Parenting

Berikan anak-anak Tantangan, Maka Mereka akan Menjadi Pemimpin

Editor note: Artikel ini ditulis oleh Prof Rhenald Kasali  di kompas.com kemudian oleh sayangianak.com di publish ulang di website ini. Prof Rhenald Kasali  adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi role model social business di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian.  Terakhir, buku yang ditulis berjudul “Self Driving”: Merubah mental passengers menjadi drivers.
berianaktantanganPada abad ke-15, seorang pelaut tangguh mengangkat layar kapalnya menyeberangi lautan. Tujuannya adalah pusat rempah-rempah di timur.

“India.” Ia berseru pada semua awak kapalnya. “Kita telah mendarat di India.”

Anda mungkin sudah bisa mereka siapa yang saya maksud. Ya, dia adalah Christopher Colombus. Alih-alih mendarat di India seperti janjinya pada ratu Isabel yang membiayai misi perjalanannya (untuk memperkuat posisi Spanyol dalam perdagangan rempah-rempah yang terputus akibat Perang Salib), Colombus justru mendarat di  Amerika.

Ini tentu di luar harapannya. Saat menghadap ratu, ia pun dicemooh para penjelajah dunia lainnya yang sudah sampai di Tanjung Harapan. Ketika  itulah Columbus berfilsafat, “Kalau Anda tak pernah kesasar, maka kita tak akan pernah menemukan jalan baru.”

Tetapi bagaimana orang seperti Columbus bisa menjadi penjelajah dunia, menemukan dunia baru? Sama pertanyaannya, mengapa orang-orang Jepang, India, Yahudi, China dan Korea ada di seluruh dunia?

Bahkan sekarang, orang Malaysia dan Singapura mulai banyak buka usaha di sini? Ada apa dengan anak-anak kita yang masih senang berada dalam “ketiak” keluarga besarnya, menjadi PNS dan sebagainya?

Saya ingin katakan, sesungguhnya anak-anak Anda sama seperti saya. Kita semua sebenarnya rajawali, dan bukanlah burung dara yang sayapnya diikat (dikodi) serta tak pernah bisa terbang tinggi, diberi kandang yang sempit agar selalu dekat dengan tuannya.

Berikan anak-anak Tantangan, Maka Mereka akan Menjadi Pemimpin

Saya kira Columbus benar. Kita semua tahu tidaklah penting apa yang kita capai hari ini, atau saat ini.  Yang lebih penting sesungguhnya adalah apa yang bisa kita pelajari dari sebuah perjalanan itu sendiri. Apalagi perjalanan itu adalah sebuah proses, bukan penghentian akhir.   Anak-anak tak boleh berhenti belajar walau katanya “sudah tamat” sekolah.

Sebaliknya, Anda tahu hari ini, jutaan manusia Indonesia setiap hari sangat takut “menjelajahi” dunia baru yang sama sekali belum dikenalnya. Teman saya, seorang guru matematika misalnya, marah besar saat disuruh mengajar matematika dengan cara digabungkan dengan ilmu lainnya secara holistik. Dia biasa nyaman dalam silonya yang parsial dan merasa paling pandai. Dia juga gemar mengatakan orang lain salah.

Banyak orang menghindari sesuatu yang namanya kegagalan, kesasar, atau segala hal baru  yang bakal menyulitkan hidupnya. Bahkan, menghindari sesuatu kalau ada tantangannya karena takut terlihat kurang pandai karena orang lain bisa melakukannya sedang kita mungkin tidak. Kita maunya anak-anak kita menjadi juara kelas, lulus cepat dan dapat pekerjaan yang baik, dimudahkan jalannya.

Kita bahkan carikan mereka pekerjaan dari koneksi kita, yang mudah-mudah. Tak banyak orang yang mengerti bahwa keunggulan yang dicapai manusia sebenarnya tak pernah lepas dari seberapa hebat ia terlatih menghadapi aneka kesulitan dan tantangan kehidupan.

Tanpa kita sadari, sebenarnya kita terperangkap dalam kenyamanan. Persis seperti perjalanan pulang-pergi rumah-kantor yang selalu melewati jalan yang sama berulang-ulang, yang sesungguhnya mencerminkan kemalasan berpikir belaka. Kita takut kesasar, menjaga agar anak-anak tidak tersesat. Padahal jalan yang buntu itu bukan dead end, tetapi pertanda perlunya putar arah (reroute).

Ingatlah, masalah baru terus bermunculan dan pengambilan keputusan tak bisa dihafalkan. Habit kita telah kita wariskan pada bangsa melalui anak-anak kita.

“Self Driving”

Bepergian ke tempat baru, dengan informasi, uang, waktu dan pengetahuan terbatas sesungguhnya bisa mengubah nasib manusia. Dan keterbatasan itu belum tentu membuat kita tersudut tanpa kemampuan keluar (dari kesulitan) sama sekali. Dan anak-anak remaja kita, sesungguhnya memiliki kemampuan untuk men-drive diri masing-masing, yang membuat mereka mampu mencari dan menemukan “pintu keluar” dari kesulitan sehari-hari.

