Extra

Mengenal Kolik pada Bayi, Kondisi yang Bikin si Kecil Rewel

Kolik pada bayi sering kali membuat orang tua panik dan kewalahan. Pada kondisi ini, bayi biasanya akan lebih sering menangis, rewel, dan sulit tidur nyenyak. Kolik akan mencapai puncaknya pada 6 minggu pertama kehidupan bayi dan menurun secara signifikan saat usianya menginjak 3 sampai 4 bulan.

Dilansir situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kolik paling sering ditemukan pada bayi berumur 2 minggu hingga 4 bulan. Oleh karenanya, istilah medis lain untuk kondisi ini adalah sindrom 4 bulan atau kolik infantil. Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa 1 dari 4 bayi yang baru lahir berisiko mengidap kolik.

Dalam praktiknya, terdapat tiga aturan dasar yang dipakai untuk mendefinisikan kolik pada bayi, yaitu:

1. Tangisan bayi yang berlangsung selama lebih dari 3 jam dalam sehari

2. Tangisan bayi yang terjadi selama lebih dari 3 hari dalam seminggu

3. Tangisan bayi yang terjadi selama lebih dari 3 seminggu.

Pada kebanyakan kasus, kolik akan hilang sendiri dan tidak memiliki dampak negatif terhadap kesehatan bayi. Namun, kondisi ini sering kali membuat orang tua merasa cemas. Untuk itu, simak pembahasan lengkapnya agar Bunda lebih mengenal kolik, gejala, serta cara penanganan yang tepat saat menghadapi kondisi tersebut.


Tanda-Tanda Bayi Kolik

Menangis dan rewel adalah sesuatu yang wajar pada bayi, khususnya di tiga bulan pertama kehidupannya. Namun, beberapa tanda atau gejala yang dilansir Mayo Clinic berikut ini dapat dijadikan patokan dalam mengidentifikasi apakah bayi mengalami kolik atau tidak.

  1. Bayi menunjukkan tangisan intens, yang terdengar seperti teriakan atau ekspresi kesakitan.
  2. Bayi menangis tanpa alasan yang jelas, tidak seperti saat mereka mengekspresikan rasa lapar atau keinginan untuk berganti popok.
  3. Meski sudah berhenti menangis, bayi tetap menunjukkan tingkat kerewelan yang ekstrem.
  4. Bayi hanya menangis di waktu-waktu tertentu, terutama saat sore atau malam hari menjelang tidur.
  5. Terjadi perubahan warna pada wajah bayi, yang tampak memerah atau terlihat pucat di sekitar mulutnya.
  6. Tubuh bayi tampak menegang dan menunjukkan gerakan seperti menarik kaki ke perut atau menjadi kaku, lengan yang kaku, tangan yang mengepal. punggung yang terlihat melengkung, atau perut yang terasa mengeras.
  7. Terdengar suara bergemuruh di perut bayi.
  8. Bayi sangat sulit untuk ditenangkan.

Semua tanda itu terkadang akan langsung mereda, segera setelah bayi buang air besar atau kentut. Akumulasi gas di perut bayi dapat disebabkan oleh udara yang tidak sengaja tertelan saat mereka menangis.


Penyebab Kolik pada Bayi

Sayangnya, tidak ada penjelasan pasti soal mengapa bayi bisa mengalami kolik. Teori umum hanya mengungkap bahwa kolik dapat dipicu oleh beberapa faktor, termasuk sistem pencernaan bayi yang belum sempurna ataupun alergi. Untuk itu, simak di bawah ini beberapa penyebab umum kolik pada bayi yang dipaparkan oleh IDAI.

Alergi Protein Susu Sapi

Alergi protein susu sapi dapat memicu kolik pada sebagian bayi. Untuk memastikannya, Bunda bisa mengecek riwayat alergi keluarga terdekat, seperti misalnya paman, tante, kakek, dan nenek.

Adapun cara lain untuk mengecek dugaan alergi pada bayi adalah dengan melihat apakah ada ruam di kulitnya, khususnya di area pipi. Bayi yang alergi protein susu sapi biasanya akan memiliki kulit pipi yang terasa bersisik.

Intoleransi Laktosa

Bunda dapat menemukan unsur laktosa, baik itu dalam susu formula ataupun ASI. Dalam prosesnya, enzim laktase dalam usus bayi akan mencerna laktosa dan mengubahnya jadi galaktosa dan glukosa; keduanya dibutuhkan dalam proses metabolisme tubuh.

Perkembangan sistem pencernaan bayi belum sempurna, karena itu beberapa dari mereka bisa mengalami intoleransi laktosa. Penyebab umum dari kondisi tersebut adalah karena asupan laktosa yang berlebihan atau kerja enzim laktase di usus bayi yang belum optimal.

Jika kolik pada bayi dipicu oleh intoleransi laktosa, kondisi ini biasanya disertai gejala lain seperti kulit di sekitar area anus yang terlihat memerah. Selain itu, terdengar bunyi krucuk-krucuk di perut, tinja berbentuk encer dan berbau asam, serta masalah perut kembung.

