Parenting

Pentingnya Rasa Percaya Diri Pada Anak. Ini Tips Membangun Rasa Percaya Diri Melalui Komunikasi yang Sehat

Komunikasi yang sehat dapat membangun percaya diri anak? Benarkah? Apa itu komunikasi sehat? Apa hubungannya percaya diri dan komunikasi? Bagaimana cara menumbuhkannya?

Membangun komunikasi dimulai dari bayi, tidak hanya ketika anak mulai ‘berbicara’

Mungkin pertanyaan-pertanyaan itu terlintas di benak anda ketika membaca judul artikel ini. Terlebih lagi ketika artikel ini membuka dengan sebuah riset bahwa membangun komunikasi dimulai dari bayi, tidak hanya ketika anak mulai ‘berbicara’. Maka dari itu, tetaplah membaca artikel ini sampai akhir untuk mengetahui jawabannya.

Sangat Penting Percaya diri pada Anak

percayadirianak_amoraKD

Sumber Gambar: http://musik.kapanlagi.com

Rasa percaya diri adalah perasaan mampu dalam menghadapi tantangan dengan menggunakan potensi diri dan tingkah laku yang sesuai. Elemen tumbuh kembang ini sangat penting dalam membantu anak melalui masa-masa bermain, sekolah, bahkan hingga dewasa nanti. Selain itu, rasa percaya juga diperlukan anak agar bisa mengembangkan kemampuan interpersonalnya, seperti berkompetisi dan berteman. Anak yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi dapat dengan mudah menikmati kehidupan sosial dan tantangannya.

Kenapa Percaya diri pada Anak begitu Penting?

Kenapa begitu? Karena anak yang percaya diri mau belajar dan menerima hal-hal baru, bahkan yang dianggap sulit sekalipun. Mereka juga dapat meminta, bahkan membuat,  orang tua dan orang dewasa di sekitarnya untuk membantu mewujudkan keinginannya.

Pentingnya membangun komunikasi yang sehat dengan anak

Komunikasi yang sehat adalah komunikasi yang positif, membangun, dan terjadi secara dua arah. Komunikasi ini dapat dan perlu dilakukan sejak lahir.

Dalam tiga tahun pertama kehidupannya, anak-anak belajar mengenali dan mengembangkan diri dari interaksinya dengan orang tua dan orang-orang di sekitanya. Dengan kata lain, mereka dibentuk oleh siapapun yang memberikan perhatian. Maka, bisa dipastikan bahwa orangtua bisa memanfaat kesempatan emas tersebut sebagai pintu gerbang pertama tuntunan perilaku anak-anak.

Lihat bagaimana rasa percaya diri dapat terbangun melalui komunikasi yang sehat dalam masa-masa keemasan ini:

• Bayi yang segera didatangi orangtua ketika menangis akan belajar merasakan bahwa ia dicintai dan dianggap penting.

• Ketika orang tua berkata sambil tersenyum, “Hebat! Dedek mau mulai belajar merangkak, ya” kepada bayi yang baru bisa mengangkat badan dari posisi tengkurap. Saat itu, bayi mempelajari bahwa ia baru saja bisa memecahkan masalahnya.

• Batita yang sudah bisa mengangkat kursi plastik untuk mengambil ponsel sang ayah di meja, ditanggapi sang ayah dengan kalimat, “Wah, anak ayah yang baik. Ini punya ayah. Kamu main ini saja ya.”  Sambil memberikan mainan telefonnya. Saat itu, ia belajar bahwa apa yang ia sukai memang penting dan dihormati orang-orang yang mencintainya. Ia pun belajar bahwa terdapat solusi dari apa yang batasan yang ia hadapi.

• Balita yang menangis karena ditinggal kerja oleh ayahnya, ditenangkan oleh sang ibu. Hal yang sama juga dilakukan oleh pengasuhnya, ketika sang Ibu terpaksa pergi. Saat itu, anak belajar bahwa perasaannya penting dan orang tua akan mendengarkan dan mengatasi kegelisahannya.

