Parenting

Orang Tua Sebaiknya Baca Kisah tentang Ungkapan Jujur Seorang Anak ini. Kisah yang Bisa Menjadi Renungan Kita dalam Mendidik Anak

Kisah ini banyak beredar di social media. Terlepas kisah fiktif atau nyata dari cerita ini, tapi sangat bisa menjadi bahan renungan para orang tua.  Berikut kisahnya:

Tahun 2005 yang lalu saya harus mondar-mandir ke SD tempat sekolah anak kami. Anak sulung kami yang bernama Dika, duduk di kelas 4 di SD itu. Waktu itu saya memang harus berurusan dengan wali kelas dan kepala sekolah.

Pasalnya menurut observasi wali kelas dan kepala sekolah, Dika yang duduk di kelas unggulan, tempat penggemblengan anak-anak berprestasi itu, waktu itu justru tercatat sebagai anak yang bermasalah. Saat saya tanyakan apa masalah Dika, guru dan kepala sekolah justru menanyakan apa yang terjadi di rumah sehingga anak tersebut selalu murung dan menghabiskan sebagian besar waktu belajar di kelas hanya untuk melamun. Prestasinya kian lama kian merosot.

akuingin
Dengan lemah lembut saya tanyakan kepada Dika, “Apa yang kamu inginkan?” Dika hanya menggeleng.

“Kamu ingin ibu bersikap seperti apa?,” tanya saya. “Biasa-biasa saja,” jawab Dika singkat.

Beberapa kali saya berdiskusi dengan wali kelas dan kepala sekolah untuk mencari pemecahannya, namun sudah sekian lama tak ada kemajuan. Akhirnya kamipun sepakat untuk meminta bantuan seorang psikolog.

Suatu pagi, atas seijin kepala sekolah, Dika meninggalkan sekolah untuk menjalani test IQ. Tanpa persiapan apapun, Dika menyelesaikan soal demi soal dalam hitungan menit. Beberapa saat kemudian, Psikolog yang tampil bersahaja namun penuh keramahan itu segera memberitahukan hasil testnya.

Angka kecerdasan rata-rata anak saya mencapai 147 (sangat cerdas) di mana skor untuk aspek-aspek kemampuan pemahaman ruang, abstraksi, bahasa, ilmu pasti, penalaran, ketelitian dan kecepatan berkisar pada angka 140 – 160. Namun ada satu kejanggalan, yaitu skor untuk kemampuan verbalnya tidak lebih dari 115 (rata-rata cerdas).

Perbedaan yang mencolok pada 2 tingkat kecerdasan yang berbeda itulah yang menurut psikolog, perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut. Oleh sebab itu psikolog itu dengan santun menyarankan saya untuk mengantar Dika kembali ke tempat itu seminggu lagi. Menurutnya Dika perlu menjalani test kepribadian.

Suatu sore, saya menyempatkan diri mengantar Dika kembali mengikuti serangkaian test kepribadian. Melalui interview dan test tertulis yang dilakukan, setidaknya psikolog itu telah menarik benang merah yang menurutnya menjadi salah satu atau beberapa faktor penghambat kemampuan verbal Dika.

Setidaknya saya bisa membaca jeritan hati kecil Dika. Jawaban yang jujur dari hati Dika yang paling dalam itu membuat saya berkaca diri, melihat wajah seorang ibu yang masih jauh dari ideal.

Ketika Psikolog itu menuliskan pertanyaan “Aku ingin ibuku :….”

Dika pun menjawab, “Membiarkan aku bermain sesuka hatiku, sebentar saja.”

Dengan beberapa pertanyaan pendalaman, terungkap bahwa selama ini saya kurang memberi kesempatan kepada Dika untuk bermain bebas. Waktu itu saya berpikir bahwa banyak ragam permainan-permainan edukatif sehingga saya merasa perlu menjadwalkan kapan waktunya menggambar, kapan waktunya bermain puzzle, kapan waktunya bermain basket, kapan waktunya membaca buku cerita, kapan waktunya main game di komputer dan sebagainya. Waktu itu saya berpikir bahwa demi kebaikan dan demi masa depannya, Dika perlu menikmati permainan-permainan secara merata di sela-sela waktu luangnya yang memang tinggal sedikit karena sebagian besar telah dihabiskan untuk sekolah dan mengikuti berbagai kursus di luar sekolah. Saya selalu pusing memikirkan jadwal kegiatan Dika yang begitu rumit. Tetapi ternyata permintaan Dika hanya sederhana, diberi kebebasan bermain sesuka hatinya, menikmati masa kanak-kanaknya.

