Membesarkan anak di era sekarang berbeda kala Bunda kecil dulu. Jika kita mungkin belum mengenal adanya gawai, buah hati kita bahkan sejak lahir ada yang sudah melihat langsung keberadaan gawai dalam kehidupannya. Satu hal yang juga berbeda, si kecil punya cara berbeda dengan orangtuanya dalam bergaul dengan teman-temannya yaitu karena keberadaan media sosial.
Di usia sekolah, umumnya mulai di usia 7 tahun, anak ingin punya media sosial biasanya karena pressure peer group, teman-temannya yang lain punya juga. Bun, alasan anak ingin punya media sosial berbeda dari orang dewasa. Pada anak-anak, perasaan kompetisinya masih tinggi. Setidaknya ia ingin punya pencapaian dan tak mau ketinggalan dengan teman-temannya. Punya banyak teman dan mengumpulkan follower sebanyak-banyaknya adalah salah satu hal yang mereka kejar.
Namun Bunda perlu menyadari, ada dampak negatif dari media sosial yang tak bisa dipandang sebelah mata. Seorang ahli saraf terkemuka dari Inggris, Baroness Susan Greenfield mengatakan sosial media memiliki efek buruk pada kematangan emosional anak-anak, membuat mereka memiliki mental seperti anak berusia tiga tahun.
Menurutnya, terlalu sering menggunakan media sosial dan video game membuat anak-anak tidak dapat berkomunikasi satu sama lain dan berpikir untuk diri mereka sendiri. Ini terjadi karena mereka terus mencari sesuatu untuk mengalihkan perhatian mereka.
“Apa yang saya prediksi adalah orang-orang akan menjadi seperti anak usia tiga tahun, dalam hal emosional, keberanian ambil risiko, keterampilan sosial yang buruk, identitas diri yang lemah dan fokus yang pendek,” katanya seperti dikutip dari kompas.com.
Kalau Bunda mengizinkan untuknya membuat media sosial, berarti Bunda harus cari waktu yang tepat untuk terbiasa memperkenalkannya kegiatan nyata seperti berkebun, olahraga dan membaca sebagai cara untuk mengurangi waktu anak bermain dengan ponsel dan menstimulasi imajinasi mereka.
Ahli detoks digital bernama Tanya Goodin menyebutkan, berdasarkan riset, anak-anak yang dijauhkan dari perangkat digital selama seminggu lebih peka terhadap komunikasi non-verbal pada orang lain dibanding mereka yang cenderung aktif bermain gawai lho Bun.
Goodin juga menambahkan penggunaan perangkat yang berlebihan termasuk untuk bermain media sosial juga memberi efek jangka panjang pada kepekaan bahasa tubuh untuk membaca, hidup, bekerja, sekolah dan dalam hubungan antar sesama. Ia juga mengklaim anak-anak yang menggunakan media sosial dan aktif menggunakan perangkat digital rentan menderita depresi dan rendah diri, serta menjadi lebih narsistik.
Menurut psikolog Roslina Verauli, sebelum memutuskan untuk mengizinkan buah hati agar memiliki akun media sosial, Bunda perlu mempertimbangkan beberapa hal ini ya.
- Jika tujuannya untuk bermain game yang ada di media sosial. cukup menggunakan akun milik orang tua, atau Bunda bisa mencari game lain yang lebih cocok dengan fase tumbuh kembang anak dan tidak berbasis media sosial.
- Kalau hanya untuk tempat memunggah foto-foto terbaru anak di online, tempat yang tepat bukan media sosial, melainkan blog. Bantu anak untuk punya blog-nya sendiri. Meski sama-sama online dan bisa dilihat siapa saja, dari segi keamanan, blog justru lebih baik. Blog tidak berhubungan dengan orang-orang tak dikenal.
- Melepas anak di media sosial tanpa memberi arahan dan persiapan, ibarat melepas anak menyetir mobil sendiri dan memberi mereka kunci tanpa mengajarkan mereka terlebih dahulu cara menyetir lho Bun. Karenanya, memberinya izin untuk membuat akun media sosial memang perlu pertimbangan yang matang.