Refluks Gastroesofagus (GER)

Bayi baru lahir memiliki katup antara lambung dan kerongkongan yang belum berfungsi optimal. Akibatnya, ketika lambung bayi terisi susu, katup tersebut tetap terbuka dan memicu adanya aliran balik ke kerongkongan. Selain itu, proses pengosongan lambung bayi juga masih berjalan lambat, sehingga semakin memperbesar risiko aliran balik terjadi—yang dalam kehidupan sehari-hari disebut gumoh.

Kondisi Emosional Ibu dan Faktor Lingkungan

Beberapa ahli percaya bahwa kolik juga berkaitan erat dengan kondisi mental ibu dan faktor lingkungan. Menurut hasil studi yang diterbitkan oleh National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine, ibu dengan gejala depresi postpartum lebih mungkin memiliki bayi mengidap kolik dibandingkan yang tidak.

Hal ini karena ibu yang mengalami depresi postpartum umumnya mempunyai tingkat interaksi yang lebih rendah dengan bayinya. Maka itu, untuk merespons kebutuhannya akan kehangatan sentuhan ibu, bayi akan menangis secara berlebihan—yang akhirnya memicu kolik.

Selain kondisi emosional ibu, faktor lingkungan juga dapat membuat bayi mengidap kolik. Beberapa bayi membutuhkan waktu lebih lama untuk beradaptasi dengan lingkungan di luar rahim. Dalam proses adaptasi itu, bayi tentu akan merasakan ketidaknyamanan yang sering kali mereka respons dengan cara menangis dan rewel.

Penyebab Lain yang Dapat Memicu Kolik pada Bayi

Menurut beberapa teori dan pendapat, kolik juga bisa dipicu oleh beberapa faktor seperti berikut ini.

Pola Makan Ibu

Makanan tertentu dalam pola makan ibu juga bisa membuat bayi terserang kolik. Studi menemukan bahwa makanan tertentu yang dikonsumsi ibu menyusui, seperti brokoli, susu sapi, bawang, cokelat, dan kubis, dapat memicu kolik pada bayi.

Kandungan Kafein dan Nikotin dalam ASI

Kandungan kafein dan nikotin dalam ASI juga dikaitkan dengan masalah iritabilitas (sering menangis dan waktu tidur yang singkat) pada bayi. Hal ini karena bayi belum mampu membuang kedua zat tersebut secara efisien dari tubuhnya, sehingga itu memicu reaksi kolik.

Reaksi Bayi Terhadap Perasaan Kenyang

Beberapa bayi dapat memiliki reaksi yang berlebihan terhadap sensasi gas atau rasa kenyang yang baru pertama kali dirasakannya. Mereka mungkin menafsirkan perasaan tersebut sebagai sesuatu yang menyakitkan atau ketidaknyamanan. Kondisi inilah yang kemudian dapat memicu serangan kolik pada bayi.

Cara Mengatasi Kolik

Meski kolik akan hilang seiring pertambahan usia bayi, para orang tua tentunya tetap ingin tahu cara paling tepat untuk menangani kondisi tersebut. Karena itu, mari cermati rekomendasi penanganan kolik yang tepat pada bayi dari situs The American Academy of Family Physicians, IDAI, dan Mayo Clinic berikut ini.

Berikan Probiotik pada Bayi

Uji klinis membuktikan bahwa probiotik Lactobacillus reuteri—dengan strain DSM 17938—dapat mengurangi gejala kolik. Pun, tidak ada efek samping yang dilaporkan atas pemberian jenis probiotik ini. Hasil uji klinis tersebut juga mencatat bahwa pemberian lima tetes Lactobacillus reuteri per hari dapat menurunkan kolik secara signifikan pada bayi ASI, membuat waktu menangis jadi lebih singkat 61 menit per hari dalam 21 hari.

Dari hasil penelitian itu, para ahli juga menyimpulkan bahwa Lactobacillus reuteri dari strain DSM 17938 bisa menjadi salah satu alternatif pengobatan kolik yang efektif untuk bayi ASI, tetapi tidak direkomendasikan untuk bayi yang diberi susu formula.

Berikan Obat Kolik untuk Bayi

Simethicone adalah salah satu jenis obat yang aman dan dijual bebas untuk meredakan kolik. Mengandung agen antiflatulen, obat ini sangat efektif dalam mengurangi atau mencegah tumpukan gas berlebih di usus, yang dapat menyebabkan masalah perut kembung.

Untuk bayi, pilihlah simethicone berbentuk drops. Kemudian, cek dosis pemberian yang tepat untuk anak dengan melihat keterangannya di brosur obat. Dosis obat umumnya ditentukan berdasarkan usia dan berat badan anak. 

Selain itu, selalu gunakan pipet atau spuit yang tersedia dalam kemasan saat menakar dosis obat. Jangan memakai sendok rumah ya, Bunda, karena itu tidak bisa memberikan takaran dosis yang tepat. 