Ketika Psikolog menyodorkan kertas bertuliskan “Aku ingin Ayahku …”

Dika pun menjawab dengan kalimat yang berantakan namun kira-kira artinya “Aku ingin ayahku melakukan apa saja seperti dia menuntutku melakukan sesuatu”.

Melalui beberapa pertanyaan pendalaman, terungkap bahwa Dika tidak mau diajari atau disuruh, apalagi diperintah untuk melakukan ini dan itu. Ia hanya ingin melihat ayahnya melakukan apa saja setiap hari, seperti apa yang diperintahkan kepada Dika. Dika ingin ayahnya bangun pagi-pagi kemudian membereskan tempat tidurnya sendiri, makan dan minum tanpa harus dilayani orang lain, menonton TV secukupnya, merapikan sendiri koran yang habis dibacanya dan tidur tepat waktu. Sederhana memang, tetapi hal-hal seperti itu justru sulit dilakukan oleh kebanyakan orang tua.

Ketika Psikolog mengajukan pertanyaan “Aku ingin ibuku tidak …”

Maka Dika menjawab, “Menganggapku seperti dirinya.”

Dalam banyak hal saya merasa bahwa pengalaman hidup saya yang suka bekerja keras, disiplin, hemat, gigih untuk mencapai sesuatu yang saya inginkan itu merupakan sikap yang paling baik dan bijaksana. Hampir-hampir saya ingin menjadikan Dika persis seperti diri saya. Saya dan banyak orang tua lainnya seringkali ingin menjadikan anak sebagai foto copy diri kita atau bahkan beranggapan bahwa anak adalah orang dewasa dalam bentuk sachet kecil.

Ketika Psikolog memberikan pertanyaan “Aku ingin ayahku tidak….”

Dika pun menjawab, “Tidak menyalahkan aku di depan orang lain. Tidak mengatakan bahwa kesalahan-kesalahan kecil yang aku buat adalah dosa.”

Tanpa disadari, orangtua sering menuntut anak untuk selalu bersikap dan bertindak benar, hingga hampir-hampir tak memberi tempat kepadanya untuk berbuat kesalahan. Bila orangtua menganggap bahwa setiap kesalahan adalah dosa yang harus diganjar dengan hukuman, maka anakpun akan memilih untuk berbohong dan tidak mau mengakui kesalahan yang telah dibuatnya dengan jujur. Kesulitan baru akan muncul karena orangtua tidak tahu kesalahan apa yang telah dibuat anak, sehingga tidak tahu tindakan apa yang harus kami lakukan untuk mencegah atau menghentikannya.

Saya menjadi sadar bahwa ada kalanya anak-anak perlu diberi kesempatan untuk berbuat salah, kemudian iapun bisa belajar dari kesalahannya. Konsekuensi dari sikap dan tindakannya yang salah adakalanya bisa menjadi pelajaran berharga supaya di waktu-waktu mendatang tidak membuat kesalahan yang serupa.

Ketika Psikolog itu menuliskan “Aku ingin ibuku berbicara tentang …..”

Dika pun menjawab, “Berbicara tentang hal-hal yang penting saja”.

Saya cukup kaget karena waktu itu saya justru menggunakan kesempatan yang sangat sempit, sekembalinya dari kantor untuk membahas hal-hal yang menurut saya penting, seperti menanyakan pelajaran dan PR yang diberikan gurunya. Namun ternyata hal-hal yang menurut saya penting, bukanlah sesuatu yang penting untuk anak saya. Dengan jawaban Dika yang polos dan jujur itu saya diingatkan bahwa kecerdasan tidak lebih penting dari pada hikmat dan pengenalan akan Tuhan. Pengajaran tentang kasih tidak kalah pentingnya dengan ilmu pengetahuan.

Atas pertanyaan “Aku ingin ayahku berbicara tentang …..”,

Dika pun menuliskan, “Aku ingin ayahku berbicara tentang kesalahan-kesalahannya. Aku ingin ayahku tidak selalu merasa benar, paling hebat dan tidak pernah berbuat salah. Aku ingin ayahku mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepadaku.”

Memang dalam banyak hal, orangtua berbuat benar tetapi sebagai manusia, orangtua tak luput dari kesalahan. Keinginan Dika sebenarnya sederhana, yaitu ingin orangtuanya sportif, mau mengakui kesalahnya dan kalau perlu meminta maaf atas kesalahannya, seperti apa yang diajarkan orang tua kepadanya.

