Tahukah Bunda, angka perceraian di Indonesia ternyata mengalami peningkatan. Ironisnya, salah satu penyebab angka perceraian begitu tinggi lantaran media sosial. Kenapa ya Bun? Tren perceraian tahun ini semakin meningkat; angkanya sekitar 15-20%. Alasan utamanya yakni ketidakharmonisan dalam hubungan rumah tangga dan kedua adalah sosial media, disusul karena alasan faktor ekonomi dan orang ke-3.
Bahkan penyebab perceraian juga dipicu pergeseran pola pikir yang merasa ketika pernikahan tak ubahnya pacaran. Dimana bila merasa tak cocok, maka langsung berpisah. Selain itu, saat ini banyak pasangan millenial memiliki cara pandang bahwa yang paling terpenting adalah bagaimana mereka bisa merasa bahagia. Saat pernikahan sudah dirasa tidak bahagia, dengan mudahnya dapat memutuskan untuk bercerai. Padahal semestinya memang tidak seperti itu.
Pasti Bunda Bertanya-tanya, Lantas Bagaimana Kaitan Masalah Media Sosial dengan Penyebab Perceraian?
Ini karena media sosial dapat mengganggu quality time pasangan suami dan istri. Bun, tantangan pasangan suami istri saat ini kian meningkat. Bahkan untuk quality time saja banyak pasangan yang mengeluhkan bahwa sukar sekali mencari waktu untuk hal ini.
Kalaupun bertemu atau berada di tempat yang sama, mereka justru lebih asik dan sibuk bermain sosial media. Bahkan saat di area intim seperti tempat tidur. Padahal membangun relasi yang nyata seharusnya dengan mengenyampingkan dulu urusan di dunia maya. Kalau kondisi ini dibiarkan terus menerus, lantas kapan Bunda akan memiliki waktu bersama ayah?
Media Sosial Dapat Mengubah Ekspetasi Pernikahan
Pernahkah Bunda membatin, “Wah, pasangan ini kok, mesra sekali, ya, sering kali liburan bersama keluarga. Suaminya juga sangat perhatian dengan istrinya karena sering memberikan hadiah kejutan untuk istrinya. Sementara kenapa hubungan pernikahan saya biasa-biasa saja dan terasa begitu datar?”
Perasaan semacam ini memang sangat wajar dan alami, Bun. Bunda perlu ingat, bahwa pada dasarnya rumput tetangga memang akan terasa lebih hijau. Kenyataannya toh tak selamanya seperti itu. Terlebih lagi jika selama hanya melihat dari akun sosial media. Tenang Bun, kurangilah berpikir bahwa pernikahan Bunda tak seindah pernikahan teman-teman Bunda. Apa yang ditampilkan memang biasanya yang paling indah atau dianggap terbaik kan Bun? Tak heran akhirnya muncul ekspektasi berlebihan.
Padahal sebelum melihat media sosial, sebenarnya pernikahan terasa baik-baik saja. Namun begitu dibandingkan justru dapat memunculkan ekspetasi berlebih. Jika terus dibiarkan tentu saja akan memengaruhi kualitas pernikahan Bunda dan pasangan.
Guna Menghindari Perceraian, Pahamilah Bahasa Cinta Pasangan Bunda
Yang pasti, pasangan suami istri lebih banyak memiliki waktu untuk saling berbicara khususnya bicara masalah soal rasa. Jangan sampai terjebak dengan rutinitas sehari-hari saja. Selain itu, pasangan suami istri bisa belajar memahami bahasa cinta yang dibutuhkan oleh pasangannya ya Bun.
Misalnya begini, ada orang yang mementingkan afirmasi atau perilaku positif. Ada pasangan yang sudah senang sekali kalau saat dia bercerita, pasangannya bisa mendengarkan dengan baik. Dengan begitu ia merasa didengarkan dan diperhatikan. Tapi ada juga pasangan yang mementingkan kebersamaan atau waktu berkualitas.
Atau bahasa cinta lainnya dapat Bunda ungkapkan dalam bentuk hadiah. Namun ada juga yang lebih senang bila pasangannya meladeni dan membantu, atau menyukai sentuhan dan belaian.
Bun, tiap orang memiliki bahasa cinta yang berbeda. Tugas kitalah untuk mencari tahu, mana bahasa cinta pasangan. Maunya seperti apa. Setidaknya kita juga perlu ingat kalau keharmonisan hubungan suami istri adalah tanggung jawab kedua pihak..