Beberapa produk simethicone juga dapat dicampur langsung ke susu formula bayi. Namun untuk lebih jelasnya, pastikan kembali hal ini kepada apoteker ataupun dokter agar lebih aman.

Berikan Larutan Gula

Jika Bunda merasa ragu memberikan obat pada si kecil, cara alami ini bisa dicoba. Berikan larutan gula untuk menenangkan bayi yang sedang kolik. Rasa manis dari gula memiliki efek analgesik yang dapat membantu meredakan rasa sakit.

Untuk membuat larutan ini, campurkan 1 sendok teh gula pasir dengan 100 ml air hangat. Tunggu sampai air dingin, lalu berikan larutan itu dalam takaran 1-2 ml kepada bayi. Namun, sebelum memberikan larutan ini pada bayi, ada baiknya berkonsultasi dulu pada dokter ya, Bunda.

Lakukan Pijatan Lembut

Sentuhan yang lembut dan menenangkan juga dapat membantu meredakan kolik pada bayi. Hal ini karena kontak kulit ke kulit dapat membawa banyak manfaat bagi bayi.

Selain dapat membantu menghangatkan bayi secara alamiah, skin-to-skin contact juga membantu membangun ikatan yang lebih kuat antara ibu dan anak. Beberapa studi juga membuktikan bahwa bayi yang mendapatkan pijatan lembut dari sang ibu dapat tidur lebih pulas dan lebih jarang menangis.

Karena itu, cobalah berikan pijatan lembut pada wajah, lengan, kaki, punggung, dan dada bayi untuk memberinya kenyamanan. Untuk mengatasi kembung pada bayi, pijat perutnya dengan gerakan searah jarum jam. 

Kemudian, gerakan kedua kaki bayi secara bergantian selayaknya sedang mengayuh sepeda. Ulangi teknik memijat ini secara perlahan untuk membantu menenangkan bayi yang sedang kolik.

Susu Hipoalergenik untuk Bayi yang Alergi Susu Sapi

Jika bayi mengonsumsi susu formula dan ternyata alergi susu sapi, untuk sementara waktu gunakan produk yang bersifat hipoalergenik atau bebas laktosa. Namun, sebaiknya lakukan penggantian produk susu secara bertahap agar lambung bayi tidak kaget.

Caranya adalah dengan memberikan susu dari campuran formula biasa dan hipoalergenik selama empat hari. Setelah itu, bayi dapat mulai mengonsumsi susu formula hipoalergenik saja. Pemberian susu formula biasa dapat kembali dilakukan setelah bayi berumur tiga sampai enam bulan.

Hindari Makanan yang Mengandung Alergen bagi Ibu Menyusui

Ibu menyusui harus memperhatikan pola makannya karena beberapa bayi bisa sensitif terhadap makanan tertentu. Reaksi kolik pada si kecil bahkan dapat langsung terlihat paling cepat 2 jam setelah ibu mengonsumsi makanan yang mengandung alergen atau pemicu kolik.

Maka dari itu, sebaiknya ibu menyusui menghindari makanan yang berpotensi memicu kolik berikut ini.

  1. Produk susu dan berbagai jenis olahannya
  2. Kacang-kacangan
  3. Gandum
  4. Makanan atau minuman yang berkafein seperti cokelat, kopi, teh, dan jenis minuman ringan lainnya
  5. Makanan pedas atau yang dapat memicu iritasi lambung
  6. Makanan yang mengandung gas seperti bawang bombay, paprika, kubis, kembang kol, dan brokoli.

Perbaiki Pelekatan saat Menyusui

Pelekatan yang tidak tepat juga bisa membuat bayi mengalami kolik. Posisi menyusu yang salah akan membawa lebih banyak udara masuk ke dalam perut bayi dan membuatnya menderita kembung.

Memperbaiki cara bayi menyusu perlu dilakukan agar terhindar dari kolik. Pertama, peluk bayi dengan posisi hidung sejajar dengan puting. Kemudian, biarkan kepalanya miring sedikit ke arah belakang untuk membuat mulut bayi terbuka lebih lebar.

Setelah itu, pastikan dagu bayi sudah dapat menyentuh payudara. Jika bayi sudah mulai menyusu, pastikan areola bagian bawah atau area berwarna gelap kecokelatan yang mengelilingi puting masuk lebih banyak ke mulut bayi.

Bila pelekatan sudah tepat, bayi tidak akan mengeluarkan suara berdecak saat menyusu. Bayi juga akan menyusu secara perlahan dan tidak tampak tergesa-gesa.

Jangan Lupa untuk Menyendawakan Bayi

Agar tidak kembung dan terkena kolik, selalu sendawakan bayi setelah menyusu. Meski terlihat simpel, bersendawa dapat membantu menghilangkan udara yang tidak sengaja ditelan bayi saat menyusu. Nah, berikut ini 3 metode menyendawakan bayi yang direkomendasikan oleh Kids Health.

Metode 1

Duduk tegak, lalu peluk bayi di dada. Pastikan dagu bayi sudah bertumpu pada bahu ketika Bunda menopangnya dengan satu tangan. Kemudian dengan tangan yang lain, tepuk-tepuk punggung bayi dengan lembut.