Yang bisa dilakukan agar anak percaya diri

Contoh-contoh di atas hanyalah intervensi tindakan ketika diperlukan untuk tetap menjaga dan menumbuhkan rasa percaya diri anak. Namun, terdapat hal-hal dasar dan rutin yang bisa dilakukan orang tua seperti di bawah ini dalam membesarkan anak agar percaya diri, seperti:

1. Memberikan rutinitas. Anak yang terbiasa melakukan hal-hal yang rutin akan jauh dari rasa cemas karena mereka tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

2. Biarkan mereka memilih permainannya sendiri.

Melalui permainan, anak-anak belajar memecahkan masalah. Misalnya, ketika bermain lempar bola, mereka harus mencari jika bola itu dilempar terlalu jauh. Jika anak terus dipandu atau terus dibantu mengenai apa yang harus dimainkan, mereka akan menunggu dan dapat menjadi tidak percaya diri untuk memilih apa yang harus dilakukan.

3. Berikan tanggung jawab.

Daripada mengambilkan piringnya setelah anak balita anda selesai, cobalah untuk mulai memintanya menaruh piringnya sendiri. Atau, bisa juga dengan memintanya menaruh bantal ke tempat semula setiap pagi. Percaya diri juga tumbuh dari perasaan menjadi penting dan dibutuhkan.

4. Berikan urutan perintah jika tugasnya terlalu sulit.

Misalnya, ketika anak harus membuka tutup botol minumnya tanpa tumpah. Berikan perintah-perintah pendek seperti, “Duduk dulu,”; “Simpan botolnya di atas meja.”; “Tangan kirimu memegang botol, ya.”; “Oke, sekarang buka botol dengan tangan kiri pelan-pelan.” Ketika anak merasa mampu, maka rasa percaya dirinya juga akan terus terbangun.

5. Bahasakan kegagalannya.

Hal ini akan membangun empatinya akan orang lain dan melakukan hal yang serupa. Contohnya, ketika anak anda terus menumpahkan air karena gelasnya terlalu tinggi. Anda bisa berkata, “Dedek mau pakai gelas ini tapi tumpah terus, ya? Ini lapnya, sayang. Yuk kita isi lagi. Setengah saja ya. Lain kali pasti dedek lebih hati-hati. Gelasnya taruh ke tengah ya.”

6. Tunjukkan rasa bangga anda ketika anak melakukan hal yang benar.

Rasa bangga tidak perlu selalu ditunjukkan dengan pujian. Anda bisa menunjukkannya dengan cara lain seperti memajang gambar yang ia buat di kertas, setelah ia mencoret-coret tembok. Tindakan anda akan mendorongnya untuk melakukan hal yang baik dengan lebih percaya diri.

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa komunikasi yang sehat tidak hanya melalui komunikasi verbal semata, tapi juga tindakan dan dukungan orang-orang sekitar. Orang tua yang terus belajar berkomunikasi akan bertumbuh bersama anak yang lebih percaya diri kedepannya. Pada akhirnya, mereka akan melakukan hal yang sama jika seperti apa yang dilakukan orangtuanya sewaktu mereka kecil.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

Bagaimana Cara Orangtua untuk Bisa Menghasilkan Anak yang Membanggakan?

Semua orang tua ingin memiliki anak yang membanggakan dan sukses dalam hidupnya. Namun sampai saat ini masih banyak melakukan kesalahan dalam mendidik si kecil. Karena itu, orangtua membutuhkan ilmu yang tepat bagaimana mendidik anak. Jangan sampai, orangtua hanya memiliki keinginan saja. Namun salah dalam mendidik anak dan tak memberi contoh yang baik, agar ia tumbuh jadi anak yang membanggakan. 