Namun tradisi kita ternyata jauh dari harapan itu. Kita lebih banyak membentuk mereka menjadi passengers ketimbang drivers. Persis seperti penumpang angkutan kota yang boleh mengantuk, bahkan tertidur, tak perlu tahu arah jalan, merawat kendaraan, berinisiatif pindah jalur. Semua sudah ada yang urus, tahu-tahu sudah sampai di tempat tujuan.

Anak-anak kita sesungguhnya adalah rajawali, bukan burung dara. Tetapi secara psikologis dan tradisi, kita telah mengikat (meng-‘kodi’) sayapnya, sehingga mereka tak bisa terbang tinggi. Mereka hanya menjadi  “burung dara” yang  hanya bisa melompat ke atap gedung, lalu turun lagi ke bawah tidak jauh-jauh dari rumah kita.

Kita “kodi” sayapnya dengan berbagai belenggu, apakah itu proteksi dan kenikmatan yang berlebihan, keputusan yang tidak pernah kita ijinkan untuk diambil mereka sendiri, hanya untuk memotong rambut atau membeli sepatu.

Banyak masalah mereka kita ambil alih cepat-cepat sebelum mereka bergulat mengatasinya sendiri dalam kecemasan, dalam ketakberdayaan.

Juga  dogma, ancaman, ketakberdayaan dari pengalaman kita, serta kehadiran kita yang harus ada kemanapun mereka pergi.

Cerita mereka bisa anda baca dalam buku aplikasi Self Driving (terbit dua minggu lalu) yang kemarin diluncurkan mahasiswa saya di UI.  Judulnya 30 Paspor di Kelas Sang Profesor. Isinya suka duka dan curhat mereka melepas kodi-kodi itu agar menjadi rajawali yang hebat dalam program one person-one nation, kesasar di manca-negara.

Buku itu jadi sebagai akibat provokasi yang saya lakukan pada mereka, dengan fakta bahwa para tenaga kerja wanita kita di luar negri ternyata lebih mampu menangani tantangan dan ketidakpastian di luar negri ketimbang para calon sarjana yang hanya duduk manis di bangku kuliah.

Saya katakan, era jagoan bicara telah berakhir, kini jagoan itu hanya akan dihormati kalau mereka punya karya, punya langkah. Dan TKW itu adalah manusia yang terhormat karena mereka punya langkah dan membawa berkah.

Jadi hari pertama kuliah, mereka harus urus paspor. Seminggu kemudian, membuat rencana perjalanan ke luar negri. Satu negara hanya boleh dikunjungi oleh satu orang. Dan itu harus cepat, karena 30 mahasiswa berebut negara tujuan dengan syarat tak boleh yang bahasa dan penduduknya mirip dengan kita. Kalau terlambat, biayanya makin besar, negeri yang dikunjungi makin jauh, makin rumit pengurusan visa dan mungkin saja makin tak menarik untuk dikunjungi. Misalnya  Bangladesh.

Ada dua situasi kebatinan yang akan mereka hadapi: terasing sekaligus tertantang. Dalam keterasingan, mereka hanya berbicara dengan diri sendiri, bukan bergantung pada orang lain. Di tengah kesibukan banyak berdialog dengan orang lain dan media sosial, dalam keterasingan, bagus bagi anak muda untuk membangun diri. Dialog diri ini akan menimbulkan self awareness (kesadaran diri) untuk membentuk karakter yang kuat.

Sebab, kuliah saja di bangku kelas tak menjamin manusia belajar menghadapi tantangan yang sebenarnya. Kini, semua persiapan harus diurus sendiri dalam waktu yang sangat singkat, dilarang memakai jasa calo atau travel, juga dilarang menerima bantuan keluarga.

Paspor, penginapan, rencana perjalanan, apa yang mau dilihat, biaya dan sebagainya. Laporannya pun bebas, diutamakan refleksi kehidupan, bukan soal produk atau pasar. Jadi perjalanan mereka tidak dimulai di pintu keberangkatan bandara, melainkan di hari pertama kuliah dengan saya.

Sambil belajar teori saya ajak mereka melihat sendiri dunia, dan hadapi sendiri segala masalah. Makin kesasar makin bagus. Lama-lama “kodian” itu lepas, sayap mereka membuka, tanpa disadari mereka mulai bisa terbang jauh.

Satu hal yang dapat dipastikan adalah; mereka akan mulai mengaktifkan otaknya. Dari situ secara tidak sadar mereka sudah memulai praktik manajemen yang sebenarnya. Selama ini buku-buku sudah pasti menjelaskan segala teknik mengatasi masalah dengan amat jelas.

Masalahnya, pernahkah mereka sendiri menggunakanya dalam kehidupan di dunia nyata?

Faktanya pula, kebanyakan sarjana kita belum banyak yang mampu bekerja dengan baik meski di bangku perkuliahan mereka terlihat sangat berprestasi. Inilah yang disebut sarjana kertas dengan kehebatan memindahkan isi buku ke dalam lembar kertas ujian.

