Kesehatan

Harus Tahu, Gejala Stunting Penyebab Anak Tumbuh Pendek

anak-stunting

Istilah stunting mungkin masih terdengar asing di telinga kita. Kalau belum tahu, nih Kelasin kasih tahu apa itu stunting. 

Menurut dr. Nurul Afifah, founder @bundatalk, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita karena kekurangan gizi kronis. Hal ini menyebabkan anak terlalu pendek untuk usianya.   

Namun, sebenarnya stunting disebabkan oleh banyak faktor tak hanya gizi buruk yang dialami ibu hamil maupun si anak. Untuk mewaspadai masalah tumbuh kembang ini, orang tua harus tahu beberapa penyebabnya. Apa saja? 

1. Kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan dan gizi

Ketidaktahuan orang tua mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, mengakibatkan praktik pengasuhan yang kurang tepat. Pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), adalah masa paling menentukan untuk mengurangi prevalensi terjadinya stunting. 

2. Tidak mendapatkan ASI eksklusif

ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, atau susu selain ASI. Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Menyusui berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikan terhadap asupan nutrisi penting pada bayi. 

3. MPASI tidak memadai

Setelah enam bulan, bayi harus mendapat makanan pendamping ASI (MPASI) sambil melanjutkan ASI eksklusif sampai usia 24 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi saat tidak lagi disokong ASI. MPASI yang memadai diandalkan untuk membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman. 

4. Kurangnya kesadaran pemeriksaan kesehatan 

Tidak rutin melakukan Ante Natal Care (ANC) dan Post Natal Care (PNC) atau pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan mengakibatkan terjadinya nutrisi buruk selama pre-konsepsi, kehamilan, dan laktasi. Masa ANC dan PNC sangat penting untuk mengetahui jika terjadi infeksi, gangguan kesehatan pada ibu, kesehatan jiwa, persalinan prematur atau jarak persalinan yang dekat. 

5. Kurangnya akses air bersih dan sanitasi

Stunting juga bisa terjadi pada anak-anak yang hidup di lingkungan dengan sanitasi dan kebersihan yang tidak memadai. Tingginya kontaminasi bakteri dari tinja ke makanan yang dikonsumsi dapat menyebabkan diare dan cacingan yang kemudian berdampak pada gizi anak. Kedua penyakit tersebut telah terbukti ikut berperan menyebabkan anak kerdil. 

Nah, bagaimana, apakah sudah cukup memberikan pencerahan? Sebagai orang tua, kita memang harus terus belajar untuk memberikan yang terbaik untuk buah hati. Kalau mau belajar lebih banyak tentang stunting, ikuti kelas online ‘Mengetahui Permasalahan Stunting pada Anak’ karena di sini, semua dibahas lengkap dan kamu bisa curhat langsung sama ahlinya.  

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Kesehatan

Kekurangan gizi pada balita dapat menurunkan kecerdasan anak loh, Ini 6 Fakta pentingnya dan Penyebabnya

Kekurangan gizi pada balita yang berlangsung lama atau stunting membuat pertumbuhan anak jadi terhambat alias pendek.

Tak cuma itu, Ada yang lebih mengkhawatirkan dari stunting ini, yaitu dapat menurunkan kecerdasan anak loh. Ketika kecerdasan menurun, hal ini akan membuat anak jadi sulit berprestasi di sekolah. Dengan begitu, ketika usia produktif, tingkat produktivitas rendah.

Stunting merupakan kondisi yang dipicu karena anak malnutrisi kronik sejak 1000 Hari Pertama Kehidupan. Padahal orangtua bisa mencegah sejak awal kehamilan.

Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting turun dari posisi 27 persen pada 2019 menjadi 18,4 persen pada 2022. Salah satunya memfokuskan program pada sasaran prioritas seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0-23 bulan.

Penyebab Kekurangan gizi pada balita

Untuk mewaspadai masalah tumbuh kembang ini, orang tua harus tahu beberapa penyebabnya. Apa saja?

Kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan dan gizi

Ketidaktahuan orang tua mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, mengakibatkan praktik pengasuhan yang kurang tepat. Pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), adalah masa paling menentukan untuk mengurangi prevalensi terjadinya stunting.

Tidak mendapatkan ASI eksklusif

ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, atau susu selain ASI. Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Menyusui berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikan terhadap asupan nutrisi penting pada bayi.

MPASI tidak memadai

Setelah enam bulan, bayi harus mendapat makanan pendamping ASI (MPASI) sambil melanjutkan ASI eksklusif sampai usia 24 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi saat tidak lagi disokong ASI. MPASI yang memadai diandalkan untuk membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.Infeksi berulang atau kronis


Tubuh mendapatkan energi dari asupan makanan. Penyakit infeksi berulang yang dialami sejak bayi menyebabkan tubuh anak selalu membutuhkan energi lebih untuk melawan penyakit. Jika kebutuhan ini tidak diimbangi dengan asupan yang cukup, anak akan mengalami kekurangan gizi dan akhirnya berujung dengan stunting.

Kurangnya kesadaran pemeriksaan kesehatan

Tidak rutin melakukan Ante Natal Care (ANC) dan Post Natal Care (PNC) atau pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan mengakibatkan terjadinya nutrisi buruk selama pre-konsepsi, kehamilan, dan laktasi. Masa ANC dan PNC sangat penting untuk mengetahui jika terjadi infeksi, gangguan kesehatan pada ibu, kesehatan jiwa, persalinan prematur atau jarak persalinan yang dekat.

Kurangnya akses air bersih dan sanitasi

Stunting juga bisa terjadi pada anak-anak yang hidup di lingkungan dengan sanitasi dan kebersihan yang tidak memadai. Tingginya kontaminasi bakteri dari tinja ke makanan yang dikonsumsi dapat menyebabkan diare dan cacingan yang kemudian berdampak pada gizi anak. Kedua penyakit tersebut telah terbukti ikut berperan menyebabkan anak kerdil.

Fakta seputar stunting yang perlu diketahui

Ada sejumlah fakta seputar stunting yang perlu diketahui, di antaranya:

Angka Stunting Masih Tinggi

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan, menyebut bahwa angka stunting di Indonesia menurun. Sebelumnya, anak stunting mencapai 37,2 persen pada Riskesdas 2013, turun menjadi 30,8 persen pada 2018.

Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting turun dari posisi 27 persen pada 2019 menjadi 18,4 persen pada 2022. Salah satunya memfokuskan program pada sasaran prioritas seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0-23 bulan.

Bukan karena Genetik

Anak yang gagal tumbuh atau memiliki tubuh pendek sering disebut sebagai “masalah keturunan”. Padahal, stunting sama sekali bukan karena masalah genetik. Stunting adalah gangguan yang terjadi karena masalah nutrisi dan faktor lingkungan.

Stunting Terjadi Sejak dalam Kandungan

Nyatanya, kekurangan nutrisi penyebab stunting bisa menyerang sejak anak berada dalam kandungan. Secara umum, stunting diartikan sebagai “kesalahan” pemberian asupan gizi yang dinilai kurang dari jumlah yang dibutuhkan. Pemberian gizi yang cukup seharusnya sudah dimulai, bahkan sejak anak masih berada di dalam kandungan, hingga usia dua tahun.

1000 Hari yang Menentukan

Memenuhi asupan nutrisi untuk anak tidak cukup dilakukan dalam waktu satu malam. Faktanya, untuk mencegah stunting, asupan nutrisi yang baik perlu diberikan sejak awal masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Hal ini dikenal dengan periode 1000 hari pertama kehidupan. Sepanjang waktu ini merupakan periode kritis terjadinya gangguan pertumbuhan, termasuk stunting. Pada 1000 hari pertama ini, penting untuk memastikan Si Kecil mendapatkan kebutuhan dasar, termasuk nutrisi, kasih sayang, dan stimulasi.

