Bun, seringkah mendengar orang yang sering mengomentari dengan kalimat yang cenderung melecehkan? Misalnya: “Ih, kok nyusuinnya gitu? Nanti anaknya keselek lho”, atau “Sering digendong gitu ya? Pantesan anaknya kepalanya peyang” atau “Dikurung di rumah terus sih, jadi anaknya pemalu”.
Sebagai ibu, saat mendapati komentar semacam itu tentu rasanya kesal dan marah bahkan sangat ingin membantah terhadap cibiran tersebut. Rasanya kita dihakimi atas apa yang telah kita lakukan pada anak kita sendiri. Padahal faktanya, belum tentu mereka yang mencibir itu mengerti betul tentang anak kita. Nah, situasi inilah yang dinamakan mom-shaming, atau sebuah perilaku mempermalukan ibu lain dengan cara menampilkan diri sebagai ibu yang lebih baik, lebih hebat, dan yang paling sempurna.
Aplikasi Mom.life mengatakan, sekitar 79 persen ibu pernah mengalami mom-shaming dari ibu lain. Tak hanya ibu muda, ibu yang bahkan sudah memiliki beberapa anak pun tak menutup kemungkinan jadi korban mom-shaming. Padahal nih, Bunda perlu tahu, mom shaming bisa menimbulkan reaksi kimia abnormal dalam otak. Hasilnya, Bunda yang menerima kritikan akan menjadi tidak percaya diri hingga depresi.
Mayoritas para korban mengatakan bahwa dampak yang sering terjadi adalah memendam kebencian dan sedikit demi sedikit rasa percaya dirinya menjadi berkurang. Yap, tanpa disadari, ketakutan mendapat cibiran dari sesama ibu-ibu membuatnya membatasi ekspresi dalam mengasuh anak-anak mereka. Karenanya, demi mengurangi dampak semacam ini, Bunda perlu tahu dan memahami hal-hal melatarbelakangi pelaku “mom-shaming”.
Analisis Stephanie Barnhart, Pendiri Social Minded Media Group dan editor Mommy Nearest, New York, AS mengatakan, ”Para ibu menyerang satu sama lain karena ada sesuatu yang hancur di dalam diri mereka sendiri.” Menurut Barnhart, faktor-faktor yang melatarbelakanginya adalah:
Caper Alias Cari Perhatian
Dalam hal ini biasanya pelaku mom shaming tak mendapat pengakuan dan penghargaan dari lingkungan sehingga ia mencari cara agar lebih dihargai dan dilihat banyak orang. Salah satunya dengan melontarkan cibiran bahkan tak segan menghina ibu-ibu di sekitarnya serta selalu menganggap dirinya paling benar, Bun.
Marah Juga Bisa Jadi Pemicunya
Saat seorang ibu marah dan kemarahannya itu tak terlampiaskan pada keluarga atau anaknya, ada lho Bun yang melampiaskan kemarahannya pada ibu yang lain sehingga jadilah ia melontarkan kalimat berbau mom shaming pada ibu lain.
Ya, dengan melakukan hal tersebut mungkin kemarahannya jadi tersalurkan. Atau bisa saja ibu tersebut sedang didera kelelahan mengurus anak dan sedang tak mau sehingga, tanpa disadari, perkataan yang keluar dari mulutnya menjadi media.
Cemburu yang Terlalu Besar
Faktanya, setiap ibu mempunyai ciri khas berbeda-beda. Bisa jadi, pelaku merasa cemburu pada ibu-ibu lain yang mempunyai kelebihan. Misalkan, seorang ibu masih bisa merawat dirinya dengan baik meski sudah mempunyai anak. Sedangkan dirinya, merasa tak secantik dan tak seberuntung ibu-ibu yang lain.
Haus Akan Pengakuan
Sebagai ibu rumah tangga, pasti Bunda ada kalanya ingin dihargai oleh orang-orang terdekat. Nah situasi semacam ini yang juga mendorong para pelaku mom shaming untuk melontarkan kecemburuan mereka terhadap ibu lain dalam bentuk ucapan yang melecehkan. Mungkin karena ketidaksukaan itu, mereka pun ingin diakui. Tapi karena tak dapat pengakuan, maka mereka menyudutkan ibu tertentu dengan mengucapkan hal-hal berbau mom shaming.
Ia Sedang Merasa Jenuh
Meski jadi ibu memang menyenangkan, bila setiap hari melakukan rutinitas yang sama maka besar kemungkinannya seseorang akan merasa jenuh. Bunda tentu merasakan hal serupa kan? Terutama bagi ibu yang biasanya memiliki banyak aktivitas, tapi harus terhenti karena mengurus si kecil.
Umumnya rasa jenuh tersebut akan memancing seseorang melakukan sesuatu yang dapat membuat kejenuhannya terlampiaskan. Salah satunya adalah dengan melakukan mom shaming, entah di sosial media maupun dalam lingkungannya sendiri.