Sebagai guru, saya merenungkan kehadiran saya dalam kehidupan mereka: apakah saya hanya menjadi pentransfer pengetahuan atau seorang pendidik?  Saya menyadari betul bahwa pendidik bukanlah sekedar penyampai teori. Kemampuan mewadahi keingintahuan, memperbaiki watak dan karakter, membentuk masa depan mereka adalah sama pentingnya dengan memperaktikan teori.

Masalahnya, maukah mereka berubah? Apakah perubahan ini diijinkan orangtua mereka yang “percaya” bahwa menjadi burung dara lebih baik daripada menjadi rajawali…

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Extra

Apa Sajakah Tantangan Mendidik Anak 1 – 3 Tahun itu?

Setiap fase pertumbuhan anak mengalami tantangan tersendiri mulai dari ketika si kecil lahir ke dunia hingga tumbuh dewasa, menikah, dan bisa mandiri sendiri. Bagaimana tantangan mendidik anak 1 – 3 tahun? Fase ini termasuk dalam golden age yang sangat penting untuk diperhatikan perkembangannya.

Beberapa Tantangan Mendidik Anak 1 – 3 Tahun itu

Menghadapi anak umur 1 – 3 tahun cenderung tidak mudah karena kita harus senantiasa mendampingi mereka sampai bisa mandiri dan melakukan beberapa hal sendiri. Tingkah anak-anak di usia ini seringkali sangat menguji kesabaran. Selain itu, masih banyak lagi tantangan lainnya, di antaranya:

Tantrum

Tantrum menjadi hal pertama yang bakal sering dialami oleh anak usia batita 1 – 3 tahun. Mereka biasanya sudah memiliki keinginan sendiri dan sudah bisa merasakan emosi meskipun terkadang masih sulit untuk dikontrol. Emosi yang keluar pun terkadang bisa berlebihan hingga tantrum.

Sehingga Anda jangan kaget jika tiba-tiba sang anak menangis meledak-ledak sampai berteriak dan guling-guling hanya karena apa yang diinginkan tidak terpenuhi. Namun, jangan menyerah saat anak tantrum. Sebagai ibu harus tegas dan berusaha mengalihkan perhatian sang anak lalu peluk dengan tulus.

Menyapih

Menyapih menjadi tantangan selanjutnya yang bakal dihadapi orang tua ketika anaknya berusia 1 – 3 tahun. Terlebih lagi bagi yang full ASI hingga 2 tahun sesuai anjuran karena sudah bisa dikatakan cukup umur. Banyak hal yang harus disiapkan dalam fase ini mulai dari mental dan kesiapan diri.

Menyapih tidak seharusnya menjadi beban bagi si kecil sehingga mereka harus diberi pengertian dengan baik. Bangun bonding dan ajak diskusi sang anak agar nantinya mereka lebih ikhlas saat melepas masa-masa menyusui. Fase ini tidak hanya berat bagi anak namun juga sang ibu.

GTM (Gerakan Tutup Mulut)

Gerakan Tutup Mulut atau yang biasa dikenal dengan istilah GTM kebanyakan dialami oleh anak usia batita sekitar 1 – 3 tahun. Hal ini dikarenakan pada fase ini anak-anak sedang ingin mengeksplor berbagai macam rasa, mulai memperhatikan tampilan makanan, dan ingin meniru orang lain.

Mereka ingin mencoba makan sendiri tanpa disuapi oleh orang tua. Terkadang mereka juga merasa bosan dengan rutinitas yang dilakukannya hingga akhirnya berujung GTM. Fase ini seringkali membuat sang ibu stress karena biasanya mereka rewel dan susah makan. Tentu berat jika anak sampai tidak makan.

Toilet Training

Pada fase ini anak sudah harus mulai diajarkan untuk menggunakan toilet sendiri bahkan sejak usia 1 tahun. Tidak ada salahnya untuk mengajarkan toilet training sedari dini meskipun sebenarnya hal seperti ini lebih maksimal jika diajarkan saat mereka sudah bisa berbicara dengan lebih jelas.

Tanda anak sudah siap diajari toilet training adalah ketika mereka sudah bisa memberikan kode kepada orang tuanya atau sedikit berbicara. Meskipun terkadang banyak kegagalan karena di awal-awal mereka pasti akan banyak poop atau pipis di luar toilet. Sehingga Anda harus banyak bersabar.

Anak Belajar Berjalan

Pada usia 1 tahun anak sudah mulai bisa berjalan sehingga mereka akan sangat aktif dan harus selalu dalam pengawasan agar tidak berjalan terlalu jauh. Mereka sedang senang-senangnya mengeksplor dunianya dengan cara yang berbeda sehingga Anda harus lebih waspada lagi.

