Komunikasi yang sehat dapat membangun percaya diri anak? Benarkah? Apa itu komunikasi sehat? Apa hubungannya percaya diri dan komunikasi? Bagaimana cara menumbuhkannya?
Membangun komunikasi dimulai dari bayi, tidak hanya ketika anak mulai ‘berbicara’
Mungkin pertanyaan-pertanyaan itu terlintas di benak anda ketika membaca judul artikel ini. Terlebih lagi ketika artikel ini membuka dengan sebuah riset bahwa membangun komunikasi dimulai dari bayi, tidak hanya ketika anak mulai ‘berbicara’. Maka dari itu, tetaplah membaca artikel ini sampai akhir untuk mengetahui jawabannya.
Sangat Penting Percaya diri pada Anak
Rasa percaya diri adalah perasaan mampu dalam menghadapi tantangan dengan menggunakan potensi diri dan tingkah laku yang sesuai. Elemen tumbuh kembang ini sangat penting dalam membantu anak melalui masa-masa bermain, sekolah, bahkan hingga dewasa nanti. Selain itu, rasa percaya juga diperlukan anak agar bisa mengembangkan kemampuan interpersonalnya, seperti berkompetisi dan berteman. Anak yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi dapat dengan mudah menikmati kehidupan sosial dan tantangannya.
Kenapa Percaya diri pada Anak begitu Penting?
Kenapa begitu? Karena anak yang percaya diri mau belajar dan menerima hal-hal baru, bahkan yang dianggap sulit sekalipun. Mereka juga dapat meminta, bahkan membuat, orang tua dan orang dewasa di sekitarnya untuk membantu mewujudkan keinginannya.
Pentingnya membangun komunikasi yang sehat dengan anak
Komunikasi yang sehat adalah komunikasi yang positif, membangun, dan terjadi secara dua arah. Komunikasi ini dapat dan perlu dilakukan sejak lahir.
Dalam tiga tahun pertama kehidupannya, anak-anak belajar mengenali dan mengembangkan diri dari interaksinya dengan orang tua dan orang-orang di sekitanya. Dengan kata lain, mereka dibentuk oleh siapapun yang memberikan perhatian. Maka, bisa dipastikan bahwa orangtua bisa memanfaat kesempatan emas tersebut sebagai pintu gerbang pertama tuntunan perilaku anak-anak.
Lihat bagaimana rasa percaya diri dapat terbangun melalui komunikasi yang sehat dalam masa-masa keemasan ini:
• Bayi yang segera didatangi orangtua ketika menangis akan belajar merasakan bahwa ia dicintai dan dianggap penting.
• Ketika orang tua berkata sambil tersenyum, “Hebat! Dedek mau mulai belajar merangkak, ya” kepada bayi yang baru bisa mengangkat badan dari posisi tengkurap. Saat itu, bayi mempelajari bahwa ia baru saja bisa memecahkan masalahnya.
• Batita yang sudah bisa mengangkat kursi plastik untuk mengambil ponsel sang ayah di meja, ditanggapi sang ayah dengan kalimat, “Wah, anak ayah yang baik. Ini punya ayah. Kamu main ini saja ya.” Sambil memberikan mainan telefonnya. Saat itu, ia belajar bahwa apa yang ia sukai memang penting dan dihormati orang-orang yang mencintainya. Ia pun belajar bahwa terdapat solusi dari apa yang batasan yang ia hadapi.
• Balita yang menangis karena ditinggal kerja oleh ayahnya, ditenangkan oleh sang ibu. Hal yang sama juga dilakukan oleh pengasuhnya, ketika sang Ibu terpaksa pergi. Saat itu, anak belajar bahwa perasaannya penting dan orang tua akan mendengarkan dan mengatasi kegelisahannya.
Yang bisa dilakukan agar anak percaya diri
Contoh-contoh di atas hanyalah intervensi tindakan ketika diperlukan untuk tetap menjaga dan menumbuhkan rasa percaya diri anak. Namun, terdapat hal-hal dasar dan rutin yang bisa dilakukan orang tua seperti di bawah ini dalam membesarkan anak agar percaya diri, seperti:
1. Memberikan rutinitas. Anak yang terbiasa melakukan hal-hal yang rutin akan jauh dari rasa cemas karena mereka tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.
2. Biarkan mereka memilih permainannya sendiri.
Melalui permainan, anak-anak belajar memecahkan masalah. Misalnya, ketika bermain lempar bola, mereka harus mencari jika bola itu dilempar terlalu jauh. Jika anak terus dipandu atau terus dibantu mengenai apa yang harus dimainkan, mereka akan menunggu dan dapat menjadi tidak percaya diri untuk memilih apa yang harus dilakukan.
3. Berikan tanggung jawab.
Daripada mengambilkan piringnya setelah anak balita anda selesai, cobalah untuk mulai memintanya menaruh piringnya sendiri. Atau, bisa juga dengan memintanya menaruh bantal ke tempat semula setiap pagi. Percaya diri juga tumbuh dari perasaan menjadi penting dan dibutuhkan.
4. Berikan urutan perintah jika tugasnya terlalu sulit.
Misalnya, ketika anak harus membuka tutup botol minumnya tanpa tumpah. Berikan perintah-perintah pendek seperti, “Duduk dulu,”; “Simpan botolnya di atas meja.”; “Tangan kirimu memegang botol, ya.”; “Oke, sekarang buka botol dengan tangan kiri pelan-pelan.” Ketika anak merasa mampu, maka rasa percaya dirinya juga akan terus terbangun.
5. Bahasakan kegagalannya.
Hal ini akan membangun empatinya akan orang lain dan melakukan hal yang serupa. Contohnya, ketika anak anda terus menumpahkan air karena gelasnya terlalu tinggi. Anda bisa berkata, “Dedek mau pakai gelas ini tapi tumpah terus, ya? Ini lapnya, sayang. Yuk kita isi lagi. Setengah saja ya. Lain kali pasti dedek lebih hati-hati. Gelasnya taruh ke tengah ya.”
6. Tunjukkan rasa bangga anda ketika anak melakukan hal yang benar.
Rasa bangga tidak perlu selalu ditunjukkan dengan pujian. Anda bisa menunjukkannya dengan cara lain seperti memajang gambar yang ia buat di kertas, setelah ia mencoret-coret tembok. Tindakan anda akan mendorongnya untuk melakukan hal yang baik dengan lebih percaya diri.
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa komunikasi yang sehat tidak hanya melalui komunikasi verbal semata, tapi juga tindakan dan dukungan orang-orang sekitar. Orang tua yang terus belajar berkomunikasi akan bertumbuh bersama anak yang lebih percaya diri kedepannya. Pada akhirnya, mereka akan melakukan hal yang sama jika seperti apa yang dilakukan orangtuanya sewaktu mereka kecil.