Beberapa Kesalahan yang Dilakukan Orangtua dalam Mendidik Anak, Hingga Ia Tumbuh Jadi Sosok yang Berbeda

Mendidik dan melatih si kecil menjadi anak unggul dan membanggakan memang tidak mudah. Tetapi jika memiliki niat dan konsisten, pasti berhasil. Orangtua bertanggung jawab dalam membentuk kepribadian si kecil dengan menghindari kesalahan berikut ini. 

1. Hanya Memberi Perintah dan Kata-kata Namun Tidak Menjadi Contoh dan Teladan 

Orangtua merupakan role model bagi seorang anak. Karena itu semua yang dilakukan Ayah dan Ibu akan ditiru oleh si kecil. Mulai dari tindakan baik hingga buruk dengan mudahnya diterapkan dalam kehidupan anak karena belum paham mana sebaiknya diikuti. 

Karena itu, perlihatkan semua perbuatan baik pada anak. Mulai dari berbicara lemah lembut, jangan marah-marah. Buang sampah pada tempatnya, rajin merapikan rumah dan perabotan. Hindari perilaku suka memukul apalagi membanting sesuatu saat sedang marah. 

2. Mengkritik dan Menjadikannya Bahan Perbandingan dengan Anak Lain  

Anak tidak suka dibandingkan dengan orang lain dan dikritik tanpa diminta. Apalagi jika setiap hari selalu saja ada yang salah dan mendapat kritikan dari orang tua. Hidup anak menjadi kurang nyaman dan tidak menyenangkan. 

Mengkritik secara berlebihan merupakan kesalahan dalam mendidik. Akibatnya anak semakin susah diatur dan bertingkah. Sementara itu, membandingkan anak meskipun tujuan untuk memberikan motivasi, kenyataannya cara ini membuat anak tidak percaya diri. 

3. Jadi Orangtua yang Terlalu Banyak Menuntut, Sampai Membuat Anak Merasa Terbebani 

Karena ingin memiliki anak membanggakan, orangtua menuntut banyak hal pada si kecil. Akibatnya anak menjadi stress bahkan frustasi disebabkan semua harapan orang tua diletakkan pada dirinya. Saat yang terjadi tidak sesuai ekspektasi, orangtua kurang puas bahkan bisa memarahi anak. 

Padahal sebagai orangtua harus tahu bahwa anak memiliki kemampuannya sendiri. Tidak perlu menuntut ini itu apalagi yang tidak sesuai dengan umurnya. Boleh melatih anak untuk menjadi juara satu di kelasnya, tetapi disesuaikan juga dengan batas kemampuan si kecil agar tidak tertekan. 

4. Tidak Konsisten dalam Perkataan dan Sikap Sebagai Orangtua 

Kesalahan yang juga sering dilakukan orangtua yaitu tidak konsisten. Kadang hari ini anak harus ikut peraturan yang dibuat, tetapi besok orang tua bersikap tidak peduli sama sekali. Hal ini membuat anak bingung. 

Peraturan dibuat di rumah sebelumnya harus didiskusikan bersama. Jika menemukan tanda setuju, baru diterapkan. Setelah itu, konsistenlah untuk peduli pada semua aturan tersebut. Jika anak melakukan bertentangan silahkan tegur dan beri hukuman saat diulangi lagi. 

5. Sering Adu Mulut dengan Anak Tanpa Memberinya Solusi dari Kesalahan yang Mungkin Ia Lakukan

Anak mungkin membalas ucapan orangtua saat mengomelinya. Kemudian Bunda semakin marah hingga suasana bertambah keruh. Oleh karena itu, jika ingin menjelaskan kesalahan anak jangan langsung marah. Ajak anak komunikasi dan sampaikan yang sebaiknya dilakukan si kecil. 

Hal yang Harus Dilakukan Orangtua untuk Memiliki Anak yang Membanggakan 

Orang tua perlu mengusahakan agar si kecil tumbuh menjadi pribadi membanggakan. Karena hal ini tidak bisa langsung diperoleh dalam satu hari. Perlu proses sehingga banyak hal yang harus diajarkan sejak dini. 