Pada fase usia 1 – 3 tahun gerakan mereka biasanya lebih lincah sehingga terkadang cukup mengkhawatirkan terkait keselamatan si kecil. Anda harus mewaspadai tempat-tempat yang cukup membahayakan seperti laci, sudut meja, cipratan air lantai, hingga benda tajam dan berbahaya.

Sering Bertanya Hal yang Sama Berkali-kali

Anda akan dihadapkan pada si kecil yang mulai aktif bertanya banyak hal. Namun, seringkali mereka akan menanyakan hal yang sama berkali-kali meskipun pertanyaan tersebut sudah dijawab sebelumnya. Setelah melewati momen si kecil mengucap kata pertama kali, maka setelahnya lebih menantang.

Ketika mereka sudah mulai lancar berbicara, maka otak akan terus mendorong untuk mengungkapkan semua yang ada di pikiran sang anak. Rasa ingin tahu mereka biasanya sangat besar sehingga Anda harus banyak-banyak bersabar jika terkadang anak menanyakan hal sepele dan pertanyaan sama.

Anak Suka Menjatuhkan, Melempar, dan Merusak Barang

Ketika anak sudah bisa mulai berjalan dan berbicara, mereka sedang senang-senangnya mengeksplor banyak benda-benda baru. Terkadang mereka juga cenderung melakukan tindakan yang hanya ingin menarik perhatian orang tua atau orang lain di sekitarnya seperti menjatuhkan atau melempar barang.

Mereka biasanya melakukan hal tersebut secara sengaja demi bisa mendapatkan perhatian. Jika Anda terus merespon dengan marah, teriak, atau kecewa, malah justru mereka semakin penasaran dan akan melakukan lagi. Selain itu, mereka melakukan itu bisa jadi karena masih belum mampu mengontrol tenaga.

Cara Mendidik Anak 1 – 3 Tahun itu

Setiap orang tua tentu ingin agar anaknya tumbuh menjadi anak yang cerdas dan baik. Maka masa-masa saat mereka masih golden age adalah salah satu masa paling penting untuk untuk memperhatikan tumbuh kembangnya. 

Berikut ini cara mendidik anak usia 1 – 3 tahun, yaitu:

Beri Apresiasi dan Pujian

Usia 1 – 3 tahun merupakan fase di mana anak sedang aktif-aktifnya mengeksplor banyak hal sehingga mereka tak akan ragu untuk mencoba sesuatu hal yang baru. Saat mereka berhasil melakukan sesuatu atau mengikuti instruksi Anda dengan baik, maka beri mereka pujian atau apresiasi sebagai reward.

Anak yang mendapatkan apresiasi biasanya akan lebih termotivasi dan bersemangat untuk belajar dan melakukan hal-hal menarik lainnya. Namun, jangan terlalu berlebihan dalam memberi pujian karena khawatir anak akan tumbuh menjadi sombong dan terlalu berbangga akan dirinya sendiri.

Konsisten

Anak akan merasa lebih aman dan nyaman ketika pola asuh yang Anda terapkan dilakukan secara rutin dan konsisten. Mereka akan paham apa yang diingkan oleh orang tua sehingga bisa nurut dan lebih tenang saat diberi instruksi atau perintah. Dengan rutinitas yang konsisten mereka akan terbiasa.

Contoh didikan kepada si kecil seperti melarang anak untuk tidak menghabiskan makanannya. Lakukan berulang sehingga anak-anak akan terbiasa untuk selalu menghabiskan makanan setiap hari. Karena jika tidak konsisten maka mereka akan cenderung bingung. Anda juga harus memberi contoh dalam hal ini.

Mengenali Pemicu Emosi Sang Anak

Sebagai orang tua, Anda harus mengetahui kapan dan apa penyebab sang anak merasa marah dan kesal atau sesuatu. Jika ingin menegur atau menasehati, maka usahakan untuk tidak dilakukan pada saat-saat tersebut karena hal tersebut akan membuat anak-anak semakin merasa tidak nyaman.

Berikan waktu sebentar dan biarkan mereka lebih tenang sampai bisa menjelaskan alasan apa yang menyebabkan anak-anak menjadi marah. Setelah mereka sudah merasa tenang dan nyaman, barulah Anda bisa memberi nasehat, perintah, atau mengajarkan sesuatu kepada anak-anak.

Tumbuhkan Kebiasaan Untuk Mendengarkan

Anak yang baik perlu diajarkan dan dibiasakan untuk mendengarkan. Cara membangun kebiasaan untuk mendengarkan ini bisa dimulai dengan memberikan contoh bahwa orang tua juga selalu mendengarkan apapun yang dikatakan oleh anak-anaknya. Jangan menjadi egois dengan hanya ingin didengar.

Meskipun orang tua adalah sosok yang memberi perintah dan instruksi dalam mengajarkan sesuatu, Anda juga harus menjadi pendengar yang baik bagi sang anak. Karena bisa jadi ketika mereka lelah bermain, maka yang dibutuhkan hanyalah tempat yang nyaman untuk berbagi cerita.