Ketika Psikolog menyodorkan tulisan “Aku ingin ibuku setiap hari …..”

Dika berpikir sejenak, kemudian mencoretkan penanya dengan lancar, “Aku ingin ibuku mencium dan memelukku erat-erat seperti ia mencium dan memeluk adikku”.

Memang adakalanya saya berpikir bahwa Dika yang hampir setinggi saya sudah tidak pantas lagi dipeluk-peluk, apalagi dicium-cium. Ternyata saya salah, pelukan hangat dan ciuman sayang seorang ibu tetap dibutuhkan supaya hari-harinya terasa lebih indah. Waktu itu saya tidak menyadari bahwa perlakukan orang tua yang tidak sama kepada anak-anaknya seringkali oleh anak-anak diterjemahkan sebagai tindakan yang tidak adil atau pilih kasih.

Secarik kertas yang berisi pertanyaan “Aku ingin ayahku setiap hari….”

Dika menuliskan sebuah kata tepat di atas titik-titik dengan satu kata, “Tersenyum.”

Sederhana memang, tetapi seringkali seorang ayah merasa perlu menahan senyumannya demi mempertahankan wibawanya. Padahal senyum tulus seorang ayah sedikitpun tidak akan melunturkan wibawanya, tetapi justru bisa menambah simpati dan energi bagi anak-anak dalam melakukan segala sesuatu seperti yang ia lihat dari ayahnya setiap hari.

Ketika Psikolog memberikan kertas yang bertuliskan “Aku ingin ibuku memanggilku. …”

Dika pun menuliskan, “Aku ingin ibuku memanggilku dengan nama yang bagus”

Saya tersentak sekali! Memang sebelum ia lahir kami telah memilih nama yang paling bagus dan penuh arti, yaitu Judika Ekaristi Kurniawan. Namun sayang, tanpa sadar, saya selalu memanggilnya dengan sebutan Nang. Nang dalam Bahasa Jawa diambil dari kata “Lanang” yang berarti laki-laki.

Ketika Psikolog menyodorkan tulisan yang berbunyi “Aku ingin ayahku memanggilku ..”

Dika hanya menuliskan 2 kata saja, yaitu “Nama Asli”.

Selama ini suami saya memang memanggil Dika dengan sebutan “Paijo” karena sehari-hari Dika berbicara dalam bahasa Indonesia atau bahasa Sunda dengan logat Jawa medok. “Persis Paijo, tukang sayur keliling,” kata suami saya.

Atas jawaban-jawaban Dika yang polos dan jujur itu, saya menjadi malu karena selama ini saya bekerja di sebuah lembaga yang membela dan memperjuangkan hak-hak anak. Kepada banyak orang saya kampanyekan pentingnya penghormatan hak-hak anak sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak Sedunia. Kepada khalayak ramai saya bagikan poster bertuliskan “To Respect Child Rights is an Obligation, not a Choice”, sebuah seruan yang mengingatkan bahwa “Menghormati Hak Anak adalah Kewajiban, bukan Pilihan”.

Tanpa saya sadari, saya telah melanggar hak anak saya karena telah memanggilnya dengan panggilan yang tidak hormat dan bermartabat. Dalam diamnya anak, dalam senyum anak yang polos dan dalam tingkah polah anak yang membuat orang tua kadang-kadang bangga dan juga kadang-kadang jengkel, ternyata ada banyak Pesan Yang Tak Terucapkan.

Seandainya semua ayah mengasihi anak-anaknya, maka tidak ada satupun anak yang kecewa atau marah kepada ayahnya. Anak-anak memang harus diajarkan untuk menghormati ayah dan ibunya, tetapi para orang tua tidak boleh membangkitkan amarah di dalam hati anak-anaknya. Para orangtua harus mendidik anaknya di dalam ajaran dan nasehat yang baik. Semoga bermanfaat bagi kita semua, para orang tua dari putra/putri kita masing-masing.

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

Beberapa Tips untuk Meningkatkan Kecintaan Anak Usia 5 Tahun Membaca Buku

Karena perkembangan teknologi yang semakin canggih, saat ini anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan penggunaan smartphone. Belum lagi situasi yang memang membuat mereka kerap lebih banyak menikmati kegiatan yang berbentuk visual. Sehingga, ketika kita mulai mengarahkan anak untuk membaca buku, mereka tentu tidak akan langsung menyukainya.

