Kolik pada bayi sering kali membuat orang tua panik dan kewalahan. Pada kondisi ini, bayi biasanya akan lebih sering menangis, rewel, dan sulit tidur nyenyak. Kolik akan mencapai puncaknya pada 6 minggu pertama kehidupan bayi dan menurun secara signifikan saat usianya menginjak 3 sampai 4 bulan.
Dilansir situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kolik paling sering ditemukan pada bayi berumur 2 minggu hingga 4 bulan. Oleh karenanya, istilah medis lain untuk kondisi ini adalah sindrom 4 bulan atau kolik infantil. Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa 1 dari 4 bayi yang baru lahir berisiko mengidap kolik.
Dalam praktiknya, terdapat tiga aturan dasar yang dipakai untuk mendefinisikan kolik pada bayi, yaitu:
1. Tangisan bayi yang berlangsung selama lebih dari 3 jam dalam sehari
2. Tangisan bayi yang terjadi selama lebih dari 3 hari dalam seminggu
3. Tangisan bayi yang terjadi selama lebih dari 3 seminggu.
Pada kebanyakan kasus, kolik akan hilang sendiri dan tidak memiliki dampak negatif terhadap kesehatan bayi. Namun, kondisi ini sering kali membuat orang tua merasa cemas. Untuk itu, simak pembahasan lengkapnya agar Bunda lebih mengenal kolik, gejala, serta cara penanganan yang tepat saat menghadapi kondisi tersebut.
Tanda-Tanda Bayi Kolik
Menangis dan rewel adalah sesuatu yang wajar pada bayi, khususnya di tiga bulan pertama kehidupannya. Namun, beberapa tanda atau gejala yang dilansir Mayo Clinic berikut ini dapat dijadikan patokan dalam mengidentifikasi apakah bayi mengalami kolik atau tidak.
- Bayi menunjukkan tangisan intens, yang terdengar seperti teriakan atau ekspresi kesakitan.
- Bayi menangis tanpa alasan yang jelas, tidak seperti saat mereka mengekspresikan rasa lapar atau keinginan untuk berganti popok.
- Meski sudah berhenti menangis, bayi tetap menunjukkan tingkat kerewelan yang ekstrem.
- Bayi hanya menangis di waktu-waktu tertentu, terutama saat sore atau malam hari menjelang tidur.
- Terjadi perubahan warna pada wajah bayi, yang tampak memerah atau terlihat pucat di sekitar mulutnya.
- Tubuh bayi tampak menegang dan menunjukkan gerakan seperti menarik kaki ke perut atau menjadi kaku, lengan yang kaku, tangan yang mengepal. punggung yang terlihat melengkung, atau perut yang terasa mengeras.
- Terdengar suara bergemuruh di perut bayi.
- Bayi sangat sulit untuk ditenangkan.
Semua tanda itu terkadang akan langsung mereda, segera setelah bayi buang air besar atau kentut. Akumulasi gas di perut bayi dapat disebabkan oleh udara yang tidak sengaja tertelan saat mereka menangis.
Penyebab Kolik pada Bayi

Sayangnya, tidak ada penjelasan pasti soal mengapa bayi bisa mengalami kolik. Teori umum hanya mengungkap bahwa kolik dapat dipicu oleh beberapa faktor, termasuk sistem pencernaan bayi yang belum sempurna ataupun alergi. Untuk itu, simak di bawah ini beberapa penyebab umum kolik pada bayi yang dipaparkan oleh IDAI.
Alergi Protein Susu Sapi
Alergi protein susu sapi dapat memicu kolik pada sebagian bayi. Untuk memastikannya, Bunda bisa mengecek riwayat alergi keluarga terdekat, seperti misalnya paman, tante, kakek, dan nenek.
Adapun cara lain untuk mengecek dugaan alergi pada bayi adalah dengan melihat apakah ada ruam di kulitnya, khususnya di area pipi. Bayi yang alergi protein susu sapi biasanya akan memiliki kulit pipi yang terasa bersisik.