1. Ajari Anak Memiliki Sifat Terbuka untuk Leluasa Mendiskusikan Apa Saja dengan Orangtuanya

Terbuka artinya anak dapat menyampaikan apa ingin dan tidak diinginkan dengan jelas. Anak usia 2 tahun mungkin belum lancar berbicara, tetapi orang tua tetap dapat mengajaknya berkomunikasi. Hal ini memudahkan mengetahui keinginan dan kebutuhan si kecil. 

Misalnya saat ingin pergi liburan, tanyakan ke lokasi mana anak ingin pergi. Saat pergi ke restoran, tanyakan ingin minum dan makan apa. Ajak anak menceritakan harinya di sekolah, tentang pelajaran dan temannya.

2. Ajarkan Anak Tentang Kebersihan, Bagaimana Melakukan dan Apa Saja Manfaatnya dalam Kehidupannya

Mengajarkan tentang kebersihan tidak mudah tetapi harus diberi pengertian sejak dini. Kebersihan berhubungan erat dengan kesehatan. Selain itu, anak yang bersih cenderung aktif, pintar dan berprestasi. 

Memang benar anak kecil belum bisa membersihkan pakaiannya sendiri. Tetapi hal ringan lainnya ada yang mampu dilakukan seperti selalu gosok gigi saat bangun pagi. Mandi di pagi hari sebelum melakukan aktivitas lain.

3. Latihlah Si Kecil Agar Lebih Percaya Diri dalam Melakukan Segala Sesuatu yang Ia Inginkan

Percaya diri sangat dibutuhkan untuk menjadi pribadi sukses dan membanggakan. Tanpa percaya diri, anak sulit bergaul dan partisipasi dalam banyak hal. Banyak hal yang tidak bisa didapatkan hanya karena malu bergabung bersama teman-teman lain.

Orangtua berperan penting menjadikan anak percaya diri. Si kecil membutuhkan dorongan untuk menonjolkan diri di antara teman-temannya. Karena itu, jangan batasi eksplorasi anak sejak bayi. Puaskan keingintahuannya untuk menunjang perkembangan menjadi anak pintar dan kreatif.

4. Beri Ia Pemahaman Tentang Arti Tanggung Jawab dan Bagaimana Ia Harus Melakukannya

Tanggung jawab dapat diajarkan sedini mungkin pada anak. Sampaikan apa itu tanggung jawab agar si kecil memahaminya. Kemudian berikan contoh dari hal-hal kecil supaya dapat langsung dipraktekkan dalam kesehariannya. 

Tanggung jawab merawat dan menjaga mainan agar bisa digunakan dalam jangka waktu lama. Mengembalikan barang pada tempat semula setelah digunakan. Piring dan gelas kotor langsung diletakkan di tempat khusus. 

5. Ajarkan Ia untuk Tidak Menjadi Orang yang Kasar atau Bersikap Arogan Pada Orang-orang di Sekitarnya

Anak berperilaku kasar dapat merugikan orang lain. Misalnya memukul dan menendang anak lain hingga menangis. Tetapi, dalam menanggapi hal ini sebagai orang tua tidak boleh memarahi anak begitu saja. Ajarkan minta maaf pada temannya yang disakiti. 

Sampaikan bahwa kasar bukan sesuatu yang baik. Latih anak mengontrol emosi dan mengekspresikan pada hal positif. Jika ada hal tidak disukai bisa langsung dibicarakan, jangan selalu gunakan fisik untuk menyampaikan perasaannya. Itulah hal yang harus dan tidak harus dilakukan oleh orang tua untuk membentuk pribadi anak yang membanggakan. Tanggung jawab sangat diperlukan agar terpenuhi keinginan dan kebutuhan anak. Hidupnya lebih ceria dan bersedia melakukan berbagai hal untuk meningkatkan prestasinya.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

Tak Bisa Mengungkapkan Perasaannya Bisa Jadi Alasan Anak yang Suka Memukul, Lantas Orangtua Harus Apa?

