Parenting

Mengenalkan Pendidikan Seks Sejak Dini

pendidikan seks

Di era digital saat ini, degradasi moral menjadi ancaman. Bagaimana tidak, kini kerap dikabarkan remaja atau anak di bawah umur yang melakukan seks bebas sebelum menikah.

Salah satu penyebab maraknya free seks di Indonesia adalah pengaruh globalisasi dan kecanggihan teknologi yang tidak terfilter dengan baik. Akibatnya banyak video asusila yang bebas berkeliaran di internet. Ditambah lagi lengahnya pengawasan orang tua menyebabkan anak-anak ataupun remaja bebas mengakses tontonan yang tidak layak tersebut.

Akibat tontonan dan pengaruh lingkungan yang kurang baik, rasa penasaran anak semakin tinggi. Hal itu membuat mereka berani melakukan hubungan seks sebelum menikah.

Penyebab lain maraknya free seks adalah kurangnya pendidikan seks. Anak pun jadi tidak tahu apa akibat dan bahaya free seks.

Oleh karena itu, kita sebagai orang tua perlu memberikan pendidikan seks kepada anak sejak dini. Pendidikan seks bukanlah hal tabu ya, Bunda. Jadi, kita tidak perlu sungkan melakukannya.

Lalu bagaimanakah memberikan pendidikan seks kepada anak? Berikut diuraikan penjelasannya:

Pendidikan Seks untuk Anak 2-3 Tahun

Pada usia 2-3 tahun, Bunda bisa mulai memberikan pendidikan seks dengan memberi tahu alat reproduksi kepada anak. Ingat ya, Bunda, sebut nama alat reproduksi sesuai aslinya, jangan disamarkan.

Tetaplah menyebut penis untuk alat kelamin laki-laki. Jangan diganti dengan burung. Tetaplah pula menyebut vagina untuk alat kelamin perempuan. Jangan diganti dengan apem atau dompet, misalnya. Ini penting agar anak tidak bingung dengan nama organ tubuhnya.

Pendidikan Seks untuk Anak 3-4 Tahun

Pada usia 3-4 tahun mungkin si kecil sudah semakin banyak bertanya. Bisa saja ia menanyakan dari manakah bayi berasal, mengapa bayi bisa berada di dalam perut ibu.

Untuk pertanyaan tersebut, Bunda harus menjawabnya dengan kalimat yang sederhana. Sesuaikan penjelasan dengan usia anak, sehingga lebih dimengerti oleh anak.

Misalnya, Bunda bisa menjawab bahwa di dalam perut seorang ibu ada tempat yang bernama rahim. Nah, di dalam rahim bayi akan tinggal selama 9 bulan. Setelah itu, bayi akan dilahirkan ke dunia.

Pendidikan Seks untuk Anak 5-6 Tahun

Pada usia 5-6 tahun biasanya anak mulai mempertanyakan bagaimana ia beserta adik dan kakaknya ada di dunia ini sebelum ada di rahim seorang ibu. Bunda bisa menjelaskannya bahwa mereka ada karena ayah dan ibu yang “membuatnya” dengan cara yang spesial.

Jika anak masih terus bertanya, maka hendaknya beri penjelasan yang lebih detail tetapi tetap harus dimengerti oleh anak.

Itulah contoh pendidikan seks yang bisa diberikan kepada anak usia dini. Namun, pendidikan seks hendaknya tidak diberikan hanya pada saat usia dini saja. Pendidikan seks tetap perlu diberikan seiring perkembangan anak.

Seiring berkembanganya usia, misalnya pada saat masuk Sekolah Dasar di rentang usia 6-12 tahun, anak mungkin saja bertanya mengenai hal-hal yang lebih kompleks. Contohnya bertanya tentang hubungan badan, ereksi, mimpi basah, menstruasi, sperma, ovum, dll. Jadi, jangan kaget ya, Bunda.

Untuk anak kelas tinggi, Bunda bisa menjelaskan bahwa hubungan badan adalah hubungan yang dilakukan oleh suami istri dengan mempertemukan alat kelamin mereka yaitu venis dan vagina. Nah, penis akan menghasilkan sperma. Jika sperma bertemu dengan sel telur (ovum) yang cocok maka akan menghasilkan bayi.

Menjelaskan hubungan badan bukan berarti menyuruh atau menginspirasi anak melakukann ya, tapi agar mereka mengerti dan rasa ingin tahunya terjawab.