Intoleransi Laktosa
Bunda dapat menemukan unsur laktosa, baik itu dalam susu formula ataupun ASI. Dalam prosesnya, enzim laktase dalam usus bayi akan mencerna laktosa dan mengubahnya jadi galaktosa dan glukosa; keduanya dibutuhkan dalam proses metabolisme tubuh.
Perkembangan sistem pencernaan bayi belum sempurna, karena itu beberapa dari mereka bisa mengalami intoleransi laktosa. Penyebab umum dari kondisi tersebut adalah karena asupan laktosa yang berlebihan atau kerja enzim laktase di usus bayi yang belum optimal.
Jika kolik pada bayi dipicu oleh intoleransi laktosa, kondisi ini biasanya disertai gejala lain seperti kulit di sekitar area anus yang terlihat memerah. Selain itu, terdengar bunyi krucuk-krucuk di perut, tinja berbentuk encer dan berbau asam, serta masalah perut kembung.
Refluks Gastroesofagus (GER)
Bayi baru lahir memiliki katup antara lambung dan kerongkongan yang belum berfungsi optimal. Akibatnya, ketika lambung bayi terisi susu, katup tersebut tetap terbuka dan memicu adanya aliran balik ke kerongkongan. Selain itu, proses pengosongan lambung bayi juga masih berjalan lambat, sehingga semakin memperbesar risiko aliran balik terjadi—yang dalam kehidupan sehari-hari disebut gumoh.
Kondisi Emosional Ibu dan Faktor Lingkungan
Beberapa ahli percaya bahwa kolik juga berkaitan erat dengan kondisi mental ibu dan faktor lingkungan. Menurut hasil studi yang diterbitkan oleh National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine, ibu dengan gejala depresi postpartum lebih mungkin memiliki bayi mengidap kolik dibandingkan yang tidak.
Hal ini karena ibu yang mengalami depresi postpartum umumnya mempunyai tingkat interaksi yang lebih rendah dengan bayinya. Maka itu, untuk merespons kebutuhannya akan kehangatan sentuhan ibu, bayi akan menangis secara berlebihan—yang akhirnya memicu kolik.
Selain kondisi emosional ibu, faktor lingkungan juga dapat membuat bayi mengidap kolik. Beberapa bayi membutuhkan waktu lebih lama untuk beradaptasi dengan lingkungan di luar rahim. Dalam proses adaptasi itu, bayi tentu akan merasakan ketidaknyamanan yang sering kali mereka respons dengan cara menangis dan rewel.
Penyebab Lain yang Dapat Memicu Kolik pada Bayi

Menurut beberapa teori dan pendapat, kolik juga bisa dipicu oleh beberapa faktor seperti berikut ini.
Pola Makan Ibu
Makanan tertentu dalam pola makan ibu juga bisa membuat bayi terserang kolik. Studi menemukan bahwa makanan tertentu yang dikonsumsi ibu menyusui, seperti brokoli, susu sapi, bawang, cokelat, dan kubis, dapat memicu kolik pada bayi.
Kandungan Kafein dan Nikotin dalam ASI
Kandungan kafein dan nikotin dalam ASI juga dikaitkan dengan masalah iritabilitas (sering menangis dan waktu tidur yang singkat) pada bayi. Hal ini karena bayi belum mampu membuang kedua zat tersebut secara efisien dari tubuhnya, sehingga itu memicu reaksi kolik.
Reaksi Bayi Terhadap Perasaan Kenyang
Beberapa bayi dapat memiliki reaksi yang berlebihan terhadap sensasi gas atau rasa kenyang yang baru pertama kali dirasakannya. Mereka mungkin menafsirkan perasaan tersebut sebagai sesuatu yang menyakitkan atau ketidaknyamanan. Kondisi inilah yang kemudian dapat memicu serangan kolik pada bayi.