Metode 2

Dudukkan bayi di pangkuan atau di atas kedua lutut Bunda. Topang dada dan kepalanya dengan satu tangan. Caranya adalah dengan menyangga dagu bayi di telapak tangan. 

Jadi, letakkan tumit tangan Bunda di dada bayi, tetapi berhati-hatilah. Sangga dagu bayi, bukan tenggorokannya. Kemudian gunakan tangan lainnya untuk menepuk punggung bayi dengan lembut.

Metode 3

Baringkan bayi dalam posisi tengkurap di atas pangkuan. Lalu sangga kepala bayi agar posisinya lebih tinggi daripada dadanya. Setelah itu, mulai tepuk-tepuk punggungnya dengan lembut.

Jika bayi mengonsumsi susu formula, sebaiknya sendawakan si kecil setiap habis minum 60 hingga 90 ml. Namun, apabila bayi tidak kunjung bersendawa setelah Bunda mencobanya selama beberapa menit, ubah posisi bayi dan coba lagi selama beberapa menit sebelum sesi menyusu berikutnya dilakukan.

Keluarkan Bunyi Ssshh… untuk Menenangkan Bayi

Untuk menenangkan bayi yang sedang kolik, gendong dan buatlah bunyi ssshh.. tepat di telinga si kecil. Keluarkan bunyi ssshh… sedikit lebih keras sambil terus menimang-nimang si kecil, ya.

Mengapa bunyi sshh… efektif untuk menenangkan bayi yang sedang kolik? Bayi terbiasa mendengar banyak gelombang suara sekaligus dalam satu waktu, dan bunyi ssshh.. dapat menghasilkan efek yang sama pada si kecil. Di sisi lain, bunyi itu juga dapat membuat bayi baru lahir merasa lebih aman, terlindungi, dan lebih dekat dengan sang ibu.

Demikian ulasan tentang kolik pada bayi dan cara tepat untuk mengatasi kondisi tersebut. Merawat bayi yang sedang kolik tentu sangat melelahkan dan bisa membuat stres, bahkan bagi orang tua yang sudah berpengalaman sekalipun.

Karena itu, jangan pernah menghakimi diri sendiri atau bahkan merasa gagal sebagai orang tua, saat bayi jadi lebih rewel dan sering menangis akibat kolik. Ingatlah, kolik tidak berbahaya dan akan membaik dengan sendirinya setelah bayi berumur 3 atau 4 bulan ya, Bunda.

Referensi:

Kids Health. Burping Your Baby. <https://kidshealth.org/en/parents/burping.html#:~:text=Burping%20helps%20to%20get%20rid,or%20seem%20cranky%20or%20gassy> diakses pada tanggal 28 Februari 2021.

United Kingdom National Health Service. Breastfeeding: positioning and attachment. <https://www.nhs.uk/conditions/baby/breastfeeding-and-bottle-feeding/breastfeeding/positioning-and-attachment/> diakses pada tanggal 28 Februari 2021.

American Family Physician. Infantile Colic. <https://www.aafp.org/afp/2004/0815/p735.html> diakses pada tanggal 1 Maret 2021.

Mayo Clinic. Colic. <https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/colic/symptoms-causes/syc-20371074#:~:text=Fussing%20and%20crying%20are%20normal,for%20three%20or%20more%20weeks> diakses pada tanggal 1 Maret 2021.

Johns Hopkins Medicine. Colic. <https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/colic> diakses pada tanggal 28 Februari 2021.

Better Health Channel. Colic. <https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/HealthyLiving/colic> diakses pada tanggal 2 Maret 2021.

IDAI. Kolik pada Bayi (Bagian 1). <https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kolik-pada-bayi-bagian-1> diakses pada tanggal 28 Februari 2021.

IDAI. Kolik pada Bayi (Bagian 2). <https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kolik-pada-bayi-bagian-2> diakses pada tanggal 28 Februari 2021.

National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine. Mothers’ postpartum psychological adjustment and infantile colic. <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2082735/#:~:text=Postpartum%20maternal%20depressive%20symptoms%20and,both%20the%20mother%20and%20infant> diakses pada tanggal 2 Maret 2021.

Terima kasih sudah berlangganan Sayangi Anak Extra. Untuk mengakses konten - konten Sayangi Anak Extra. Untuk membaca konten Sayangi Anak Extra. Silakan kunjungi kategory Extra pada website Sayangianak.com atau klik disini

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

Tugas dan Tanggung Jawab yang Wajib Dilakukan Sebagai Orangtua

Setiap orang tua mempunyai tugas dan tanggung jawab tersendiri terhadap anak. Mengingat masa depan anak berawal dari tanggung jawab dan tugas yang dilakukan oleh orang tuanya. Dengan kata lain, mempunyai anak yang baik, tentu orang tua wajib memenuhi hak-hak anak. 

Pada umumnya ada lima tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya yang harus dipenuhi. Kewajiban tersebut meliputi mengajarkan nilai-nilai agama, kepribadian dan lainnya. Selengkapnya mengenai apa saja kewajiban dan tugasnya, berikut penjelasan lengkapnya.