Anak yang suka memukul memang meresahkan orangtua. Meskipun begitu, harus diketahui bahwa perilaku anak seperti ini ada alasannya. Tindakan agresif si kecil sebenarnya adalah bagian dari aspek perkembangan umum dialami balita. Maka, daripada buru-buru untuk marah dan semakin memperburuk situasi, cobalah untuk mencari tahu. Apa yang sebenarnya membuat anak jadi sosok yang suka memukul dan tak bisa mengendalikan emosinya. 

Dari Banyak Faktor, Ini Adalah 5 Alasan Anak yang Suka Memukul yang Sering Dialami Anak

Anak atau balita yang belum lancar bicara menjadikan organ fisik sebagai alat komunikasi. Contohnya tangan untuk memukul orang lain saat mengambil barang miliknya. Dan beberapa hal berikut ini, bisa jadi salah satu faktor penyebabnya juga. 

1. Mempertahankan Area dan Barang yang Ia Rasa Menjadi Hak Miliknya 

Anak yang posesif terhadap mainannya langsung memukul saat orang lain menyentuh. Hal ini bisa terjadi di rumah antara saudara kandung ataupun antar teman di lingkungan pertemanan. Jika kejadiannya masih di rumah tentu bisa diawasi oleh orangtua. 

Saat anak lain tidak mau bergantian menggunakan mainan, hingga membuat si kecil marah dan jengkel. Kondisi ini juga dapat menimbulkan pertikaian diawali dengan pemukulan. Tujuannya untuk mencari perhatian agar kata-kata dia dipahami oleh teman lain. 

2. Merasa Tak Mampu dan Sulit Mengungkapkan Perasaan yang Dialaminya

Anak kecil masih belum bisa mengungkapkan apa yang dirasakan sepenuhnya. Saat sedih, marah, lelah ataupun hal lain yang tidak sesuai dihatinya, diekspresikan dengan memukul. Ada juga anak yang menangis sambil memukul. 

orangtua sebaiknya mendekatkan diri pada anak. Tujuannya supaya apa yang dirasakan anak bisa dipahami tanpa anak memberitahu semuanya. Cara ini juga bagus untuk mengurangi perilaku anak suka memukul. 

3. Ia Merasa Jika Ada Perubahan dalam Keluarga yang Membuatnya Seperti Terabaikan

Anak kecil bisa tiba-tiba memukul atau menggigit saat ada hal besar yang terjadi di rumah. Misalnya bertambahnya anggota baru, karena takut kasih sayang orangtua teralihkan ke adiknya, anak menjadi marah dan memukul barang yang ada. 

Hal lain seperti pindah rumah yang mungkin saja anak tidak suka rumah baru, sehingga butuh waktu adaptasi. Kekesalan pasti ada dalam pikirannya sehingga diungkapkan dengan memukul. Kekerasan dalam rumah tangga diakibatkan Ayah suka memukul, juga diikuti oleh anak. 

4. Adanya Ketidaknyamanan yang Membuatnya Seperti Dilupakan

Ketika anak tidak nyaman dengan suatu kondisi juga bisa memukul orang lain atau benda di dekatnya. Saat bosan, haus dan lapar tetapi tidak ada makanan yang diinginkan, anak memperlihatkan kemarahannya dengan memukul. 

Jika terjadi satu atau dua kali, wajar saja. Namun, jika anak memukul sudah dalam tahap berlebihan, harus diwaspadai. orangtua harus memperhatikan kondisi anak, menyediakan kebutuhannya agar si kecil merasa nyaman dan terpenuhi. 

5. Aktivitas yang Ia Lakukan Terasa Kurang Menyenangkan

Anak-anak memang masanya untuk bermain dari pagi hingga sore bahkan malam hari. Jika di rumah tidak ada kawan bermain, anak merasa bosan karena sulit menyalurkan energi. Oleh karena itu, penting sekali bagi orangtua menjadi teman bermain anak. 