Setelah menjelaskan hal tersebut, Bunda bisa memberi penguatan bahwa mereka harus menjaga alat kelaminnya. Artinya, tidak boleh ada yang menyentuh selain dirinya sendiri ataupun orang tua (ibu dan ayah) di saat tertentu.

Bunda juga bisa menambahkan bahwa hubungan badan hanya boleh dilakukan oleh suami istri yang sah. Selain suami istri, tidak boleh ada yang melakukannya karena itu bisa berdosa. Selain itu bisa mengakibatkan tertular penyakit.

Jangan lupa ya, Bunda, untuk selalu bersikap  terbuka ketika anak bercerita tentang alat kelamin atau bagian tubuhnya yang seiring waktu mengalami perubahan. Jangan mengolok-olok atau menabukan ceritanya. Ini penting agar anak merasa bebas berbicara dengan orang tuanya.

Dari cerita anak, kita pun bisa memantau pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Sekaligus juga menghindarkan anak dari free seks maupun kejahatan seksual yang rentan terjadi.

Narasumber: Rumba123

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

Ini Cara Memberikan Pendidikan Seksual Pada Anak Sesuai Tahap Perkembangannya

Tidak ada lagi istilah tabu dalam membicarakan tentang masalah seksual di hadapan anak. Sejak dini orangtua sudah harus waspada tentang masalah ini karena kejahatan seksual semakin marak akhir-akhir ini.

Anak-anak semakin mudah mengakses internet dan membuka hal-hal yang tidak sepatutnya mereka lihat. Pengaruh teman sebaya juga sangat besar. Kata-kata yang diucapkan oleh teman sebaya seringkali di ‘copas’ begitu saja oleh anak-anak kita tanpa mereka tahu apa artinya. Tugas orangtualah untuk selalu menyaring dan memberikan pemahaman yang benar pada anak.

Untuk memberikan pendidikan seksual pada anak, sebaiknya kita memahami dahulu bagaimana tahapan perkembangan anak secara keseluruhan untuk tiap usia anak. Berikut adalah cara memberikan pendidikan seksual pada anak sesuai dengan tahap perkembangannya :

Usia 2- 3 tahun

Pada usia ini kosa kata anak mulai bertambah. Anak-anak mulai menirukan kata-kata yang ia dengar dari orang-orang di sekitarnya. Dia mulai memahami bahwa setiap wujud benda pasti memiliki ‘nama/sebutan’.

Orangtua sebaiknya mengenalkan alat kelamin pria dan wanita dengan nama yang sebenarnya, yakni ‘penis’ dan ‘vagina’, bukan dengan istilah-istilah lain. Hal ini dimaksudkan agar anak tidak bingung dan salah persepsi, dan mengajarkan pada anak bahwa alat kelamin bukan untuk diejek atau dipermainkan.

Usia 3-4 tahun

Pada usia ini anak mulai bertanya “ Kok punya aku beda ama punya kakak?”, “ Kok bisa ada adik bayi?”. Berikan penjelasan dengan ‘bahasa anak’, bukan dengan bahasa yang rumit, misalnya : “Adik bayi itu dari dalam perut mama, awalnya kecil sekali lalu lama-lama menjadi besar dan siap untuk keluar ke dunia ini”.

Selain memberikan penjelasan bisa juga dengan menunjukkan contoh tantenya atau siapapun yang sedang mengandung anaknya, karena pada usia ini anak lebih mudah mencerna dengan melihat langsung.

Usia 5-6 tahun

Pada usia ini anak sudah mulai bisa diberikan penjelasan yang lebih kompleks misalnya dengan menyebutkan tentang bagian rahim seorang wanita. Penjelasan bisa dilakukan dengan menunjukkan sebuah gambar.

Orangtua bisa mengatakan “ Di dalam perut mama itu seperti ini keadaannya, ini namanya rahim, ini namanya indung telur, adik bayi nanti bobo di sini selama 9 bulan”.

Usia 6-7 tahun

Pada usia ini kita mulai mengenalkan tentang hubungan antara laki-laki dan wanita, tentang konsep pernikahan, konsep keluarga, misalnya “ Papa dan mama harus menikah dulu baru boleh punya adik bayi”, mungkin bisa dikaitkan dengan konsep agama.

Anak-anak juga selalu diingatkan untuk menjaga miliknya, misalnya : “Tidak boleh ada yang memegang kamu dari bagian leher ke bawah selain mama atau papa”. Selain itu, tentang kebersihan juga harus selalu kita ingatkan.