Mengajarkan Nilai-nilai Agama Kepada Anak Sedari Dini

Tugas dan kewajiban orang tua yang paling utama dan pertama yaitu mengajarkan nilai-nilai agama. Bahkan, ajaran ini harus diberikan kepada anak sejak dini agar saat menginjak remaja lebih mudah untuk mengarahkannya. 

Sedangkan untuk mengajarkan nilai-nilai agama bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti mengajar nya ke tempat ibadah, mengenalkan kitab suci dan mengajarkan doa harian. Saat anak masih kecil dan belum bisa menirukan, tapi dia akan merekamnya.

Membentuk Kepribadian Anak yang Baik

Kewajiban orang tua yang selanjutnya yaitu membentuk kepribadian anak. Mengingat orang tua merupakan pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak, Orang tua harus menanamkan kepribadian yang baik kepada anak sejak dini.

Kepribadian baik yang dimaksudkan yaitu nilai-nilai moral. Sedangkan untuk membentuk kepribadian yang seperti ini caranya cukup mudah, orang tuanya perlu memberikan kasih sayang yang penuh dan menciptakan lingkungan keluarga nyaman serta memberikan contoh. 

Menanamkan Nilai-nilai Sosial yang Patut Ditiru Kepada Anak

Menanamkan nilai-nilai sosial sejak dini juga menjadi salah satu tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Nilai-nilai sosial yang harus ditanamkan seperti menjaga kebersihan lingkungan, gotong royong, menjaga kedamaian, saling menghormati dan tolong menolong.

Jika sejak dini sudah diajarkan beberapa nilai sosial tersebut, anak akan tumbuh menjadi seseorang yang lebih peduli terhadap sesama terutama keluarganya. Tentu saja nilai-nilai sosial ini akan tetap dibawa hingga dewasa. 

Mengajarkan Anak Tentang Apa itu Tanggung Jawab

Tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap anak yang selanjutnya yaitu mengajarkan tanggung jawab. Setidaknya jika harus seperti ini sudah diajarkan sejak dini, kedepannya saat sudah dewasa anak akan lebih bertanggung jawab terhadap apa yang sudah dilakukannya.

Cara yang seperti ini bisa dilakukan dengan membuat batasan-batasan. Jadi, nantinya jika Anang melanggar batasan-batasan tersebut bisa diberikan hukuman atau penjelasan mengenai konsekuensi. Bahkan, Tidak ada salahnya juga untuk melibatkan anak dalam membuat Hukuman dan peraturan.

Mengajarkan Kemandirian

Tidak selamanya anak dapat bergantung dengan orang tuanya. Kenapa sejak dini penting untuk mengajarkan kemandirian terhadap anak. Lebih tepatnya kemandirian ini sudah bisa diajarkan saat anak mulai berusia 2 atau 5 tahun. 

Salah satu cara yang bisa diterapkan untuk mengajarkan kemandirian kepada anak yaitu mengajarkan keterampilan yang memang sesuai dengan usianya. Selain itu, ada juga untuk mengajarkan kepada anak jika mengendalikan emosi sangatlah penting. 

Membantu Anak Mengembangkan Bakatnya

Orang tua juga mempunyai tanggung jawab dan tugas untuk membantu anak dalam mengembangkan bakatnya. Dengan kata lain jika anak bisa mengembangkan bakatnya tentu dapat lebih mandiri ke depannya dan lebih bertanggung jawab.

Apalagi di usia tersebut anak belum memahami apa yang disukainya, sebagai orang tua bisa melihat dari apa yang paling sering dilakukannya. Jika melihat hal yang seperti itu, segera lakukan berbagai upaya untuk mengembangkan bakat tersebut dengan menyediakan berbagai media pendukung.

Dampak Negatif Orang Tua Tidak Melakukan Tugas dan Tanggung Jawabnya

Mengetahui apa saja tanggung jawab dan tugas orang tua terhadap anaknya, tentu kurang lengkap jika tidak mengetahui dampak negatif jika tidak melakukan tanggung jawab tersebut. Berikut ini beberapa dampak negatifnya yang bisa didapatkan.

Anak Akan Jadi Tidak Percaya Diri

Salah satu dampak negatif jika orang tua tidak melakukan tugas dan tanggung jawabnya terhadap anak yaitu kurang percaya diri, sehingga bisa menghambat keberhasilan. Anak yang seperti ini cenderung minder jika bergaul dengan orang yang ada di luar rumah. 

Lebih tepatnya orang yang seperti ini akan mengurangi interaksi dengan orang lain. Padahal yang namanya kehidupan bersosial menjalin interaksi dengan masyarakat sangat diperlukan, lagi menjelang dewasa hal tersebut sangat butuh..

Hubungan Anak dengan Orang Tua Tidak Terjalin

Dampak negatif lain yang didapatkan jika orang tua tidak melakukan tanggung jawabnya yaitu hubungan antara keduanya tidak terjalin dengan baik. Padahal sebenarnya orang tua menjadi tempat yang paling dibutuhkan anak untuk menceritakan pulang.

