Hari ini, tepatnya tanggal 24 April 2019 film Avengers: Endgame akhirnya rilis di Indonesia. Lanjutan kisah heroik para superhero Marvel ini memang sudah dinantikan setahun belakangan. Penontonnya bukan hanya dari kalangan remaja, melainkan juga para pekerja, orangtua, bahkan anak-anak. Tapi Bun, apakah film yang satu ini memang diperuntukkan bagi semua umur?
Faktanya, rating yang disematkan oleh Motion Picture Association of America (MPAA) untuk film yang satu ini adalah PG-13 atau Parental Guide untuk anak dibawah usia 13. Artinya, bila si kecil belum cukup umur maka ia tak dianjurkan untuk menonton film Avengers: Endgame.
Pemberian rating PG-13 tak sembarangan lho Bun. Ada beberapa pertimbangan yang akhirnya membuat MPAA memutuskan untuk memberi rating tersebut pada film Avengers:Endgame. Adegan dalam film yang satu ini tentu sarat akan pertarungan dan kekerasan.
Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa superhero sekalipun digambarkan sebagai penumpas kejahatan ternyata dapat mengirim pesan yang sangat negatif kepada anak-anak, ketika menyangkut adegan kekerasan. Dilansir dari laman Mirror, Selasa, 6 November 2018, peneliti dari Penn State University telah menemukan bahwa sikap superhero cenderung lebih kejam daripada karakter penjahat dalam film.
Dalam studi tersebut, para peneliti menganalisis 10 film berbasis superhero yang dirilis pada tahun 2015 dan 2016. Mereka mengklasifikasikan karakter utama sebagai ‘baik’ atau ‘buruk’, dan menghitung jumlah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh masing-masing. Hasilnya menunjukkan bahwa karakter ‘baik’ melakukan rata-rata 23 tindak kekerasan per jam. Sebaliknya, karakter ‘buruk’ melakukan rata-rata 18 tindak kekerasan per jam.
Pemimpin penelitian tersebut, Dr Robert Olympia mengatakan, “Anak-anak dan remaja melihat superhero sebagai ‘orang baik’, dan mungkin dipengaruhi oleh peran mereka dalam perilaku pengambilan risiko dan tindakan kekerasan.” Dari fakta tersebut, para peneliti menyarankan agar anak-anak harus ditemani orangtua ketika menonton film superhero. Kemudian membahas tentang apa saja yang mereka lihat di film itu. Selain karena sarat kekerasan, tak sedikit film superhero yang memunculkan tokoh dengan tampilan seksi maupun adegan erotis yang sama sekali tidak layak ditonton anak-anak.
John Muller, peneliti utama dalam studi tersebut, menjelaskan bila anak-anak tetap didampingi saat melihat film ini bersama keluarga atau orangtua, dapat menjadi penangkal yang efektif terhadap persepsi kekerasan dalam film-film berbasis superhero.
“Dalam menonton media kekerasan secara pasif, ada pesan implisit bahwa orang tua menyetujui apa yang dilihat anak-anak mereka, dan studi sebelumnya menunjukkan peningkatan perilaku agresif yang sesuai,” kata Muller.
Dengan orangtua mengambil peran aktif dalam tontonan media anak-anak, dan bersedia melakukan mediasi, kata Muller, dapat membantu anak-anak mengembangkan pemikiran kritis dan nilai-nilai yang didapat oleh buah hati saat menonton film tersebut. Lebih lanjut lagi, Bunda dapat mendiskusikannya dengan sang ayah. Kalau dirasa lebih baik bila si kecil tak menonton dulu, maka berikan pengertian baik-baik padanya dan alihkan pada kegiatan lain yang tak kalah seru atau mungkin merekomendasikan tayangan yang memang diperuntukkan untuk seusianya.