Berikan Contoh yang Baik

Anak adalah peniru yang ulung dan mereka akan dengan mudah memperhatikan apa yang ada di sekitarnya dan mengikutinya. Maka dari itu sebagai orang tua Anda harus memberikan dan menunjukkan contoh yang baik kepada mereka agar apa yang diikuti adalah hal-hal yang baik saja.

Beri contoh bagaimana bertutur kata yang baik, sopan, dan lemah lembut di depan anak. Jika sedang merasa emosi dan ingin marah, maka sebisa mungkin jangan di depan anak dan lakukan di belakang mereka agar anak-anak tidak sampai melihatnya. Karena peran orang tua adalah sebagai teladan.

Buat Jadwal Kegiatan Untuk Anak

Melatih kedisiplinan sangat penting untuk dilakukan sejak dini sehingga anak-anak akan terlatih dan terbiasa ketika mereka dewasa kelak. Anda bisa mengajarkan anak disiplin dengan cara membuatkan jadwal kegiatan belajar sehingga mereka bisa belajar mengatur waktu dengan baik.

Saat membuat jadwal kegiatan untuk anak, ajak mereka diskusi sehingga si kecil tidak terlalu bergantung dan terkekang dengan apa yang menjadi keinginan orang tuanya. Dengan membuat jadwal, maka anak-anak akan lebih terarah dalam menjalani kegiatan sehari-hari dari pagi hingga malam.

Hindari Menggunakan Kekerasan

Child abush atau kekerasan pada anak sangat tidak disarankan karena hal ini hanya akan menyisakan luka yang akan terus berbekas hingga mereka dewasa kelak. Sebandel apapun mereka, maka jangan jadikan kekerasan dan kemarahan sebagai solusi untuk memberikan hukuman kepada anak.

Karena selain bisa meninggalkan bekas luka yang menyakiti hati, anak-anak juga bisa berpotensi mengikuti tindakan kekerasan tersebut ketika mereka dewasa. Karena bagaimanapun juga anak-anak adalah seorang peniru dan yang akan mereka tiru adalah orang terdekat termasuk orang tua.

Luangkan Waktu Untuk Mengobrol dan Berdiskusi

Anak-anak akan mudah mengingat apa yang diajarkan dan dibiasakan padanya ketika usia 1 – 3 tahun. Sehingga penting sekali untuk mendampingi mereka setiap hari demi bisa melihat tumbuh kembangnya. Luangkan waktu untuk mengajak mereka ngobrol dan berdiskusi tentang sesuatu.

Ajak mereka berdiskusi saat sedang bersantai dan biarkan mereka mengungkapkan perasaannya atau menceritakan kegiatan apa saja yang sudah dilakukan pada hari itu. Di saat mengobrol inilah Anda bisa mengajarkan sesuatu kepada mereka termasuk memberi nasehat atau instruksi.

Saat anak memasuki usia 1- 3 tahun, maka Anda harus lebih banyak mendengarkan dan mendampingi. Tetaplah bersabar ketika mereka bertingkah yang terkadang memicu emosi. Terlebih lagi ketika sudah capek dengan semua urusan pekerjaan di kantor maupun di rumah. Jangan lupa untuk cari waktu me time.

Tantangan mendidik anak 1 – 3 tahun memang tidak mudah dan terkadang sangat menguji kesabaran orang tua. Namun, masa-masa golden age ini adalah masa yang penting sehingga jangan sampai menyesal karena tidak bisa mengajarkan hal yang baik dan mendampingi sang anak dengan utuh. 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

Anak Bahagia Akan Tumbuh Jadi Kebanggaan Orangtua, Begini Cara Mendidiknya

Memberikan masa kecil yang bahagia sangat penting, agar anak nanti bisa tumbuh jadi orang sukses dan tidak gampang stres. Sebagai orangtua, kita bisa melakukan sejumlah cara untuk mendidik anak agar bisa jadi anak yang bahagia.

Meski pada kenyataannya masih ada anak tidak bahagia seperti suka marah-marah, tantrum dan yang lainnya. Ada kalanya orang tua sendiri tidak tahu bahwa si kecil bahagia atau tidak. Maka, untuk memastikan anak bahagia, inilah yang harus Ayah dan Bunda ketahui terlebih dahulu. 

Ketahui Apa Saja Tanda-tanda Anak Bahagia yang Bisa Bunda Amati dari Tumbuh Kembangnya

Kebahagiaan merupakan perasaan senang, puas, gembira diikuti emosi positif membuat hidupnya lebih nyaman, tenang dan damai. Masa kanak-kanak yang bahagia memudahkan si kecil mengatur hidupnya menjadi lebih baik. Tanda-tanda si kecil bahagia bisa dilihat pada poin berikut: 

1. Jauh dari Suasana Hati yang Marah-marah, Anak Selalu Terlihat Puas dengan Apa yang Dimilikinya 

Anak yang bahagia merasa puas dan cukup pada semua miliknya mulai dari baju, mainan, buku dan yang lainnya. Si kecil tidak meminta sesuatu secara berlebihan agar tidak membuat orang tua kewalahan. Dia juga tidak ingin barang yang dimiliki orang lain. 