Jika hubungan antara keduanya tidak baik, maka tidak akan terjadi keterbukaan dan bisa menyebabkan emosional tidak dapat terkontrol. Ditambah lagi dengan perhatian orang tua yang tidak pernah diluangkan untuk anaknya, seperti ini akan lebih parah. 

Anak Bisa Mengalami Gangguan Perilaku

Tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap anak memang cukup banyak, bukan berarti tidak bisa dilakukan. Jika saja orang tua menyepelekan tugas dan tanggung jawabnya, Salah satu dampak negatifnya yaitu anak mempunyai kekuatan berlaku.

Saya saja suka membuat onar untuk menarik perhatian banyak orang, bullying terhadap temannya dan suka mencuri. Tanpa disadari sebenarnya anak melakukan hal-hal yang seperti itu agar orang tuanya lebih perhatian.

Itulah penjelasan mengenai beberapa tanggung jawab dan tugas orang tua terhadap anaknya yang wajib untuk dilakukan. Tentu jika tanggung jawab tersebut terpenuhi, berpengaruh penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak di masa depan dan bisa dikatakan sebagai modalnya.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

9 Peran Orang Tua Menangani Anak Usia Dini yang Wajib Diketahui

Anak usia dini yang membutuhkan perhatian khusus dari orang tuanya. Karena di usia tersebut anak sudah mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sehingga mudah terpengaruh. Di sinilah peran orang tua diperlukan untuk menangani anak usia dini. Karena apa yang dilakukan oleh orangtua pada proses tumbuh kembang anak selama usia dini, akan berpengaruh pada kemampuannya kelak.

Untuk itu, pada usia ini orang tua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendampingan maksimal kepada anak. Selengkapnya berikut ini peran-peran yang harus diterapkan. 

1. Menjadi Pengamat Anak

Salah satu peran orang tua dalam menangani anak usia dini yaitu menjadi pengamat. Peranan ini sangatlah diperlukan karena di usia tersebut, anak cenderung untuk melakukan apapun sesuai dengan keinginannya.

Tentu jika tidak dilakukan pengamatan, anak bisa keluar dari batas wajarnya. Apalagi di usia tersebut anak mudah terpengaruh dengan orang lain, tentu akan sangat beresiko. Di sisi lain, orang tua juga harus bisa memahami bagaimana permasalahan dan tanda-tanda yang terjadi pada anaknya. 

2. Jadi Pembimbing untuk Anak

Peran orang tua sebagai pembimbing memang sudah menjadi hal yang tidak asing lagi. Apalagi saat anak di usia tersebut mulai menghadapi berbagai masalah saat berinteraksi dengan teman di sekolahan atau lingkungan sekitarnya. 

Tentunya dalam menyikapi hal yang seperti ini, Orang tua harus mempunyai cara tersendiri. Misalnya saja dengan berusaha untuk menggali perasaan anak terkait masalahnya dan memahami masalah. Selebihnya orang tua hanya perlu memberikan arahan dan pengertian mengenai masalah tersebut.

3. Penghubung Anak

Menjadi penghubung anak dari berbagai permasalahan yang dialaminya juga menjadi peran orang tua. Tentunya dalam hal ini orang tua harus berusaha memahami bagaimana permasalahan yang berasal dari sumber lain. Hal ini dilakukan agar bisa mendapatkan informasi lebih jelas.

Informasi yang didapatkan bisa berasal dari berbagai sumber seperti teman, guru dan lainnya. Hal ini dilakukan agar orang tua tidak terfokus membela anak sebelum mengetahui kebenarannya. Sekalipun anak yang melakukan salah, Orang tua harus mengingatkan dan memberikan pengertian.

4. Membantu Anak Memecahkan Masalah dan Mengajarinya

Anak usia dini masih termasuk labil, sehingga belum terlalu bisa mengontrol emosionalnya. Begitu juga saat terjadi semua masalah sederhana dengan temannya, biasanya saya anak usia dini akan langsung melampiaskan emosionalnya tanpa berpikir terlebih dahulu.

Tentu sebagai orang tua dalam hal ini penting untuk memecahkan masalah tersebut dengan menerapkan beberapa hal. Seperti halnya mendampingi anak, mengarahkannya agar tidak melakukan hal yang buruk dan menjelaskan konsekuensi negatif dan positif terhadap apa yang dilakukan. 

5. Memberikan Dasar Pendidikan Bagi Anak

Peran orang tua menangani anak usia dini yang selanjutnya yaitu memberikan dasar pendidikan. Tentunya jika dasar pendidikan sudah diberikan sejak dini, maka akan semakin mudah anak mandarin ayah begitu juga dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari.

Dasar pendidikan yang wajib diberikan sejak kapan hari ini seperti budi pekerti, pendidikan agama, sopan santun, kasih sayang, mematuhi, estetika, rasa aman dan lain sebagainya. Selain itu, orang tua juga wajib untuk memberikan pola asuh yang tepat agar pertumbuhan anak lebih maksimal. 