Memicu Masalah Kesehatan

Stunting harusnya menjadi satu masalah yang mendapat perhatian khusus. Pasalnya, selain menyebabkan anak yang lahir bertubuh lebih pendek, stunting juga bisa memicu masalah lainnya. Masalah yang muncul akibat stunting adalah perkembangan yang terhambat, sistem imun yang rendah dan mengakibatkan anak mudah sakit, gangguan sistem pembakaran, hingga penurunan fungsi kognitif. Bahkan, masalah gizi yang sangat parah bisa menyebabkan kematian pada bayi dan anak. Stunting juga dikaitkan dengan perkembangan otak dan IQ anak.

Risiko Penyakit Jangka Panjang

Dalam jangka panjang, stunting juga bisa memicu terjadinya penyakit berbahaya. Risiko penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, obesitas, dan jantung koroner meningkat pada anak stunting.

Ada beberapa faktor yang bisa memicu anak stunting, tapi yang paling sering adalah kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Selain itu, stres pada ibu hamil ternyata juga berpengaruh dan menyebabkan anak lahir stunting.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Kesehatan

Waspada! Ini Daftar Penyebab Anak Stunting Alias Gagal Tumbuh

penyebab anak stunting

Stunting alias gagal tumbuh menyebabkan anak-anak memiliki postur tubuh pendek. Selain itu juga diikuti kondisi kesehatan yang tidak baik, serta tumbuh kembangnya terhambat. Yuk, kenali penyebab anak stunting.

Bicara stunting, masalah ini masih jadi perhatian besar di Indonesia lho, Bunda. Jumlah kasus stunting di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 27,67 persen. Sebenarnya angka ini lebih baik dari enam tahun sebelumnya, lantaran berhasil ditekan hingga 37,8 persen.

Kendati begitu, angka stunting di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan toleransi maksimal yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Toleransi maksimal angka stunting yang ditetapkan WHO yaitu kurang dari 20 persen.

“Bahkan hingga akhir tahun lalu, status Indonesia masih berada di urutan 4 dunia dan urutan ke-2 di Asia Tenggara terkait kasus balita stunting,” terang Direktur Bina Akses Pelayanan Keluarga Berencana BKKBN dr. Zamhir Setiawan, M.Epid.

Hal itu disampaikan dr. Zamhir dalam peluncuran “Smart Sharing: Program Kerja Sama Penurunan Angka Stunting di Indonesia” yang dihelat pada Rabu (4/5/2021).

Penyebab Anak Stunting

Penyebab anak stunting/ Foto: Canva

Stunting tidak bisa dibiarkan begitu saja. Jika berlarut-larut, stunting bisa menimbulkan persoalan serius dalam pembangunan sumber daya manusia di masa depan.

Nah, berikut ini beberapa penyebab anak stunting yang perlu Bunda ketahui.

1. Bayi Lahir dalam Keadaan Kurang Nutrisi

1.000 hari pertama atau sekitar tiga tahun kehidupan sejak dalam
kandungan adalah masa penting pembangunan ketahanan gizi. Jika hal ini diabaikan, risiko ibu melahirkan bayi stunting cukup besar.

Bayi yang lahir dalam keadaan kurang nutrisi biasanya dipicu ibunya yang juga kurang nutrisi pada saat hamil. Karena itu, sejak sebeluam hamil, nutrisi seorang ibu harus benar-benar optimal.

“Nutrisi memang mengambil peran penting yang perlu menjadi perhatian lebih bagi calon orang tua baik sejak masa perencanaan, kehamilan, hingga menyusui,” ujar Sinteisa Sunarjo, Group Business Unit Head Woman Nutrition KALBE Nutritionals di acara yang sama.

