar merupakan waktu bermain anak, disamping belajar. Wajar saja jika anak merasa .
Namun ketika anak marah akibat kesalahan sendiri seperti bermain hingga lupa waktu, orangtua pasti ikut marah pada anak. Padahal bukan ini yang diinginkan anak. Cobalah orangtua memberikan camilan atau makanan kesukaan dan ajari anak istirahat sesuai jam yang sudah dibuat.
5. Perubahan Emosinya yang Tidak Stabil Dikarenakan Oleh ‘Pengaruh Gadget’
Penyebab lain anak mudah marah akibat kecanduan smartphone. Kecanggihan teknologi memang membawa banyak kemudahan dalam hidup. Tetapi, jika penggunaannya tidak tepat malah berakibat negatif.
Orangtua harus mengontrol berapa jam anak bisa bermain gadget dalam sehari. Jangan biarkan di depan smartphone dari pagi hingga malam tiba, bahkan waktu tidur berkurang. Sebagai seorang anak ingin enaknya saja karena belum paham akibat buruk untuk masa depannya.
Upaya Melatih Kecerdasan Anak yang Emosinya Stabil yang Bisa Orangtua Lakukan
Kecerdasan emosi diartikan sebagai kemampuan seseorang mengontrol perasaan dan emosi diri sendiri. Perkembangan dan pertumbuhan berjalan lancar untuk anak yang emosinya stabil dan bisa mengekspresikan dengan tepat.
Oleh karena itu, penting sekali orangtua melatih kecerdasan emosi anak dengan upaya berikut:
1. Pahami Penyebab Anak Marah yang Membuat Emosiya Tidak Stabil
Orangtua harus peka terhadap perilaku si kecil. Ketika anak berteriak, mengomel marah sebaiknya cari tahu penyebabnya. Mungkin saja, sedang ada hal sulit dihadapi anak tetapi bingung cara menyampaikan pada orangtua, sehingga marah-marah sendiri.
Mengatasi anak pemarah memang bukan hal yang mudah tetapi menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua. Beri nasihat pada anak, bicara dengan lembut dan tanyakan apa aktivitasnya selama seharian itu. Anak akan bercerita apa saja jika sudah nyaman dengan orangtua.
2. Jadi Teladan untuk Anak dengan Menunjukkan Sikap dengan Emosi yang Stabil
Anak biasanya mengikuti apa yang dilihat termasuk dari orang tuanya. Makanya tidak boleh sering marah jika tidak ingin anak mengikutinya. Orangtua menjadi teladan pertama untuk si kecil dalam bertindak dan berbicara.
Jika orangtua capek dan stress di kantor. Pulang ke rumah melampiaskan rasa lelah dengan marah dan berbicara nada tinggi. Anak juga akan mengikutinya karena berpikir marah serta berkata kasar adalah sesuatu yang boleh dilakukan.
3. Memberi Dorongan dan Motivasi yang Membantu Anak Melatih Emosinya
Orangtua perlu mengajari anak cara mengatur emosi. Saat anak sudah mulai mempraktikkan, ada kalanya gagal. Usia yang masih kecil bisa saja membuat anak malas mencoba lagi. Peran orangtua terus dorong dan semangati anak agar tidak berhenti di tengah jalan.
Jika dilatih secara konsisten, emosi bisa dikontrol dengan baik. Sampaikan motivasi kepada si kecil agar tidak mudah menyerah. Terus bantu anak menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya. Berikan juga fasilitas yang dibutuhkan anak agar ada peningkatan.
4. Beri Hadiah Jika Ia Berhasil Mengelola Emosi dengan Baik
Memberi hadiah atas perilaku yang bagus sangat disukai anak sehingga besoknya akan mengulangi hal tindakan yang sama. Jika ada kesalahan yang dibuat, berikan juga hukuman atau konsekuensi. Bertujuan supaya esoknya tidak mengulangi kesalahan yang sama. Berbeda usia anak tentu tidak sama cara mengendalikan emosinya. Karena itu, orangtua tidak boleh membandingkan dengan kakaknya. Pahami setiap anak kelebihan dan kekurangan sendiri. Beri motivasi dan dorongan untuk menemukan perilaku anak yang emosinya stabil.