6. Tidak Melakukan Hal Buruk di Depan Anak

Tidak melakukan hal buruk di depan anak juga menjadi salah satu peran orang tua yang wajib untuk dilakukan dalam menangani anak usia dini. Mengingat anak diusia tersebut merupakan sebaik-baiknya peniru, sehingga apapun yang dilakukan oleh orang tuanya akan langsung ditiru.

Maka dari dari itu, penting sekali untuk berhati-hati dalam berbuat apapun. Justru akan lebih baik lagi jika orang tua memberikan contoh yang baik di depan orang agar ditiru. Misalnya saja cara berinteraksi dengan orang yang lebih tua, melakukan tanggung jawab dan lainnya.

7. Menjadi Pendengar yang Baik

Salah satu cara yang bisa kita lakukan untuk menangani anak usia dini sebagai salah satu peran orang tua yaitu menjadi pendengar. Mengingat orang tua merupakan tempat pulang, sehingga harus bisa memberikan kenyamanan kepada anak dalam berbagai hal terutama bercerita.

Jangan terburu-buru memberikan respon, tapi biarkan anak bercerita hingga selesai. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar anak merasa dihargai dan perasaan didengarkan. Tidak ada salahnya juga dalam hal ini memberikan pujian, pelukan dan kasih sayang kepada anak. 

8. Bertanggung Jawab Memberi Kenyamanan untuk Anak

Upaya lain yang harus dilakukan orang tua dalam mewujudkan perannya yaitu memberikan kenyamanan. Kenyamanan yang diciptakan ini sangat diperlukan agar nantinya anak menjadikan orang tua sebagai sahabat terbaiknya dalam berbagai hal.

Bahkan, kenyamanan ini juga memberikan kesempatan kepada anak untuk tidak canggung bercerita kepada orang tuanya. Tentu dengan kondisi yang seperti itu, orang tua akan lebih mudah untuk memahami bagaimana karakter anak dan cara mengarahkannya. 

9. Meluangkan Waktu yang Cukup untuk Anak

Cara menangani anak usia dini yang selanjutnya yaitu meluangkan waktu. Entah itu belum kan waktu untuk menemani anak belajar atau sekedar bermain. Tentu jika orang tua bisa dijadikan sebagai teman, anak tidak akan merasa canggung dan tentunya nyaman.

Begitu juga sebaliknya, jika orang tua memberikan perhatian penuh terhadap anak, maka respon anak pada setiap arahan dan bimbingan orang tua menjadi lebih baik. Contohnya ajari anak bagaimana cara bersosialisasi yang baik, beretika dan lain sebagainya. 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

Maksimalkan Perkembangan Kognitif Anak Sebelum Ia Berusia 5 Tahun

Mempunyai anak yang dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal merupakan impian setiap orang tua. Inilah kenapa diperlukan upaya memaksimalkan tahapan perkembangan kognitif anak usia 0-5 tahun. Jadi, disini peran orang tua sangatlah penting dalam perkembangan kognitif anak.

Pahami Dulu Apa Itu Pengertian Kemampuan Kognitif Anak

Sebelum membahas mengenai cara yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan perkembangan kognitif anak, penting untuk mengetahui pengertiannya. Secara umum, kemampuan kognitif merupakan proses di mana anak dapat menerima pengetahuan dan informasi. 

Selain itu, kemampuan kognitif juga bisa diartikan sebagai keterampilan otak anak yang sangat diperlukan kan dalam menyelesaikan tugas sederhana sampai yang kompleks. Meskipun begitu, bukan berarti kemampuan tersebut dapat berkembang tanpa adanya upaya manusia. 

Inilah Kenapa sebagai orang tua penting untuk mengetahui kemampuan tersebut. Apalagi jika dibandingkan kemampuan yang dimiliki anak-anak dan orang dewasa sangatlah berbeda. Dengan kata lain, di sini orang tua harus memberikan dukungan atau stimulasi perkembangan kognitif. 

Cara Memaksimalkan Perkembangan Kognitif Anak 0-5 Tahun

Anak di usia 0-5 tahun mempunyai perkembangan kognitif yang berbeda. Contoh cara untuk memaksimalkan perkembangan tersebut di setiap tahunnya juga berbeda. Selengkapnya berikut ini penjelasan mengenai cara-caranya di setiap usia anak. 

1. Memaksimalkan Perkembangan Kognitif Usia 0-6 Bulan

Anak di usia 0-6 bulan sudah mulai menunjukkan kemampuannya dalam menunjukkan reaksi terhadap suara. Bahkan, di usia ini anak juga sudah mulai bisa mendekati sumber suara tersebut. Sedangkan untuk memaksimalkan perkembangan kognitifnya, terapkan beberapa cara ini.

  • Mengajak anak untuk berbicara agar dapat memastikan Apakah sudah bisa merespon dengan melihat wajah Anda.
  • Sering-seringlah membacakan buku kepada anak dan menunjuk gambarnya. 
  • Melakukan berbagai aktivitas yang tidak akan membuat bayi bosan dan rewel.
  • Berikan mainan dengan jarak jauh dan masih terlihat anak. 