Kondisi ini memang dimiliki anak, tetapi tidak semuanya. Apalagi jika melihat mainan temannya lebih canggih dan baru, anak akan meminta orang tua membelikannya. Tetapi, jika si kecil bahagia merasa cukup pada semua mainan yang diberikan orang tuanya tanpa meminta lebih. 

2. Bunda Bisa Tahu Ia Bahagia, Karena Si Kecil Jarang Sekali Tantrum

Anak memiliki perasaan bahagia ditandai jarang menampakkan sikap tantrum. Si kecil lebih aktif dan ceria menikmati semua aktivitasnya setiap hari. Bahkan jika temannya meminta sesuatu sambil guling-guling agar cepat dituruti, si kecil bahagia tidak mengikutinya. 

Perilaku tantrum biasanya muncul saat keinginan anak tidak dipenuhi orang tuanya. Menangis kencang, menendang pintu, melempar barang, berguling di lantai rumah maupun luar rumah. Hal ini cukup memalukan serta membuat pusing orang tua. 

3. Jadi Sosok yang Disenangi Orang Lain, Karena Anak Senang Berbagi 

Si kecil bahagia senang berbagi apa saja dengan teman-temannya. Mulai dari mainan hingga makanan dinikmati bersama. Anak juga tidak segan menawarkan makanannya untuk orang tua atau orang lain yang ditemui dengan ramah dan sopan. 

Sebaliknya si kecil tidak bahagia sulit sekali memberikan barang atau makanan miliknya kepada orang lain. Pola asuh orang tua dapat mempengaruhi tindakan ini. Karena itu, saling berbagi harus ditanamkan sejak dini pada si kecil. 

4. Tidak Membangkang dan Patuh Pada Perkataan Orangtua

Tanda si kecil bahagia tidak memiliki sifat membangkang. Semua perkataan orang tua dipatuhi dengan senang hati. Tentu saja, orang tua jangan memaksakan semua keinginan pada anak. Berikan kebebasan namun tetap ada batasannya. 

Anak tidak bahagia sering sekali membangkang bahkan membentak orang tua. Saat ayah atau ibu menasehati, si kecil akan marah. Jika ada salah, dengan cepat meminta maaf. Sifat membangkang juga dapat disebabkan oleh kesalahan pola asuh. 

Beberapa Pola Asuh yang Tepat untuk Membuat Anak Bahagia 

Banyak cara bisa diterapkan demi kebahagiaan si kecil. Orang tua bertanggung jawab untuk membuat si kecil merasa bahagia selama hari-harinya. Namun, pola asuh yang salah dapat mengakibatkan anak tidak bahagia. Karena itu, langkah berikut yang dapat dilakukan orang tua. 

1. Selain Berfungsi Membangun Kedekatan, Mengajak Si Kecil Bermain Juga Membuatnya Jadi Anak Bahagia

Bermain merupakan kegiatan yang sangat disukai si kecil. Semua permainan bisa diajak oleh orang tua atau membiarkan si kecil bermain dengan teman-temannya. Dapat dilakukan di rumah, halaman, taman atau tempat lain khusus untuk bermain. 

Bermain meningkatkan kemampuan sosial si kecil, melatih kerja sama tim dan kepercayaan dirinya. Tanpa bergaul dengan teman-teman, ke depannya anak tidak percaya diri bergabung di keramaian. Anak juga merasa bahagia bermain bersama dibandingkan sendirian.

2. Ia Butuh Bersosial dengan Anak Seusianya, Untuk Itu Izinkan Anak Bermain di Luar 

Selain itu di dalam rumah, orang tua sebaiknya memberi izin si kecil beraktivitas di luar rumah. Terutama di pagi hari agar tubuhnya tercukupi kebutuhan sinar matahari. Bermain di luar memberi kesempatan pada si kecil untuk memperoleh suasana baru. 

Selain itu lebih mudah mendapatkan teman. Suasana hati anak lebih meningkat, aktif dan bahagia. Karakter untuk bersikap empati, berbagi dan beradaptasi dengan suasana baru pun bisa dipelajari secara langsung oleh si kecil. 

3. Jangan Sampai Kebablasan, Batasi Anak Menggunakan Perangkat Elektronik

Perangkat elektronik mulai dari televisi, laptop, tablet hingga smartphone sebaiknya dibatasi penggunaannya pada anak agar mereka bahagia. Karena setiap hari berinteraksi dengan perangkat elektronik mengakibatkan anak sulit bersosialisasi. 

Akibat di lingkungan luar rumah menyebabkan si kecil sulit mendapat teman. Bermain sendiri tanpa teman mudah merasa bosan. Oleh karena itu, agar anak lebih bahagia jangan biarkan bermain menggunakan media elektronik hingga berjam-jam.

