Kekurangan gizi pada balita yang berlangsung lama atau stunting membuat pertumbuhan anak jadi terhambat alias pendek.
Tak cuma itu, Ada yang lebih mengkhawatirkan dari stunting ini, yaitu dapat menurunkan kecerdasan anak loh. Ketika kecerdasan menurun, hal ini akan membuat anak jadi sulit berprestasi di sekolah. Dengan begitu, ketika usia produktif, tingkat produktivitas rendah.
Stunting merupakan kondisi yang dipicu karena anak malnutrisi kronik sejak 1000 Hari Pertama Kehidupan. Padahal orangtua bisa mencegah sejak awal kehamilan.
Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting turun dari posisi 27 persen pada 2019 menjadi 18,4 persen pada 2022. Salah satunya memfokuskan program pada sasaran prioritas seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0-23 bulan.
Penyebab Kekurangan gizi pada balita
Untuk mewaspadai masalah tumbuh kembang ini, orang tua harus tahu beberapa penyebabnya. Apa saja?
Kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan dan gizi
Ketidaktahuan orang tua mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, mengakibatkan praktik pengasuhan yang kurang tepat. Pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), adalah masa paling menentukan untuk mengurangi prevalensi terjadinya stunting.
Tidak mendapatkan ASI eksklusif
ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, atau susu selain ASI. Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Menyusui berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikan terhadap asupan nutrisi penting pada bayi.
MPASI tidak memadai
Setelah enam bulan, bayi harus mendapat makanan pendamping ASI (MPASI) sambil melanjutkan ASI eksklusif sampai usia 24 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi saat tidak lagi disokong ASI. MPASI yang memadai diandalkan untuk membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.Infeksi berulang atau kronis
Tubuh mendapatkan energi dari asupan makanan. Penyakit infeksi berulang yang dialami sejak bayi menyebabkan tubuh anak selalu membutuhkan energi lebih untuk melawan penyakit. Jika kebutuhan ini tidak diimbangi dengan asupan yang cukup, anak akan mengalami kekurangan gizi dan akhirnya berujung dengan stunting.
Kurangnya kesadaran pemeriksaan kesehatan
Tidak rutin melakukan Ante Natal Care (ANC) dan Post Natal Care (PNC) atau pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan mengakibatkan terjadinya nutrisi buruk selama pre-konsepsi, kehamilan, dan laktasi. Masa ANC dan PNC sangat penting untuk mengetahui jika terjadi infeksi, gangguan kesehatan pada ibu, kesehatan jiwa, persalinan prematur atau jarak persalinan yang dekat.
Kurangnya akses air bersih dan sanitasi
Stunting juga bisa terjadi pada anak-anak yang hidup di lingkungan dengan sanitasi dan kebersihan yang tidak memadai. Tingginya kontaminasi bakteri dari tinja ke makanan yang dikonsumsi dapat menyebabkan diare dan cacingan yang kemudian berdampak pada gizi anak. Kedua penyakit tersebut telah terbukti ikut berperan menyebabkan anak kerdil.
Fakta seputar stunting yang perlu diketahui
Ada sejumlah fakta seputar stunting yang perlu diketahui, di antaranya:
Angka Stunting Masih Tinggi
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan, menyebut bahwa angka stunting di Indonesia menurun. Sebelumnya, anak stunting mencapai 37,2 persen pada Riskesdas 2013, turun menjadi 30,8 persen pada 2018.
Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting turun dari posisi 27 persen pada 2019 menjadi 18,4 persen pada 2022. Salah satunya memfokuskan program pada sasaran prioritas seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0-23 bulan.
Bukan karena Genetik
Anak yang gagal tumbuh atau memiliki tubuh pendek sering disebut sebagai “masalah keturunan”. Padahal, stunting sama sekali bukan karena masalah genetik. Stunting adalah gangguan yang terjadi karena masalah nutrisi dan faktor lingkungan.
Stunting Terjadi Sejak dalam Kandungan
Nyatanya, kekurangan nutrisi penyebab stunting bisa menyerang sejak anak berada dalam kandungan. Secara umum, stunting diartikan sebagai “kesalahan” pemberian asupan gizi yang dinilai kurang dari jumlah yang dibutuhkan. Pemberian gizi yang cukup seharusnya sudah dimulai, bahkan sejak anak masih berada di dalam kandungan, hingga usia dua tahun.
1000 Hari yang Menentukan
Memenuhi asupan nutrisi untuk anak tidak cukup dilakukan dalam waktu satu malam. Faktanya, untuk mencegah stunting, asupan nutrisi yang baik perlu diberikan sejak awal masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Hal ini dikenal dengan periode 1000 hari pertama kehidupan. Sepanjang waktu ini merupakan periode kritis terjadinya gangguan pertumbuhan, termasuk stunting. Pada 1000 hari pertama ini, penting untuk memastikan Si Kecil mendapatkan kebutuhan dasar, termasuk nutrisi, kasih sayang, dan stimulasi.
Memicu Masalah Kesehatan
Stunting harusnya menjadi satu masalah yang mendapat perhatian khusus. Pasalnya, selain menyebabkan anak yang lahir bertubuh lebih pendek, stunting juga bisa memicu masalah lainnya. Masalah yang muncul akibat stunting adalah perkembangan yang terhambat, sistem imun yang rendah dan mengakibatkan anak mudah sakit, gangguan sistem pembakaran, hingga penurunan fungsi kognitif. Bahkan, masalah gizi yang sangat parah bisa menyebabkan kematian pada bayi dan anak. Stunting juga dikaitkan dengan perkembangan otak dan IQ anak.
Risiko Penyakit Jangka Panjang
Dalam jangka panjang, stunting juga bisa memicu terjadinya penyakit berbahaya. Risiko penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, obesitas, dan jantung koroner meningkat pada anak stunting.
Ada beberapa faktor yang bisa memicu anak stunting, tapi yang paling sering adalah kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Selain itu, stres pada ibu hamil ternyata juga berpengaruh dan menyebabkan anak lahir stunting.