Untuk itulah, sebagai orangtua kita perlu memberitahu anak, jika aktivitas membaca juga adalah kegiatan yang menyenangkan. Karena selain membantunya mengurangi kegiatan dengan gadget, ada banyak sekali manfaat pentingnya bukiu bagi anak usia 5 tahun. Dan berikut adalah beberapa manfaatnya:

1. Membantu Anak Meningkatkan Kreativitas dalam Dirinya

Pentingnya buku bagi anak usia 5 tahun yaitu dapat meningkatkan kreativitasnya. Dan perlu diketahui jika kreativitas ini mempunyai peranan yang sangat penting agar anak dapat mengembangkan ide atau minatnya. Selain itu buku juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan imajinasi anak. Tentunya jika anak mempunyai kemampuan tersebut kedepannya bisa lebih mudah dalam mengelola emosi. Terutama nantinya Saat berinteraksi dengan orang lain. 

2. Mampu Meningkatkan Fungsi Otaknya dalam Berpikir

Manfaat lain buku bagi anak usia 5 tahun yaitu dapat meningkatkan fungsi otaknya. Dengan kata lain, fungsi otak anak akan semakin aktif jika sering membaca buku. Bahkan, sudah dibuktikan oleh sebuah penelitian di mana anak yang sering membaca buku dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan berbahasa. Apalagi jika sejak kecil sudah di bacakan buku oleh orang tuanya, kemungkinan terbesarnya saat sudah berusia 5 tahun atau lebih akan lebih mudah untuk belajar membaca. Inilah kenapa penting untuk membiasakan membaca buku. 

3. Dengan Membaca Kemampuan Kognitif Anak Juga Ikut Meningkat

Kemampuan kognitif yang meningkat juga menjadi salah satu dampak dari terbiasanya anak membaca buku. Kemampuan kognitif yang dimaksudkan bisa berupa ingatan, pemecahan masalah, perhatian dan penggunaan kata-kata. Tentu jika kemampuan kognitif tersebut semakin meningkat, maka kedepannya anak akan lebih mudah untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu, hal tersebut juga sangat bermanfaat agar anak mudah beradaptasi.

Lalu Bagaimana Tips untuk Meningkatkan Kecintaan Anak Terhadap Buku? Ini Jawabannya

Dari penjelasan sebelumnya bisa diambil kesimpulan jika buku mempunyai peranan yang sangat penting pada anak usia 5 tahun. Lalu, bagaimana tips meningkatkan kecintaan anak usia 5 tahun terhadap buku? Berikut ini penjelasannya. 

1. Sebagai Orangtua Kita Harus Bisa Menciptakan Lingkungan yang Kaya Aksara

Tips pertama yang bisa diterapkan dalam meningkatkan kecintaan anak terhadap buku yaitu menciptakan lingkungan kaya akan aksara. Dengan kata lain, sediakan tempat bermain dengan berbagai media seperti gambar dan teks. Tentu dengan media-media tersebut, anak akan lebih mudah untuk memahami dan memperkaya pengetahuannya. Contoh sederhananya permainan yang berhubungan dengan menyusun huruf, suara hewan, tebak gambar dan permainan lainnya.

2. Jadilah Sosok yang Bisa Dicontoh Anak dalam Hal Membaca

Orang tua memang menjadi role model atau contoh bagi anak. Jadi, apapun yang dilakukan oleh orang tuanya akan mudah ditiru oleh anak-anaknya. Tentunya untuk meningkatkan kecintaan anak terhadap buku, pastikan jika orang tuanya juga gemar membaca buku. Melihat orang tuanya yang sering membaca buku, anak juga akan tertarik untuk melakukan hal sama. Bahkan, Jika memungkinkan mengajak anak untuk membaca buku bersama-sama atau sekedar menemaninya membaca. 

3. Ajak Anak Membaca Buku dengan Ekspresi

Tips selanjutnya yang bisa diterapkan untuk meningkatkan kecintaan anak usia 5 tahun terhadap buku yaitu membacakan buku cerita dengan intonasi dan ekspresi yang tepat. Membaca buku dengan cara yang seperti ini bisa menarik minat anak untuk mengetahui isi buku tersebut. Selain itu, tips ini juga sangat berguna agar anak bisa mempersepsi jika pada buku tersebut banyak hal yang menarik dan selalu ingin untuk menggalinya. Berawal dari tips sederhana ini diharapkan anak bisa tertarik untuk membaca buku. 