Cara Mengatasi Kolik
Meski kolik akan hilang seiring pertambahan usia bayi, para orang tua tentunya tetap ingin tahu cara paling tepat untuk menangani kondisi tersebut. Karena itu, mari cermati rekomendasi penanganan kolik yang tepat pada bayi dari situs The American Academy of Family Physicians, IDAI, dan Mayo Clinic berikut ini.
Berikan Probiotik pada Bayi
Uji klinis membuktikan bahwa probiotik Lactobacillus reuteri—dengan strain DSM 17938—dapat mengurangi gejala kolik. Pun, tidak ada efek samping yang dilaporkan atas pemberian jenis probiotik ini. Hasil uji klinis tersebut juga mencatat bahwa pemberian lima tetes Lactobacillus reuteri per hari dapat menurunkan kolik secara signifikan pada bayi ASI, membuat waktu menangis jadi lebih singkat 61 menit per hari dalam 21 hari.
Dari hasil penelitian itu, para ahli juga menyimpulkan bahwa Lactobacillus reuteri dari strain DSM 17938 bisa menjadi salah satu alternatif pengobatan kolik yang efektif untuk bayi ASI, tetapi tidak direkomendasikan untuk bayi yang diberi susu formula.
Berikan Obat Kolik untuk Bayi
Simethicone adalah salah satu jenis obat yang aman dan dijual bebas untuk meredakan kolik. Mengandung agen antiflatulen, obat ini sangat efektif dalam mengurangi atau mencegah tumpukan gas berlebih di usus, yang dapat menyebabkan masalah perut kembung.
Untuk bayi, pilihlah simethicone berbentuk drops. Kemudian, cek dosis pemberian yang tepat untuk anak dengan melihat keterangannya di brosur obat. Dosis obat umumnya ditentukan berdasarkan usia dan berat badan anak.
Selain itu, selalu gunakan pipet atau spuit yang tersedia dalam kemasan saat menakar dosis obat. Jangan memakai sendok rumah ya, Bunda, karena itu tidak bisa memberikan takaran dosis yang tepat.
Beberapa produk simethicone juga dapat dicampur langsung ke susu formula bayi. Namun untuk lebih jelasnya, pastikan kembali hal ini kepada apoteker ataupun dokter agar lebih aman.
Berikan Larutan Gula
Jika Bunda merasa ragu memberikan obat pada si kecil, cara alami ini bisa dicoba. Berikan larutan gula untuk menenangkan bayi yang sedang kolik. Rasa manis dari gula memiliki efek analgesik yang dapat membantu meredakan rasa sakit.
Untuk membuat larutan ini, campurkan 1 sendok teh gula pasir dengan 100 ml air hangat. Tunggu sampai air dingin, lalu berikan larutan itu dalam takaran 1-2 ml kepada bayi. Namun, sebelum memberikan larutan ini pada bayi, ada baiknya berkonsultasi dulu pada dokter ya, Bunda.
Lakukan Pijatan Lembut
Sentuhan yang lembut dan menenangkan juga dapat membantu meredakan kolik pada bayi. Hal ini karena kontak kulit ke kulit dapat membawa banyak manfaat bagi bayi.
Selain dapat membantu menghangatkan bayi secara alamiah, skin-to-skin contact juga membantu membangun ikatan yang lebih kuat antara ibu dan anak. Beberapa studi juga membuktikan bahwa bayi yang mendapatkan pijatan lembut dari sang ibu dapat tidur lebih pulas dan lebih jarang menangis.
Karena itu, cobalah berikan pijatan lembut pada wajah, lengan, kaki, punggung, dan dada bayi untuk memberinya kenyamanan. Untuk mengatasi kembung pada bayi, pijat perutnya dengan gerakan searah jarum jam.
Kemudian, gerakan kedua kaki bayi secara bergantian selayaknya sedang mengayuh sepeda. Ulangi teknik memijat ini secara perlahan untuk membantu menenangkan bayi yang sedang kolik.