2. Memaksimalkan Perkembangan Kognitif Usia 6-9 Bulan

Tahapan perkembangan kognitif anak usia 0-5 tahun, terutama di usia 5-9 bulan sudah mulai mempunyai kemampuan seperti menggenggam benda. Bahkan, di usia ini anak juga sudah bisa memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lainnya. Tentu untuk memaksimalkan perkembangan kognitif ini, terapkan beberapa cara berikut.

  • Saat anak mempunyai kemampuan atau keterampilan baru, berikan pujian.
  • Berikan mainan di sekeliling anak.
  • Membacakan buku kepada anak saat menjelang tidur atau waktu lainnya.
  • Memberikan permainan yang bisa meningkatkan kemampuan berpikir seperti memasukkan benda ke dalam lubang.
  • Mengajak anak untuk bernyanyi dan mendengarkan musik.

3. Memaksimalkan Perkembangan Kognitif Anak Usia 9-12 bulan

Anak di usia ini sudah bisa sudah mempunyai kemampuan membedakan benda sesuai dengan fungsinya. Misalnya saja cangkir untuk minum, sendok untuk makan dan lain sebagainya. Sedangkan untuk memaksimalkan perkembangan ini, orang tua wajib melakukan beberapa cara berikut. 

  • Memberikan anak berbagai mainan maupun benda.
  • Mengajak anak untuk bermain petak umpet dan bertepuk tangan.
  • Mengajak anak bermain mencari barang-barang yang hilang.
  • Mengajarkan pengetahuan baru mengenai sebab akibat. 

4. Memaksimalkan Perkembangan Kognitif Usia 1-2 tahun

Saat anak sudah berusia satu atau dua tahun, pengetahuannya mulai bertambah. Misalnya saja sudah memahami anggota tubuhnya. Bahkan, sudah paham mengenai benda-benda yang ada di sekitarnya. Sedangkan cara memaksimalkan perkembangan kognitif tersebut, berikut cara-caranya.

  • Mengajak anak untuk mewarnai gambar dengan bentuk tertentu.
  • Mengajak anak untuk mencari mainan yang disembunyikan. 
  • Sering-seringlah memberikan arahan kepada anak seperti ambil mainan itu.
  • Bisa juga memberikan arahan untuk memasukkan mainan ke dalam keranjang.

5. Memaksimalkan Perkembangan Kognitif Usia 3-4 Tahun

Saat anak sudah menginjak usia 3 sampai 4 tahun, biasanya sudah mulai bisa bermain dengan temannya. Namun, di usia ini belum bisa untuk berbagai mainan atau sejenisnya. Tentunya untuk memaksimalkan perkembangan tersebut, terapkan beberapa cara berikut ini.

  • Mengajak anak melakukan sesuatu atau bermain peran.
  • Mengajak anak bermain menjadi pemimpin.
  • Mengajarkan anak mengenai lagu-lagu.
  • Mengajak anak untuk membantu aktivitas orang tua seperti memasukkan mainan ke dalam keranjang.
  • Mulai ajarkan mengenal angka-angka dan berhitung. 

6. Memaksimalkan Perkembangan Kognitif Anak Usia 4-5 tahun

Saat anak di usia 4 sampai 5 tahun sudah mulai bisa memahami konsep waktu seperti pagi, nanti, kemarin dan lainnya. Tentu di tahapan usia ini anak sudah mulai mengalami perkembangan dalam kemampuannya. Sedangkan untuk memaksimalkannya, Orang tua harus menerapkan beberapa cara berikut ini.

  • Memancing agar anak dapat menceritakan aktivitasnya.
  • Biasakan anak untuk bisa mengambil keputusan dengan cara memberikan pilihan.
  • Membantu anak dalam meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa dan mengenalkan kata-kata yang akan sering digunakan. 
  • Membantu anak agar bisa menggunakan frasa dan kata yang tepat.
  • Ajak anak untuk menggambar semua anggota keluarga. 

Pentingnya Peran Orang Tua dalam Perkembangan Kognitif Anak

Dari penjelasan sebelumnya bisa diambil garis besar jika peran orang tua dalam perkembangan kognitif anak sangatlah penting. Dengan kata lain, tanpa bantuan dari orang tuanya terutama ibu, perkembangan kognitif anak tidak akan berkembang optimal.

Di sini, orang tua berperan sebagai pembimbing dan mengarahkan anak agar melakukan sesuatu yang nantinya bisa menjadi kebiasaan. Misalnya saja memimpin anak untuk bisa dispilin, mandiri dan membuat keputusan sendiri.

Tentunya untuk meningkatkan perkembangan kognitif anak bisa dilakukan sesuai dengan tahapan usianya. Mengingat setiap usia anak, mempunyai kemampuan tersendiri dan tentunya tidak dapat dipaksakan sama dengan usia yang selanjutnya. 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Most Share

To Top