4. Beli dan Sediakan Buku Menarik dan Sesuai dengan Minat Anak

Menyediakan buku yang menarik juga menjadi salah satu cara agar kecintaan anak terhadap pukul bisa meningkat. Sebagai langkah awal, pastikan jika orang tua menyediakan buku yang penuh dengan gambar dan warna. Hal ini penting dilakukan dengan tujuan agar anak tidak merasa bosan saat melihat buku tersebut. Buku yang seperti ini juga akan mengenalkan warna dan bentuk gambar pada buku tersebut, sehingga kemampuan anak akan mengalami peningkatan.

5. Sering-seringlah Ajak Anak Ke Toko Buku dan Perpustakaan

Tips selanjutnya bisa mengajak anak ke perpustakaan. Cara ini bisa meningkatkan minat anak dalam membaca buku dan pengalaman baru. Hal ini disebabkan karena di tempat tersebut akan menjumpai banyak orang yang membaca buku, sehingga bisa meningkatkan minat anak. Selain itu, dengan mengajak anak ke perpustakaan atau toko buku juga bisa meningkatkan kemampuannya dalam berinteraksi dengan orang lain yang ada disekitarnya. Tentu tips ini bisa memberikan dua manfaat sekaligus. 

6. Dan Berikan Kesempatan Anak Memilih Buku yang Disukainya

Selanjutnya tips meningkatkan kecintaan anak usia 5 tahun terhadap buku bisa dilakukan dengan cara memberikan kesempatan dalam memilih buku. Dengan kata lain, kesempatan tersebut dapat meningkatkan minat anak untuk membaca buku sesuai dengan keinginannya.

Begitu juga sebaliknya, jika anak dipaksa membaca buku yang diberikan oleh orang tua, justru akan merasa tertekan. Bahkan, parahnya lagi tidak berminat untuk membaca buku. Tentunya setiap orang tua pasti tidak menginginkan hal tersebut.

Demikian penjelasan mengenai beberapa tips yang bisa diterapkan dalam meningkatkan kecintaan anak terhadap buku. Dengan tersedianya berbagai tips tersebut, bisa diterapkan secara bergantian agar anak tidak bosan dan justru tertarik untuk membaca buku terus menerus.

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

Peran Penting Orang Dewasa dalam Pendampingan Anak Remaja Selama Tumbuh Kembangnya

Proses mendidik anak tentu tidak akan terlepas bagaimana peran orang dewasa. Apalagi saat anak sudah menginjak remaja, kedekatan dengan orang tuanya sangat diperlukan agar bisa lebih terbuka. Keterbukaan itulah yang nantinya sangat diperlukan dalam pendampingan remaja. Namun, untuk menuju keterbukaan yang kita harapkan. Tentunya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Sebagai orangtu, kita perlu memahami, bagaimana langkah yang tepat untuk membangun relasi dengan anak, terlebih ketika mereka menginjak usia remaja.

Orang Dewasa Harus Menerapkan Beberapa Hal Ini

Setiap anak remaja dengan yang lainnya pasti mempunyai perbedaan. Perbedaan tersebut bisa dilihat dari kepribadian hingga karakternya. Tentunya sebagai orang dewasa yang yang mempunyai salah satu anggota keluarga masih remaja, beberapa hal ini.

1. Mengetahui Apa Kemampuannya yang Paling Menonjol dalam Diri Anak

Sebagai orang dewasa mempunyai peranan yang cukup penting terhadap remaja, karena bisa berpengaruh terhadap masa depannya. Maka dari itu sebagai orang dewasa harus mengetahui apa yang dibutuhkan remaja saat ini.

Selain itu, penting juga untuk mengetahui apa yang menjadi kesukaannya. Bahkan, mengetahui apa kemampuannya juga sangat diperlukan. Beberapa hal tersebut diperlukan tujuannya agar bisa menjalin kedekatan dengan remaja dan bisa membantu perkembangannya.

2. Mengetahui Kebutuhannya Dasar yang Paling Ia Perlukan

Hal lain yang harus dilakukan oleh orang dewasa jika mempunyai anggota keluarga atau lingkungan remaja yaitu responsif terhadap kebutuhan anak. Bahkan, sebenarnya sikap yang seperti ini sangat diperlukan saat masih bayi.

Sebagai orang tua atau orang dewasa tentu harus bisa mengetahui apa yang menjadi kebutuhan anak remaja. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar nantinya bisa terjalin kedekatan antara keduanya dan bisa saling terbuka dari berbagai masalah. 