Anak suka menjelajahi banyak hal di lingkungan sekitarnya. Jika tidak mendapat ruang, anak akan menyalurkan melalui pukulan. Ketika anak dilarang melakukan sesuatu yang diinginkan, juga disampaikan dengan memukul sebagai bentuk rasa kesalnya. 

Maka Jika Tanda-tanda Tersebut Terlihat, Inilah Hal yang Harus Dilakukan orangtua Menghadapi Anak Suka Memukul 

Anak yang suka memukul karena tidak sadar konsekuensi dari perbuatannya. Selain itu, anak juga belum tahu cara mengekspresikan emosi yang dimilikinya. Supaya kebiasaan ini tidak terbawa hingga dewasa, orangtua perlu menerapkan beberapa langkah berikut. 

1. Mencari Tahu Faktor Penyebab yang Memicu Anak Jadi Sosok yang Suka Memukul

orangtua perlu mencari tahu penyebab anak marah dan memukul orang lain. Mungkin saja ada sesuatu yang salah di rumah seperti perubahan dinamika keluarga. Bisa juga karena sebab lain misalnya teman barunya memiliki karakter suka memukul. 

Umumnya anak memukul memiliki alasan yang hampir sama. Setelah mengetahui penyebabnya, orangtua dapat membantu si kecil menyalurkan perasaannya dengan lebih positif. Sebisa mungkin latih si kecil menghindari perilaku agresif. 

2. Latih Anak untuk Berkomunikasi dengan Baik Demi Mengungkapkan Perasaannya

Anak memukul karena marah atau frustasi namun tidak tahu cara mendapatkan perhatian. Oleh karena itu, orangtua perlu mengajarkan anak agar bisa berkomunikasi dengan baik. Boleh mengekspresikan menggunakan perasaan tetapi dengan lembut. 

Ketika anak ingin memukul, segera alihkan kepada aktivitas yang lebih menyenangkan. Sesuaikan dengan hobi anak atau ajari cara menepuk pundak dengan lembut saat sedang butuh perhatian. Jadi, latih anak agar mudah memberitahukan perasaannya. 

3. Bantu Ia Memahami dan Menuumbuhkan Rasa Empati dalam Dirinya

Sadarkan anak bahwa perilaku memukul akan menyakiti orang lain. Biasanya anak usia 2 tahun sudah paham hal ini. Teman sebaya merasa sedih dan sakit ketika terkena pukulan, sehingga anak harus mengurangi perilaku ini. 

Jika memukul karena masalah mainan, ajarkan anak untuk menunggu giliran masing-masing. Saat kakak atau adik sudah selesai bermain, baru bisa diambil mainan tersebut. Selain itu, perlu juga melatih si kecil meminta maaf saat melakukan kesalahan. 

4. Ajarkan dan Berikan Contoh yang Baik Sebagai Orangtua

Anak biasanya mengikuti tindakan orangtuanya. Jika Ayah atau Ibu suka memukul anak tentu mengikutinya. orangtua harus menampakkan perilaku yang baik di depan anak sehingga anak juga menerapkan hal yang baik dalam hidupnya. 

orangtua membantu anak mempelajari cara positif dalam mengelola emosi mereka. Menghukum anak karena memukul bisa memperburuk perasaan anak. Bahkan mengakibatkan anak lebih agresif sehingga jangan sembarangan dalam mendidik anak.

5. Berikan Konsekuensi dengan Batas yang Normal untuk Melatihnya Jika Melanggar Aturan yang Sudah Disepakati Agar Tak Memukul Orang Lain

Memberikan hukuman tidak harus melalui kekerasan. Banyak cara memberikan konsekuensi atas perbuatan anak seperti mengurangi waktu bermainnya. Tetapi, jika anak baru sekali melakukan kesalahan, jangan langsung dihukum. Itulah 5 hal yang dapat dilakukan orangtua menghadapi anak yang suka memukul. Jangan langsung dihukum atau dimarahi, tetapi beri nasihat dan pemahaman terlebih dulu bahwa memukul itu menyakiti orang lain.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Most Share

To Top