Saat ini, hampir seluruh kehidupan remaja diwarnai oleh kegiatan di media sosial. Kecanggihan teknologi membuka peluang yang seluas-luasnya bagi para remaja untuk mencari pengetahuan, mencari teman dari seluruh dunia , dan mengembangkan dirinya.
Menurut Papalia dan Olds,4 masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun. Erikson (Desmita, 2008) menyatakan salah satu tugas terpenting yang dihadapi remaja adalah menyelesaikan krisis identitas, sehingga diharapkan terbentuk suatu identitas diri yang stabil pada akhir masa remaja.
Remaja yang berhasil mencapai suatu identitas yang stabil, akan memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang dirinya, memahami perbedaan dan persamaan dengan orang lain, menyadari kelebihan dan kekurangan dirinya, penuh percaya diri, tanggap terhadap berbagai situasi, mampu mengambil keputusan penting, mampu mengantisipasi tantangan masa depan, serta mengenal perannya dalam masyarakat.
Berdasarkan tugas perkembangan remaja tersebut, media sosial menjadi tempat yang sangat penting bagi remaja untuk menyelesaikan tugas perkembangannya tersebut. Berdasarkan Wikipedia, media sosial (sering disalahtuliskan sebagai sosial media) adalah sebuah media daring, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial, dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Hampir semua bidang ada di media sosial, dan pergerakkannya sangat sulit untuk kita kontrol. Remaja bisa melihat apapun yang ingin dilihat. Namun ada beberapa hal yang perlu dicermati oleh remaja agar media sosial tidak mempengaruhi kesehatan mental remaja, yakni :
1. Media sosial dapat dimasuki oleh orang-orang dari manapun (berbagai kalangan dengan berbagai karakter) sehingga sulit dipantau keamanannya.
2. Media sosial tidak menampakkan realitas yang sebenarnya. Demi mendapatkan popularitas atau pengakuan, banyak orang-orang yang menampilkan sesuatu secara berlebihan. Sesuatu yang berlebihan ini pada akhirnya akan dianggap sebagai sesuatu yang ideal bagi para remaja.
3. Media sosial bisa memberi rasa aman maupun rasa tidak aman. Saat remaja membutuhkan dukungan sosial, dia bisa mendapatkan dari teman-teman virtualnya, namun di sisi lain dia pun bisa mendapat ‘ serangan ‘ dari teman-teman virtualnya seperti komentar-komentar negative yang memojokkan.
4. Para public figure yang memberikan informasi (tanpa saringan) di media sosial, bisa mempengaruhi pola pikir remaja, misalnya ada beberapa artis yang mengatakan bahwa dirinya mengidap gangguan Bipolar, remaja akhirnya ‘menyamakan’ kondisinya dengan para public figure tersebut tanpa konsultasi terlebih dahulu kepada para ahli. Atau yang biasa kita kenal dengan istilah self diagnosis.
5. Media sosial membuat para remaja melupakan pentingnya berteman dalam dunia nyata dan cenderung akan merasa canggung ketika harus tatap muka langsung misalnya untuk keperluan wawancara,pekerjaan, atau hal lainnya.
Melihat beberapa fenomena di atas, penting sekali ada keterlibatan orangtua dalam menumbuhkembangkan social skill yang baik bagi anak.
– Orangtua sebaiknya :
– Menjadi sahabat bagi anak
– Mendukung hobi anak
– Mengutamakan pemberian pujian
– Menghargai privacy anak
– Mengajarkan kemandirian pada anak
– Sering melakukan kegiatan bersama yang menyenangkan
Dengan menerapkan pola asuh seperti di atas, diharapkan anak akan tumbuh menjadi lebih percaya diri, kuat, mandiri dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dari media sosial.
ditulis oleh:
Natalia, M.Psi. Psikolog Anak dan Remaja
Psikolog Anak lulusan Magister Profesi Psikologi Klinis Anak UI. Memiliki pengalaman pada terapi perilaku, emosi, dan anak berkebutuhan khusus.