3. Menciptakan Lingkungan yang Aman

Lingkungan yang aman sangat diperlukan kalangan anak remaja. Apalagi di zaman yang seperti saat ini, banyak remaja yang merasa lingkungannya tidak aman. Tentu sebagai orang dewasa harus menciptakan pilih yang aman agar anak remaja bisa meningkatkan kemampuannya.

Tentu banyak cara yang bisa dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang seperti membatasi remaja keluar saat malam hari, membuat jadwal aktivitas sehari-hari dan lain sebagainya. Dengan berbagai peraturan tersebut remaja akan merasa jika dirinya mempunyai tanggung jawab.

Sikap Lain yang Perlu Dipahami adalah Bagaimana Cara Menyikapi Anak Menjelang Remaja

Peran orang dewasa pada pertumbuhan anak-anak yang menjelang remaja memang sangat diperlukan. Selain itu, bagaimana cara menyikapi anak menjelang remaja? Selengkapnya berikut ini penjelasan lengkapnya mengenai hal tersebut.

Bagaimana Cara Menjalin Komunikasi yang Nyaman untuknya

Cara menyikapi anak menjelang remaja yang pertama yaitu menjalin komunikasi dua arah. Cara ini sangat diperlukan agar mengetahui apa yang diinginkan anak. Dengan kata lain, saat anak remaja merasa nyaman, maka tidak akan segan untuk bercerita.

Tentunya saat anak remaja mulai menceritakan apa yang sedang dialaminya, jangan langsung memutus pembicaraan. Dengan kata lain tunggu sampai cerita tersebut benar-benar selesai dan setelah itu bisa memberikan nasehat atau solusi. 

Bekerja Sama dengan Guru Sekolah untuk Bisa Tetap Mengawasi Anak

Menyikapi anak menjelang remaja yang selanjutnya bisa diterapkan dengan cara menjalin kerjasama yang baik dengan guru sekolah. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar mengetahui bagaimana perkembangan remaja saat di sekolah. Begitu juga sebaliknya guru juga perlu mengetahui perkembangannya selama di rumah.

Bahkan, orang tua atau orang dewasa juga bisa memberikan otoritas kepada guru sekolah ah dalam mengarahkan dan mendidik anak tersebut. Tentunya dengan diberikan peluang seperti itu, guru akan lebih mempunyai kebebasan dalam mengontrol dan mengatur perilaku remaja. Namun perlu diingat, mengawasi bukan berarti mengontrol segala sesuatu sampai anak tidak punya ruang ya Bun.

Menghilangkan Persepsi Buruk

Menghilangkan persepsi buruk juga menjadi salah satu cara untuk menyikapi anak menjelang remaja. Misalnya saja persepsi mengenai pacaran menjadi salah satu penyemangat untuk meningkatkan kualitas belajar. Padahal sebenarnya persepsi tersebut sangat salah.

Justru berlaku sebaliknya, di mana anak remaja akan lebih mudah stres saat pacaran di sekolah. Tentu jika stres akan mempengaruhi proses belajar mengajarnya. Bahkan, tak jarang sebagian anak remaja memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena putus cinta. Jadi, kita perlu memberinya arahan untuk menilai sesuatu dari berbagai macam aspek. Tunjukkan pada mereka, sebab akibat, bukan langsung melarang tanpa penjelasan.

Kenalkan Pada Ajaran Nilai-nilai Agama, Normal dan Hal-hal yang Berguna untuk Ditaatinya

Menyikapi anak menjelang remaja yang selanjutnya yaitu dengan mengenalkan adanya ajaran, nilai agama dan norma. Perlu diketahui jika ketiga hal tersebut sangat diperlukan agar remaja mempunyai benteng atau batasan tersendiri dalam bergaul. 

Hal ini disebabkan karena dalam agama sudah terdapat batasan batasan mengenai etika bersosialisasi dan hubungan antar lawan jenis. Selain itu, anak yang sudah memegang teguh berbagai ajaran tersebut akan lebih terfokus untuk menyembuhkan diri pada hal positif. 

Mengawasi Penggunaan Ponsel dan Internet dengan Tetap Memberinya Ruang Berekspresi

Perkembangan teknologi yang semakin canggih seperti saat ini memungkinkan penggunaan telepon pintar atau smartphone memang tidak bisa dipisahkan. Inilah Kenapa sebagai orang tua dan orang dewasa mempunyai peranan yang cukup penting untuk mengawasinya.

