Menjelaskan soal seksualitas kepada anak menjadi tantangan tersendiri bagi setiap orangtua. Terlebih di usianya, mereka tentu belum mengerti tentang hal-hal yang menyangkut seksualitasnya. Seharusnya jika Bunda menyadari si kecil tak tahu banyak tentang seksualitas, sudah menjadi tanggungjawab orangtua untuk menjelaskannya pelan-pelan. Hal ini mengantisipasi kekeliruan informasi yang mungkin ia dapatkan dari lingkungan.
Menurut studi yang dilakukan Dr. Debby Herbenick, profesor dari Indiana University School of Public Health, jika anak umumnya memang sering menyentuh kelaminnya saat bermain. Kebanyakan hal ini dialami anak berusia 4 tahun ke atas.
“Banyak orang tua melaporkan jika anak mereka sering menyentuh kemaluan saat bosan atau untuk merangsang diri sendiri seperti masturbasi,” kata Dr. Elizabeth Erickson, asisten profesor pediatri di Duke, dilansir The New York Times.
Jika Bunda menghadapi situasi yang demikian, jangan cepat mengambil kesimpulan dengan menyalahkan buah hati. Terlebih bila Bunda memiliki anak lelaki yang beranjak remaja, karena ketidaktahuannya bisa jadi mereka tak sengaja melakukan masturbasi tanpa disengaja dan mereka pun tak tahu alasan dirinya melakukan hal tersebut.
“Jika anak masih sangat kecil dan melakukan masturbasi di depan umum, orang tua tidak perlu menjelaskan karena anak belum mengerti. Tapi bisa mengalihkan perhatiannya. Jangan membesar-besarkan, cukup alihkan fokus anak,” ujar Erickson.
Sementara cobalah jelaskan bahwa masturbasi adalah hal yang wajar. Namun akan lebih baik bila Bunda mengarahkan anak untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Hal yang dapat Bunda beritahukan padanya adalah bagaimana mengenali tubuhnya dan mencintai tubuhnya.
Ajarkan bahwa ada bagian tubuh kita terutama yang tertutup adalah sesuatu yang sifatnya privasi dan tidak boleh dilihat atau disentuh sembarangan orang. Namun bila dalam hal ini Bunda menemukan kesulitan, sebaiknya cobalah terus mengkomunikasikan nilai-nilai yang baik padanya. Tetaplah hargai si kecil mengenai pendapatnya tentang masturbasi tanpa menghakiminya.
“Pada anak yang sudah sedikit dewasa, masturbasi bisa diartikan sebagai tanda stres. Jika anak sulit mengerti soal privasi masturbasi, mereka akan memiliki masalah sosial dan kelainan seksual saat dewasa,” kata Erickson.
Saat anak mulai bertanya tentang masturbasi, sebaiknya Bunda mulai mengenalkan seksualitas yang sehat. Mengutip dari Kompas.com, psikolog Seto Mulyadi menjelaskan ada beberapa poin yang perlu diperhatikan saat mengenalkan pendidikan seks pada anak.
1. Harus dilakukan orang terdekat ya Bun.
“Dalam hal ini, orangtua menjadi tombak utama. Anak laki-laki diajari ayah, sedangkan anak perempuan mendapat informasi dari ibu,” kata Seto.
Dalam prosesnya, orangtua harus komunikatif, rendah hati, dan mau mendengarkan. Orangtua dengan tiga kriteria tersebut akan membuat anak nyaman bertanya dan mendengarkan saran atau jawaban yang diberikan.
2. Disesuaikan dengan daya tangkap anak
“Setiap anak memiliki daya tangkap berbeda. Namun, bagaimanapun daya tangkap anak, pastikan dia memperoleh informasi yang maksimal,” ujar Seto.
Pendidikan seks untuk usia TK tentu berbeda dengan SD dan SMP. Untuk usia TK, kata Seto, pastikan anak mengetahui perbedaan jenis kelamin antara dia dan teman yang lain. Selanjutnya anak juga harus mengetahui perbedaan organ kelamin yang dimiliki, antara laki-laki dan perempuan.
3. Pemantauan terus-menerus oleh Kita Sebagai Orangtua
“Orangtua harus mengetahui kapan anaknya mengalami mimpi basah atau menstruasi pertama kali. Saat itu pastikan orangtua ada di sisi anak dan siap menghadapi berbagai pertanyaan yang diajukan,” ujar Seto.
Saat anak mengalami menstruasi atau mimpi basah, orangtua harus menjadi sahabat yang baik. Dengan menjadi sahabat, orangtua lebih mudah mengingatkan kembali fungsi alat kelamin dan tidak menggunakannya sembarangan.
4. Dan Dijelaskan Segamblang mungkin
Bagaimanapun, seks perlu dijelaskan segamblang mungkin kepada anak. Dengan penjelasan yang benar dan menyeluruh, anak tidak akan berimajinasi atau memiliki sudut pandang sendiri. Penjelasan yang tidak utuh justru akan memancing rasa penasaran anak. Untuk memulai suatu penjelasan, orangtua perlu memancing rasa ingin tahu anak. Selanjutnya penjelasan bisa dimulai dari titik yang dipahami anak.