Perlu kita ingat ya, Bunda, kekurangan gizi kronis bisa menyebabkan abortus dan anemia pada bayi baru lahir. Selain itu, bisa mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah, cacat bawaan, bahkan bisa mengakibatkan kematian.

2. Anak Dibesarkan dalam Kondisi Kurang Gizi

Seorang anak bisa saja lahir dengan nutrisi cukup. Namun, apabila anak tersebut dibesarkan dengan nutrisi yang tidak memadai, bisa mengakibatkan kurang gizi.

Jadi, nutrisi optimal di 1.000 hari pertama memang tidak bisa diabaikan. Apabila kondisi kurang gizi terlewat hingga lebih dari 1.000 hari pertama, maka dampak buruknya akan sulit diobati.

Untuk itu, nutrisi yang diasup ibu harus terus diperhatikan. Bahkan, nutrisi yang dibutuhkan ibu menyusui jauh lebih besar ketimbang ibu hamil lho.

3. Masalah Kebersihan

Kebersihan lingkungan juga berpengaruh pada kasus stunting. Apabila seorang anak lahir dan tumbuh di lingkungan dengan fasilitas sanitasi buruk, minimnya akses air bersih, serta kurangnya kebersihan lingkungan, bisa meningkatkan risiko stunting.

Mengatasi Anak Stunting

Mengatasi anak stunting/ Foto: Canva

Di tahun 2024, Indonesia menargetkan kasus stunting bisa ditekan hingga di angka 14 persen. Di samping itu, angka kematian ibu juga diharapkan bisa ditekan hingga di bawah 183 kasus per 100.000 ibu melahirkan.

Untuk menyukseskan langkah ini, program “Smart Sharing” yang dimulai pada April 2021 diluncurkan. Smart Sharing meliputi edukasi secara online, edukasi secara offline, dan program intervensi gizi. Ini merupakan kolaborasi BKKBN, PRENAGEN, dan Klikdokter.

Aplikasi KlikKB turut digunakan untuk meminimalkan risiko stunting. Dengan aplikasi ini, para ibu bisa mengakses informasi terkait perencanaan kehamilan, hamil, tumbuh kembang anak, dan penggunaan kontrasepsi. Bahkan para ibu bisa konsultasi gratis dengan bidan-bidan secara online.

Dr. (HC), dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), Kepala BKKBN di acara ini menegaskan stunting harus ditekan dari hulu ke hilir. Edukasi hingga intervensi gizi, menurutnya, memegang peranan penting.

“Program edukasi penting agar anak tidak salah gizi dan yang juga harus diperhatikan adalah pengamatan terhadap kondisi gizi anak,” kata dr. Hasto.

Peluncuran Smart Sharing sebagai alternatif mengatasi Stunting.

Untuk mengawal gizi anak, sebenarnya ada Posyandu yang memegang peran vital di masyarakat. Sayangnya, pandemi Covid-19 mengakibatkan kegiatan posyandu di banyak daerah terhenti. Karena itulah, Smart Sharing diharapkan bisa menjadi cara alternatif agar gizi dan kesehatan anak terpantau.

“Smart Sharing” juga merencanakan studi observasional dan program intervensi gizi terhadap ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi. Penelitian mendalam bakal dilakukan terhadap tiga kelompok pengujian yaitu ibu hamil dengan usia kandungan 4-6 bulan, ibu menyusui bayi usia 0-3 bulan, dan bayi usia 6-9 bulan.

Studi observasional dan program intervensi gizi ini berlangsung sejak April 2021 hingga Januari 2022. Kabupaten Sleman dan Kota Madiun dipilih sebagai pilot projectnya.

“Studi observasional dan program intervensi gizi ini bertujuan membantu memberikan asupan bernutrisi kepada ibu yang sedang hamil, ibu menyusui, dan bayi usia 6-9 bulan dan mengukur seberapa efektif pengaruhnya terhadap kesehatan ibu dan perkembangan janinnya, serta tumbuh kembang bayi,” papar Sinteisa.