Mengingat saat ini adanya smartphone memudahkan anak remaja untuk mengakses hal-hal negatif seperti video dewasa, kekerasan, tawuran dan lain sebagainya. Bahkan, jika diperlukan bisa memberikan batasan dalam penggunaan ponsel agar tidak berlebihan atau bahkan kecanduan. Dan lagi-lagi, jelaskan sisi baik dan buruknya, sehingga anak bisa terarah untuk memilih sisi baik dan terhindar dari sisi buruk penggunaan ponsel dan internet.

Membatasi Aktivitas Anak, Jangan Sampai Ia Kelelehan dan Justru Tak Menikmati Masa Remajanya

Selain melakukan pengawasan terhadap penggunaan ponsel pintar, orang tua ataupun orang dewasa juga harus membatasi aktivitasnya anak remaja. Maksudnya, pembatasan ini diperlukan agar remaja bisa melakukan apapun sesuai dengan batasan-batasan dan norma yang berlaku. Jangan sampai membuatnya terjerumus pada hal buruk. Dan yang paling penting, ia bisa menikmati masa remajanya dengan bahagia sesuai usianya.

Selain itu, tidak ada salahnya juga untuk membuat peraturan dan melibatkan anak remaja itu sendiri. Misalnya saja peraturan Aktivitas apa saja yang boleh dilakukan dan tidak. Tentunya dengan kesepakatan antara keduanya akan lebih mudah untuk mengontrol anak remaja itu sendiri. 

Kurang lebih itulah penjelasan mengenai peran orang dewasa dan orang tua terhadap anak yang menjelang remaja. Tentu dengan mengetahui beberapa hal tersebut akan lebih mudah untuk memastikan anak remaja bisa berada di jalan yang memang seharusnya.

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

Peran Orang Tua Dalam Kehidupan Anak yang Harus Kita Penuhi

Setiap orang pasti memahami jika peran orang tua dalam kehidupan anak sangatlah penting. Bahkan, peran orang tua diperlukan sejak anak emas dalam kandungan hingga dewasa. Entah itu berperan untuk mengajari anak hingga memenuhi kebutuhannya. Untuk itu, janganlah jadi orangtua yang sekedar orangtua atau yang hanya berstatus orangtua. Namun, tak memahami apa sebenarnya peran penting yang perlu kita lakukan. Nah, sebelum memahami apa saja peran yang wajib dan perlu kita lakukan, berikut adalah hal-hal yang berhasil dirangkum oleh sayangianak.com.

Apa Saja Bentuk Pentingnya Peran dari Orang Tua?

Orang tua menduduki peran yang sangat penting, karena menjadi sekolah pertama bagi anak-anak. Sekalipun anak sudah sekolah, peran orangtua masih diperlukan. Mengingat aktivitas anak akan paling banyak dilakukan di rumah.

Tentu jika orang tua tidak melakukan peranannya dengan baik, pasti akan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak. Contoh sederhananya jika orang tua tidak menanamkan hal-hal positif dan memberikan contoh tidak baik, tentu anak akan menirunya.

Begitu juga sebaliknya, orang tua yang melakukan perannya dengan baik, maka akan berdampak pada karakternya. Intinya, orang tua mempunyai peranan penting dalam pembentukan karakter anak yang akan berguna untuk masa depan. 

Ada 8 Peran Orang Tua Di Kehidupan Anak yang Perlu Kita Lakukan

Meskipun setiap orang memahami jika peran orang tua dalam kehidupan anak sangat penting, tapi tidak semua orang yang benar-benar memahami dan menerapkannya. Apalagi bagi Anda yang baru pertama kali mempunyai anak, penting mengetahui beberapa peranannya berikut ini. 

1. Menjamin Kebutuhan Anak Tercukupi Sesuai Perkembangan Usianya

Bukan menjadi hal yang asing lagi jika orang tua mempunyai peranan yang cukup penting terutama dalam memenuhi kebutuhan anak. Beberapa hal yang termasuk dalam kebutuhan Anda seperti pakaian yang layak, makanan bergizi, tempat tinggal dan lainnya.

Terutama dalam hal ini penting untuk memastikan kebutuhan anak dalam asupan bergizi sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena asupan yang bergizi sangat berperan penting dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. 

2. Memastikan Anak Berada Di Lingkungan yang Baik

Peran orang tua terhadap kehidupan anak selanjutnya yaitu memastikan berada di lingkungan yang baik. Tentunya jika anak berada di lingkungan yang tepat, maka akan berpengaruh juga terhadap tumbuh dan kembangnya.