Susu Hipoalergenik untuk Bayi yang Alergi Susu Sapi
Jika bayi mengonsumsi susu formula dan ternyata alergi susu sapi, untuk sementara waktu gunakan produk yang bersifat hipoalergenik atau bebas laktosa. Namun, sebaiknya lakukan penggantian produk susu secara bertahap agar lambung bayi tidak kaget.
Caranya adalah dengan memberikan susu dari campuran formula biasa dan hipoalergenik selama empat hari. Setelah itu, bayi dapat mulai mengonsumsi susu formula hipoalergenik saja. Pemberian susu formula biasa dapat kembali dilakukan setelah bayi berumur tiga sampai enam bulan.
Hindari Makanan yang Mengandung Alergen bagi Ibu Menyusui
Ibu menyusui harus memperhatikan pola makannya karena beberapa bayi bisa sensitif terhadap makanan tertentu. Reaksi kolik pada si kecil bahkan dapat langsung terlihat paling cepat 2 jam setelah ibu mengonsumsi makanan yang mengandung alergen atau pemicu kolik.
Maka dari itu, sebaiknya ibu menyusui menghindari makanan yang berpotensi memicu kolik berikut ini.
- Produk susu dan berbagai jenis olahannya
- Kacang-kacangan
- Gandum
- Makanan atau minuman yang berkafein seperti cokelat, kopi, teh, dan jenis minuman ringan lainnya
- Makanan pedas atau yang dapat memicu iritasi lambung
- Makanan yang mengandung gas seperti bawang bombay, paprika, kubis, kembang kol, dan brokoli.
Perbaiki Pelekatan saat Menyusui
Pelekatan yang tidak tepat juga bisa membuat bayi mengalami kolik. Posisi menyusu yang salah akan membawa lebih banyak udara masuk ke dalam perut bayi dan membuatnya menderita kembung.
Memperbaiki cara bayi menyusu perlu dilakukan agar terhindar dari kolik. Pertama, peluk bayi dengan posisi hidung sejajar dengan puting. Kemudian, biarkan kepalanya miring sedikit ke arah belakang untuk membuat mulut bayi terbuka lebih lebar.
Setelah itu, pastikan dagu bayi sudah dapat menyentuh payudara. Jika bayi sudah mulai menyusu, pastikan areola bagian bawah atau area berwarna gelap kecokelatan yang mengelilingi puting masuk lebih banyak ke mulut bayi.
Bila pelekatan sudah tepat, bayi tidak akan mengeluarkan suara berdecak saat menyusu. Bayi juga akan menyusu secara perlahan dan tidak tampak tergesa-gesa.
Jangan Lupa untuk Menyendawakan Bayi

Agar tidak kembung dan terkena kolik, selalu sendawakan bayi setelah menyusu. Meski terlihat simpel, bersendawa dapat membantu menghilangkan udara yang tidak sengaja ditelan bayi saat menyusu. Nah, berikut ini 3 metode menyendawakan bayi yang direkomendasikan oleh Kids Health.
Metode 1
Duduk tegak, lalu peluk bayi di dada. Pastikan dagu bayi sudah bertumpu pada bahu ketika Bunda menopangnya dengan satu tangan. Kemudian dengan tangan yang lain, tepuk-tepuk punggung bayi dengan lembut.
Metode 2
Dudukkan bayi di pangkuan atau di atas kedua lutut Bunda. Topang dada dan kepalanya dengan satu tangan. Caranya adalah dengan menyangga dagu bayi di telapak tangan.
Jadi, letakkan tumit tangan Bunda di dada bayi, tetapi berhati-hatilah. Sangga dagu bayi, bukan tenggorokannya. Kemudian gunakan tangan lainnya untuk menepuk punggung bayi dengan lembut.