Semoga informasi ini semakin menambah wawasan Bunda tentang bahaya dan penyebab anak stunting. Tentunya kita tidak ingin generasi mendatang tumbuh dewasa dengan kemampuan kognitif yang lambat, mudah sakit, dan kurang produktif. Yuk, cegah stunting!

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

Bunda Merasa Anak Alami Hambatan dalam Pertumbuhan? Kenali Penyebab

Beberapa waktu lalu soal stunting jadi kekhawatiran khususnya para ibu muda. Bunda sendiri sudah tahu apa itu stunting? Yup! Stunting adalah sebuah masalah dimana seorang bayi atau anak-anak mengalami hambatan dalam pertumbuhannya sehingga ia gagal memiliki tinggi yang ideal untuk anak-anak seusianya

Stunting disebabkan oleh kurangnya nutrisi yang penting dalam tubuh

Masalah ini memang disebabkan oleh kurangnya nutrisi yang penting dalam tubuh, seperti lemak, karbohidrat, serta protein. Tapi tubuh anak tersebut tetap kelihatan gemuk sehingga orangtua rentan menyalahartikan situasi tersebut dan menganggap anak mereka kelihatan sehat. Padahal, kegemukan di usianya sejatinya belum tentu wajar. Bisa jadi gejala dari penyakit kurang gizi dan juga stunting.

Karena stunting, si kecil bisa kelelahan tanpa alasan yang jelas dan mudah emosi

Salah satu yang paling kelihatan yaitu si kecil bisa kelelahan tanpa alasan yang jelas. Ini karena hormon tiroksin—salah satu hormon yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan anak ternyata berada di titik terendah atau bisa dikatakan gagal berkembang di dalam tubuh. Kalau hormon tiroksin rendah, ya itu tadi, si kecil jadi mudah lelah Bun. Belum lagi masalah kulit kering serta masalah terhadap tingkat kehangatan tubuh.

pexels-photo-755049 (1)

Kasus stunting yang terjadi pada anak tak hanya membuat hormon tiroksin menurun, Bun. Bahkan bisa menganggu hormone lain yan g juga berdampak terhadap perilaku atau emosi. Bunda perlu tahu, bagi anak-anak yang mengidap stunting cenderung punya tingkat emosi yang tak stabil.

Mereka akan mudah marah, tersinggung, bahkan melampiaskan emosinya dengan mudah. Kalau masalah yang satu ini sudah terlihat, kemungkinan anak atau bayi Bunda jadi sedikit nakal dan susah diatur lantaran emoisnya tak dapat terjaga dengan baik. Bunda harus ekstra sabar dalam menghadapi situasi semacam ini.

Bukan hanya soal emosi yang  tidak stabil, gejala anak mengalami stunting adalah sulit atau kurangnya memberikan respon sosial. Sebagai orangtua, tentu Bunda selalu memberi arahan atau ajaran untuk bersosialisasi, kan? Tapi kalau Bunda mendapati buah hati Bunda mengalami gejala yang satu ini, Bunda perlu waspada.

Waspadai stunting saat pumbuhan anak mulai terhambat terutama di usia di bawah dua tahun

Soal perkembangan fisik si kecil pun juga perlu diperhatikan lho Bun. Bila pertumbuhannya mulai terhambat terutama di usia di bawah dua tahun, kemungkinan hal itu adalah gejala awal sekaligus makna dari stunting itu sendiri. Maka Bunda perlu mencari cara untuk mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Jika tidak, nantinya akan sulit diatasi lagi kedepannya.

Faktanya, gejala stunting umumnya memang terlihat saat balita. Bahkan segala hal penyebab stunting sebenarnya sudah muncul atau terjadi sejak bayi masih didalam kandungan. Karenanya Bun, khususnya para Bunda memang sangat disarankan untuk selalu memperhatikan jenis makanan hingga pola makan ketika masih mengandung.

 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Most Share

To Top