4. Sehat Jasmani Juga Bisa Membuat Anak Bahagia, Maka Ajak si Kecil Olahraga Bersama

Olahraga bersama lebih menyenangkan dan seru dibandingkan sendiri. Meskipun orang tua sibuk, sebaiknya luangkan waktu untuk olahraga bersama di akhir pekan. Melakukan peregangan, berenang, bersepeda dan jogging dapat meningkatkan kebahagiaan. 

Kegiatan ini juga bagus untuk kesehatan fisik dan mental anak. Ikatan keluarga semakin kuat dan meninggalkan kenangan bahagia. Boleh juga si kecil berolahraga bersama teman-teman untuk mempererat pertemanan. 

5. Ajarkan Anak Bersyukur Atas Segala Hal yang Ia Miliki Dalam Hidupnya

Sebagai orang tua memiliki peran penting dalam pendidikan karakter si kecil. Karena itu, ajarkan si kecil bersyukur setiap hari. Meskipun ada kalanya terjadi sesuatu hal yang membuatnya sedih seperti mati kucing kesayangan atau hilangnya mainan, tetap ajari anak bersyukur. 

Hilang satu nikmat masih ada ribuan nikmat lain, sehingga bukan perbuatan baik bagi orang tidak bersyukur. Orang tua harus memperlihatkan contoh bersyukur supaya si kecil mudah memahaminya. Tanpa contoh teladan, sulit menanam pendidikan karakter pada anak. Itulah hal yang dapat dilakukan orang tua untuk menghasilkan anak bahagia di rumah maupun di luar. Kebahagiaan berhubungan erat dengan emosi, maka peran orang tua melatih anak cerdas secara emosi. Ajak anak menikmati udara luar agar mudah bergaul dengan teman sebaya.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Parenting

Orangtua Selalu Ingin Mempunyai Anak yang Cerdas, Coba Cek 16 Ciri-ciri Anak Cerdas Ini

Banyak orangtua melakukan berbagai macam usaha demi membuat anaknya menjadi lebih cerdas. Mulai dari asupan untuk anak sangat yang diperhatikan hingga cara mendidiknya.

Karena pada dasarnya perkembangan intelektual atau kognitif adalah aspek perkembangan pikiran. Bagian ini berperan penting terhadap pembentukan mental, pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, bahasa, dan ingatan seorang anak. Perkembangan intelektual inilah yang kerap kali dihubungkan dengan kecerdasan anak.

Seorang anak baru bisa dikatakan cerdas ketika mereka telah memasuki usia sekolah. Meskipun demikian, ada beberapa ciri yang dapat anda ketahui apakah anak anda termasuk anak yang cerdas.

Seperti dikutip dari pendidikankarakter.com, Berikut ini adalah ciri-ciri anak cerdas yang wajib diketahui oleh setiap orangtua. 

1. Berbeda dengan Anak Lain, si Kecil yag Cerdas Akan Sangat Aktif

Anak aktif berbeda dengan anak hiperaktif. Jika dilihat dari aktivitasnya, sekilas memang terlihat hampir sama. Tetapi jika diperhatikan lebih dalam akan tampak perbedaannya. 

Anak aktif mempunyai fokus perhatian yang baik, lebih sabar, dan suka dengan kegiatan yang butuh banyak gerakan fisik, sedangkan anak hiperaktif biasanya tidak fokus, tidak bisa diam, tidak sabar, dan cenderung agresif.

Masalahnya, kini orangtua justru lebih senang apabila anaknya duduk diam dengan bermain gadget atau menonton televisi, daripada melakukan banyak kegiatan fisik. Padahal aktivitas dengan banyak kegiatan fisik sangat baik untuk merangsang kecerdasan anak.

2. Ia Memiliki Konsentrasi yang Intens Pada Setiap Aktivitas yang Dilakukannya

Anak-anak umumnya kesulitan untuk berkonsentrasi dan fokus pada suatu hal. Tetapi anak cerdas mampu berkonsentrasi dengan intens dalam waktu yang lama, dan menyelesaikan pekerjaannya tanpa banyak terpengaruh dengan kondisi di sekitar.

3. Memiliki Daya Ingat Kuat Tentang Segala Hal yang Ia Ketahui dan Lakukan

Anak yang cerdas biasanya memiliki ingatan yang kuat terhadap berbagai macam informasi yang pernah dilihat atau didengarnya. Dengan daya ingat yang baik ini nantinya anak akan lebih mudah memahami dan menangkap pelajaran di sekolah. Selain itu daya ingat juga bermanfaat untuk membangun rasa percaya diri dan kemandirian anak.

4. Memiliki Kemampuan Kosakata yang Tinggi

Kecerdasan anak juga ditandai dengan penguasaan kosakata yang tinggi. Mereka bisa menggunakan kosakata yang sulit dengan tepat, dan bisa mengucapkannya dalam kalimat yang lengkap. Penelitian juga menemukan bahwa anak-anak dengan kosakata lisan yang baik, akan cenderung lebih cerdas di sekolah.