Metode 3
Baringkan bayi dalam posisi tengkurap di atas pangkuan. Lalu sangga kepala bayi agar posisinya lebih tinggi daripada dadanya. Setelah itu, mulai tepuk-tepuk punggungnya dengan lembut.
Jika bayi mengonsumsi susu formula, sebaiknya sendawakan si kecil setiap habis minum 60 hingga 90 ml. Namun, apabila bayi tidak kunjung bersendawa setelah Bunda mencobanya selama beberapa menit, ubah posisi bayi dan coba lagi selama beberapa menit sebelum sesi menyusu berikutnya dilakukan.
Keluarkan Bunyi Ssshh… untuk Menenangkan Bayi
Untuk menenangkan bayi yang sedang kolik, gendong dan buatlah bunyi ssshh.. tepat di telinga si kecil. Keluarkan bunyi ssshh… sedikit lebih keras sambil terus menimang-nimang si kecil, ya.
Mengapa bunyi sshh… efektif untuk menenangkan bayi yang sedang kolik? Bayi terbiasa mendengar banyak gelombang suara sekaligus dalam satu waktu, dan bunyi ssshh.. dapat menghasilkan efek yang sama pada si kecil. Di sisi lain, bunyi itu juga dapat membuat bayi baru lahir merasa lebih aman, terlindungi, dan lebih dekat dengan sang ibu.
Demikian ulasan tentang kolik pada bayi dan cara tepat untuk mengatasi kondisi tersebut. Merawat bayi yang sedang kolik tentu sangat melelahkan dan bisa membuat stres, bahkan bagi orang tua yang sudah berpengalaman sekalipun.
Karena itu, jangan pernah menghakimi diri sendiri atau bahkan merasa gagal sebagai orang tua, saat bayi jadi lebih rewel dan sering menangis akibat kolik. Ingatlah, kolik tidak berbahaya dan akan membaik dengan sendirinya setelah bayi berumur 3 atau 4 bulan ya, Bunda.
Referensi:
Kids Health. Burping Your Baby. <https://kidshealth.org/en/parents/burping.html#:~:text=Burping%20helps%20to%20get%20rid,or%20seem%20cranky%20or%20gassy> diakses pada tanggal 28 Februari 2021.
United Kingdom National Health Service. Breastfeeding: positioning and attachment. <https://www.nhs.uk/conditions/baby/breastfeeding-and-bottle-feeding/breastfeeding/positioning-and-attachment/> diakses pada tanggal 28 Februari 2021.
American Family Physician. Infantile Colic. <https://www.aafp.org/afp/2004/0815/p735.html> diakses pada tanggal 1 Maret 2021.
Mayo Clinic. Colic. <https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/colic/symptoms-causes/syc-20371074#:~:text=Fussing%20and%20crying%20are%20normal,for%20three%20or%20more%20weeks> diakses pada tanggal 1 Maret 2021.
Johns Hopkins Medicine. Colic. <https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/colic> diakses pada tanggal 28 Februari 2021.
Better Health Channel. Colic. <https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/HealthyLiving/colic> diakses pada tanggal 2 Maret 2021.
IDAI. Kolik pada Bayi (Bagian 1). <https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kolik-pada-bayi-bagian-1> diakses pada tanggal 28 Februari 2021.
IDAI. Kolik pada Bayi (Bagian 2). <https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kolik-pada-bayi-bagian-2> diakses pada tanggal 28 Februari 2021.
National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine. Mothers’ postpartum psychological adjustment and infantile colic. <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2082735/#:~:text=Postpartum%20maternal%20depressive%20symptoms%20and,both%20the%20mother%20and%20infant> diakses pada tanggal 2 Maret 2021.
Terima kasih sudah berlangganan Sayangi Anak Extra. Untuk mengakses konten - konten Sayangi Anak Extra. Untuk membaca konten Sayangi Anak Extra. Silakan kunjungi kategory Extra pada website Sayangianak.com atau klik disini