Usia 8-9 tahun

Pada usia ini biasanya anak-anak sudah mulai mendengar tentang hal-hal seksual dari teman-temannya. Agar tetap terpantau, orangtua harus selalu menjaga kedekatan emosional dengan anak sehingga anak mau selalu terbuka.

Katakan pada anak jika ingin mengetahui segala hal tentang seksual, anak bisa bertanya pada orangtuanya. Pada masa ini, orangtua sudah mulai harus menjelaskan dengan lebih detail tentang hubungan antara pria dan wanita, misalnya tentang bertemunya sel sperma dan sel telur, tentang penyakit seksual, tentang pelecehan seksual, dan lain sebagainya. Ajarkan bahwa kita harus selalu menjaga teman-teman kita dan tidak boleh mengejek fisik anak lain.

Usia 9-11 tahun

Pada usia ini anak mulai masuk ke masa pubertas. Perubahan pada tubuh mulai dirasakan oleh anak seperti tumbuh jakun, payudara, rambut , dan lainnya. Orangtua mulai bisa menjelaskan tentang menstruasi pada anak perempuan atau mimpi basah pada anak laki-laki.

Setiap perubahan yang dirasakan oleh anak sebaiknya selalu didiskusikan bersama sehingga anak tidak mencari tahu dari media atau orang lain. Konsep pacaran juga sudah mulai diberikan pemahaman pada anak.

Usia 12 tahun ke atas

Pada usia ini anak sudah mulai paham tentang interaksi antara lawan jenis dan ada beberapa dari anak-anak yang sudah mulai berpacaran. Tentunya kontrol orangtua harus semakin ketat.

Orangtua harus selalu mengingatkan bahwa “tidak boleh menyentuh bagian tubuh orang lain”, “harus menghargai orang lain”, “tidak boleh memaksa”, dan lain sebagainya. Lakukan pendekatan pada anak dengan lembut, tanpa kekerasan, karena semakin kita keras pada anak, mereka akan semakin membangkang dan akan sengaja melakukan hal-hal yang dilarang.

Ingatkan selalu anak-anak untuk :
~ Mengganti pakaian dalam dua kali sehari
~ Menjaga kebersihan alat kelamin, yakni mencucinya setiap selesai buang air kecil
~ Harus meminta ijin saat masuk kamar orang
~ Jika memiliki masalah pada wajah sebaiknya pergi ke dokter kulit, tidak memakai obat sembarangan
~ Sebaiknya tidak memakai pakaian yang terlalu ketat
~ Rajin menggunting kuku
~ Menggunakan bra bagi remaja wanita
~ Memakai pakaian yang sopan
~ Tidak pergi berduaan dengan teman lawan jenis
~ Selalu terbuka pada orangtua

ditulis oleh:
Natalia, M.Psi. Psikolog Anak dan Remaja
Psikolog Anak lulusan Magister Profesi Psikologi Klinis Anak UI. Memiliki pengalaman pada terapi perilaku, emosi, dan anak berkebutuhan khusus.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

Tips Mencegah Kejahatan Seksual pada Anak

Beberapa waktu lalu banyak terjadi kasus pelecehan seksual pada anak. Aksi pelecehan seksual yang terjadi tersebut mungkin menyebabkan banyak orangtua jadi paranoid.

Menurut data dari Komnas PA, dari 10 laporan kekerasan pada anak, 8 di antaranya adalah kasus kejahatan seksual dan 80% korban adalah anak perempuan.

Orangtua yang baik sudah semestinya harus waspada terhadap keselamatan anak. Selain penddikan, kesejahteraan, dan kasih sayang, orangtua harus bisa menjadi tempat berlindung anak-anak.

Berikut ini tips dari Seto Mulyadi  atau yang lebih akrab disapa kak Seto seperti dikutif dari female.kompas.com

1. Edukasi seksual sejak dini
Selama ini, obrolan seputar seksual dianggap tabu untuk anak-anak. Namun, Seto mengatakan, edukasi seksual seharusnya dilakukan sejak dini.”Edukasi seksual sebaiknya diberikan untuk anak di atas lima tahun,” sarannya.

Namun, aturlah penggunaaan kata-kata dan cara menyampaikannya dengan cara yang bisa diterima dan diingat oleh anak.

2. Komunikasi
Komunikasi adalah salah satu kunci utama untuk meningkatkan keharmonisan keluarga, dengan membangun suasana yang hangat dan nyaman, supaya anak-anak akan merasa aman dan bebas bicara.

3. Jadilah sahabat anak
Orangtua harus bisa menjadi sahabat anak. Dengan demikian, anak merasa bebas bercerita apa saja dan kapan saja pada Anda. Memiliki orangtua yang akrab dan terbuka, anak akan merasa memiliki teman terbaik yang bisa membuat mereka tidak merasa sendiri.