Begitu juga sebaliknya, jika anak berada di lingkungan yang tidak baik maka akan mudah terpengaruh melakukan hal-hal yang negatif. Kenapa menjadi orangtua penting untuk melakukan pengawasan terhadap anak. 

3. Menciptakan Keamanan dan Kenyamanan

Menciptakan keamanan atau rasa aman terhadap anak merupakan salah satu peran orang tua. Mengingat orang tua adalah tempat pulang, sehingga jika tidak terdapat rasa aman maka anda akan merasa tertekan.

Menciptakan keamanan dan rasa nyaman bisa dilakukan dengan berbagai hal Salah satunya memberikan kasih sayang. Selain itu, penting juga untuk memberi arahan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan tidak seharusnya.

4. Menanamkan Nilai yang Baik

Peran lain yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya yaitu menanamkan nilai-nilai baik. Mengingat orang tua menjadi guru pertama dalam pendidik anak, sehingga karakter anak dimulai dari orang tuanya. Ada beberapa hal yang harus ditanamkan sejak dini dan setiap orang tua wajib mengetahuinya.

Adapun beberapa hal yang dimaksudkan seperti bersikap jujur, tidak mengambil barang orang lain, saling tolong-menolong, tidak merendahkan orang lain dan lain sebagainya. Selain itu, penting juga untuk memberi pengertian kepada anak jika melakukan sesuatu yang buruk tidak diperbolehkan. 

5. Mengajari Anak dalam Hal-hal Baik yang Berguna untuk Kehidupannya

Mengajari dan mendidik anak juga menjadi salah satu peran orang tua yang wajib untuk dilakukan. Tentunya dalam hal ini harus mengajari anak dalam hal yang baik. Didikan yang diberikan oleh orang tua sejak dini bisa berpengaruh terhadap karakternya di masa depan. 

Semakin baik didikan dari orang tua sejak dini, maka anak akan lebih mudah untuk berbaur dengan masyarakat dengan cara yang baik. Misalnya saja mempunyai sopan santun, saling tolong-menolong, saling memaafkan dan lain sebagainya. 

6. Memberikan Arahan agar Anak Tumbuh Jadi Anak yang Baik

Peran orang tua selanjutnya yang yaitu memberikan arahan kepada anak dan juga bimbingan. Arahkan anak untuk selalu melakukan hal yang baik. Selain itu, jelaskan juga alasan kenapa tidak boleh melakukan hal yang buruk dan apa dampaknya kepada diri sendiri dan orang lain.

Sekalipun anak melakukan sebuah kesalahan, jangan langsung memarahinya. Langkah yang paling tepat untuk menanganinya yaitu menasehati dan memberi hukuman yang sekiranya bisa memberikan kesadaran kepada anak. Selain itu, penting juga untuk memberikan motivasi kepada anak. 

7. Membekali Anak dengan Mengajarinya Keagamaan

Identitas agama seorang anak berasal dari keluarganya, terutama orang tua. Tentunya peran orang tua dalam hal ini harus mengenalkan nilai-nilai agama dan keberadaan Sang Pencipta. Terutama untuk anak-anak, penyampaian tersebut harus dalam bahasa yang mudah dipahami. 

Tentunya untuk menyampaikan nilai-nilai tersebut akan lebih mudah jika dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, orang tua juga harus memberikan contoh yang baik agar anak lebih mudah untuk menirunya. 

8. Ajari Anak tentang Kedisiplinan

Meskipun kasih sayang dari orang tua sangat diperlukan oleh anak, tapi tetap saja harus menerapkan disiplin. Justru dengan membiarkan anak melakukan apapun yang disukainya dapat berdampak menjadi manja dan tidak bisa bertanggung jawab atas setiap perbuatannya.

Semakin dini mengajarkan untuk disiplin, anak akan tumbuh menjadi orang yang bertanggungjawab. Contoh sederhananya mengajarkan anak untuk makan dan tidur tepat waktu. Bahkan, tidak ada salahnya juga untuk membuat jadwal harian anak. 

Demikian penjelasan mengenai peran orang tua yang dibutuhkan untuk kehidupan anak. Dari penjelasan ini bisa diambil kesimpulan jika karakter anak dibentuk dari didikan dan peran orang tua. Begitu juga sebaliknya, jika orang tua tidak melakukan perannya dengan baik, karakter yang terbentuk juga tidak baik.

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Most Share

To Top