Dalam usahanya mengurangi angka kematian anak, Indonesia adalah salah satu negara di kawasan Asia-Pasifik yang berada di peringkat teratas. Itulah hasil penelitian dari Save the Children yang dimuat harian ABC Australia pada tahun 2013. Ya, tingkat kematian anak di Indonesia telah berkurang sebanyak 40 persen selama dekade terakhir. Namun, tentu saja kita memerlukan hal yang lebih menyeluruh agar dapat mengentaskan hal yang mengerikan ini. Dan tahukah Anda? Kita dapat mengambil bagian dalam gerakan ini.
Bagaimana Caranya Mengambil Bagian
Saya hanya bisa melihat layar komputer atau smartphone. Apa yang bisa saya lakukan?”
Justru karena Anda ada di depan layar, maka Anda bisa menjadi bagian dari gerakan sosial ini. Hanya dengan mengisi petisi online Kampanye 7 Menit melalui http://aksi.savethechildren.or.id, Anda dapat membawa perubahan besar.
Savethechildren memerlukan setidaknya 28.000 partisipasi agar dapat mengajukan kepada pemerintah untuk meningkatkan anggaran APBN sebesar 5%. Alokasi ini ditujukan untuk sektor kesehatan yang pengalokasiannya adalah agar bagi ibu hamil agar mendapatkan jaminan kesehatan nasional (BPJS). Sokongan ini membantu Ibu sehingga dapat melahirkan dengan didampingi tenaga kesehatan terlatih di fasilitas kesehatan yang sesuai dengan standar.
Mengapa Hal Ini Penting
Beberapa pihak percaya bahwa meningkatkan intervensi kesehatan adalah cara terbaik untuk mencapai hal ini. Pihak yang lain menunjuk ke arah penguatan sistem kesehatan secara komprehensif. Sementara itu, terdapat juga kelompok yang percaya bahwa pembangunan ekonomi secara keseluruhan lebih penting daripada tindakan yang spesifik.
Untuk di Indonesia, ternyata pertumbuhan ekonomi yang pesat tidaklah tidaklah cukup. Meski memang meningkatkan intervensi kesehatan dan investasi dalam kualitas pelayanan kesehatan juga penting untuk perbaikan kelangsungan hidup anak.
Indonesia memiliki lebih dari 8000 pusat kesehatan masyarakat yang mengawasi intervensi kesehatan masyarakat dan memberikan perawatan primer. Strategi utama Indonesia adalah dengan memastikan perawatan yang lebih baik bagi anak-anak melalui Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada tahun 1997. Untuk promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, pusat kesehatan masyarakat bergantung pada Pusat Kesehatan TErpadu (Posyandu), yang dikelola oleh relawan kesehatan, diawasi oleh perawat atau bidan desa mengunjungi. Posyandu menyediakan pemantauan pertumbuhan, konseling gizi, pendidikan kesehatan dan pelayanan imunisasi. Untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak, bidan desa menjamin perawatan antenatal, persiapan persalinan, kehadiran terampil lahir dan postnatal bagi ibu dan bayi baru lahir. Tapi program rumah sakit untuk mengurangi kematian ibu dan bayi tidak begitu didukung intervensi perawatan kesehatan primer.
Data kematian, status gizi dan kesehatan dan cakupan intervensi tersedia dari survei sosial ekonomi tahunan dan survei demografi dan kesehatan (DHS), yang dilakukan setiap 5 tahun. Survei ini menyediakan data tentang keluarga berencana, kesehatan reproduksi dan pelayanan kesehatan anak. Kedua survei digunakan untuk menghasilkan perkiraan angka kematian anak dan perkiraan ini menunjukkan bahwa tingkat perbaikan telah memperlambat selama dekade terakhir.
Selama ini, kehadiran tenaga kesehatan terampil, tingkat kelahiran, dan imunisasi telah meningkat. Namun, pemberian oralit untuk anak-anak dengan diare telah menurun, dan pemberian ASI eksklusif anak kurang dari 6 bulan usia telah jatuh dari 40% pada tahun 2002 menjadi 32% di tahun 2007. Inisiatif rumah sakit bayi-ramah, yang harus mempromosikan dini dan ASI eksklusif di semua layanan bersalin, hanya direvitalisasi setelah bertahun-tahun diabaikan, dan Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI hanya telah diimplementasikan secara parsial.
Sulit untuk memastikan akses yang adil ke perawatan di semua pulau di Indonesia. Distribusi tenaga kesehatan ke daerah pinggiran telah cukup. Daerah perkotaan Jawa kelebihan pasokan dengan dokter, tetapi puskesmas di daerah terpencil sering kurang dokter dan rumah sakit kabpaten kekurangan dokter spesialis penting seperti dokter kandungan dan perawat. Selain itu, bidan memiliki kewenangan terbatas untuk meresepkan dan mengeluarkan obat, meskipun adopsi MTBS dan model bidan desa meliputi pengobatan pneumonia dengan antibiotik oleh perawat terlatih dan manajemen medis komplikasi persalinan. Peraturan untuk pengalihan tugas ini sedang dikembangkan.
Di banyak daerah, bayi baru lahir tidak dibawa keluar dari rumah selama 40 hari setelah persalinan. Jika neonatus sakit, atau memiliki faktor risiko seperti berat badan lahir rendah, mereka bisa mati di rumah tanpa terlihat oleh petugas kesehatan. Kebijakan nasional telah menyediakan dua kunjungan kesehatan postpartum untuk ibu dan bayi – satu di minggu pertama dan kedua dalam bulan pertama. Indonesia kini memperkenalkan kunjungan tambahan selama 48 jam pertama setelah lahir.
Indonesia menghadapi tantangan dalam menyediakan layanan berkualitas kepada penduduknya. Sementara itu, setiap anak perlu memiliki akses ke petugas kesehatan yang dapat dipercaya dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Inisiatif peningkatan kualitas yang lebih lambat dan lebih rumit, tetapi penting untuk mendukung pemerintah demi kelangsungan hidup anak di semua tingkat pelayanan kesehatan. Pertumbuhan ekonomi memang penting, tetapi bukan satu-satunya faktor pendukung hasil kesehatan yang lebih baik.