 

Selain itu, infografis singkat yang Jawa post ini bisa menjadi tips sedehana buat para orang tua.

anakhidari
untuk mengantisipasi dan melindungi anak, inilah saran dan petunjuk dari ayahbunda.co.id yang penting untuk orang ketahui yaitu:

Gunakan istilah sebenarnya
Ketika Anda mengajari anak, “Ini namanya hidung, yang ini kaki”, perkenalkan juga alat kelamin dengan istilah asli. Biasakan menyebut ‘penis’ untuk anak laki-laki dan ‘vagina’ untuk anak perempuan –tidak ada bedanya dengan menyebut organ tubuh lain. Pembiasaan menggunakan istilah asli adalah langkah pertama pendidikan seks anak. Ketika jika suatu waktu anak mengalami kejahatan seksual, ia bisa mengomunikasikannya dengan bahasa yang dipahami orang lain.

Ajarkan konsep privasi
Beritahu anak bahwa tidak semua orang boleh melihat, apalagi menyentuh alat kelaminnya. Ajarkan padanya siapa saja yang boleh, dan dalam situasi apa. Misalnya, boleh oleh dokter saat memeriksa, atau pengasuh saat memandikan. Anda pun harus mendukung anak dalam menjaga privasinya, misalnya dengan tidak menelanjangkan anak di tempat umum ketika berganti baju di pinggir kolam renang atau pantai, misalnya. Biasakan mengajak anak mengganti bajunya di ruang tertutup, meski untuk itu Anda mungkin akan lebih repot. Hindari pula mengunggah foto anak tanpa busana di situs jejaring sosial. Anda tidak pernah tahu akan adanya ancaman predator yang bergerilya di dunia maya.

Bedakan jenis sentuhan
Ajarkan pada anak mengenai sentuhan di tubuhnya. Ada tiga jenis sentuhan yang perlu anak ketahui: 1. Sentuhan baik dan boleh, yaitu sentuhan dari orang lain menggunakan tangan yang dilakukan di bagian tubuh di atas bahu dan di bawah lutut, yang merupakan sentuhan karena kasih sayang, seperti membelai kepala dan mencubit pipi. 2. Sentuhan harus waspada, karena membingungkan untuk menilainya sebagai bermaksud sayang atau napsu, yang merupakan sentuhan di bawah bahu hingga atas lutut tubuh anak. 3. Sentuhan jelek dan terlarang, yaitu orang lain menyentuh bagian tubuh yang tertutup pakaian renang. Bila ada yang melakukan sentuhan di area ini, anak harus berani menolak dan berkata tegas, misalnya dengan bilang, “Jangan begitu!”

Hargai pendapat anak
Saat anak tidak mau bersalaman dengan teman Anda yang baru dikenalnya, biarkan saja. Tidak perlu dibujuk terus-terusan, apalagi langsung dimarahi, agar ia berubah pikiran. Hargai kemampuan anak untuk bilang tidak. Kemampuan ini merupakan latihan, akan ada momen-momen di kemudian hari saat mereka harus berani berkata “Tidak!” –termasuk saat merasa terganggu jika ada yang menyentuhnya.

Percaya naluri Anda
Jika seseorang membuat Anda tidak nyaman, itu adalah alasan yang cukup untuk menjaga anak menjauhinya. Saat Anda merasa ragu saat akan menitipkan anak pada seseorang, bahkan pada teman Anda, jangan lakukan. Tak jarang naluri ibu memang bisa ‘mengendus’ sesuatu yang tidak benar, bukan?

Pisahkah tidur
Pisahkah tidur kakak dan adik terutama jika berbeda jenis kelamin. Semakin dini dilakukan, semakin baik. Saat tidur, tersingkapnya pakaian sangat mungkin terjadi, dan hal tersebut bisa menimbulkan hasrat seksual, sekalipun dengan saudara kandung.

Wajib waspada
Wajib waspada terhadap orang dewasa yang mencoba menghabiskan waktu hanya berdua dengan anak, bahkan jika orang tersebut Anda kenal. Menurut riset di Assosiasi Psikolog Amerika Serikat, 90% dari kasus pelecehan seksual yang terungkap, ternyata pelakunya merupakan orang yang dikenal korban. Bahkan, 30% di antaranya masih memiliki hubungan keluarga! Hanya 10% pelaku yang betul-betul orang asing bagi korban.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Most Share

To Top