5. Peduli Pada Hal-hal Kecil dan Memperhatikan Secara Detail

Kecerdasan anak juga dapat dilihat dari kebiasaannya memperhatikan sesuatu secara detail. Anak cerdas biasanya senang memperhatikan hal-hal detail yang sering dilewatkan oleh orang lain. Dan seringkali mereka selalu ingin tahu bagaimana cara kerja sesuatu secara spesifik.

6. Suka Berimajinasi tentang Hal-hal yang Anak Lain Pikirkan

Suka berimajinasi merupakan salah satu ciri anak cerdas. Biasanya anak suka berimajinasi dengan menirukan hal-hal yang ada di sekitarnya, misalnya dengan membayangkan awan berbentuk burung, atau membuat gambar dengan cerita yang dibuatnya sendiri.

7. Menunjukkan Ketertarikan dengan Banyak Hal

Anak cerdas umumnya menunjukkan ketertarikannya dengan banyak hal. Mereka tidak hanya tertarik pada permukaan saja, tetapi juga ingin mengeksplorasi minatnya hingga lebih dalam. Mereka akan mencari tahu dan bertanya tentang banyak hal yang diminatinya.

8. Memiliki Kemampuan Membaca Lebih Awal

Anak cerdas mempunyai rasa ingin tahu yang cukup tinggi terhadap segala sesuatu. Karena itu anda bisa memperkenalkan mereka dengan buku cerita bergambar yang sesuai dengan usianya, biasanya mereka akan penasaran dan ingin membaca sendiri buku tersebut. Secara alami, rasa penasaran itu akan mendorong anak untuk belajar membaca.

9. Mempunyai Kemampuan dan Bakat Seni

Anak dengan bakat seni seperti menggambar dan menyanyi juga termasuk dalam kategori anak cerdas. Ketika balita biasanya mereka mampu menggambar sesuatu dengan jelas atau menyanyi dengan nada yang tepat. Hal ini menunjukkan keseimbangan antara otak kiri dan kanan mereka.

10. Memiliki Kemampuan Berpikir Cepat dan Tepat

Anak memiliki kemampuan berpikir cepat dan tepat? Itu salah satu ciri anak cerdas, pintar, dan berbakat lainnya. Anak terlihat sangat mudah memahami sesuatu, bahkan meresponnya dengan tepat. Seiring bertambahnya usia si Kecil, ia akan menguasai suatu pelajaran dengan semakin cepat.

11. Berbeda dari Anak Seusianya yang Mungkin Sedikit Tak Acuh, Anak Cerdas Cenderung Sensitif

Bisa dikatakan kalau ada ciri yang kurang baik terdapat pada anak cerdas dan berbakat, yaitu cenderung sensitif baik secara fisik maupun emosional. Ia mungkin akan mudah menangisi sesuatu yang tidak anak lain tangisi. Selain itu ia juga akan sering mengeluhkan sesuatu yang mengganggu mereka.

12. Bukan yang Serius dan Tegang Anak Cerdas Justru Mempunyai Selera Humor

Si Kecil suka melucu alias membuat humor, Bun? Ini juga bisa menjadi ciri anak cerdas, lho. Anak yang cerdas dan pintar suka bergaul dengan orang dewasa yang sering bercanda, sehingga ia akan menirunya. Biasanya ia akan menuangkan humornya secara lisan saat sedang mengobrol dengan keluarganya. Namun ada juga yang lebih suka menuangkannya dalam bentuk tulisan.

13. Mudah Berbaur dengan Sekitar, Ia Juga Supel dan Mempunyai Karakter Kuat

Terakhir, ciri anak yang cerdas, pintar, dan berbakat adalah memiliki sifat supel dan gampang bergaul. Selain itu, ia juga mempunyai karakter yang kuat, sehingga membuat orang lain merasa tertarik dan nyaman saat bersosialisasi dengannya. Jadi, saat si Kecil mudah bergaul dengan siapa saja dan selalu membawa kebahagiaan terhadap orang-orang di sekelilingnya, berbanggalah, Bu. Bisa jadi ia akan tumbuh menjadi anak yang luar biasa.

14.Ia Sering Tampak Susah Tidur Karena Memikirkan Banyak Hal

Dikutip dari Huffington Post, “Anak yang memiliki kecerdasan alamiah, biasanya memiliki kesulitan untuk tidur.”. Ini dikarenakan otak si Kecil mengalami terlalu banyak stimulasi, sehingga sulit untuk beristirahat dan menyebabkan ia susah untuk tidur. Jadi, jangan buru-buru memarahi si Kecil saat ia masih terjaga di jam tidurnya ya, Bun. Mungkin saja ia sulit tidur karena memiliki banyak ide cemerlang di otaknya. 

15. Si Kecil Memiliki Kemampuan untuk Mengendalikan Diri yang Tinggi

Jika anak melatih pengendalian diri dengan berbicara pada diri sendiri dengan suara yang keras atau hanya dengan kemampuannya, itu adalah tanda kecerdasan yang biasanya sering diabaikan.

16. Berpikiran Terbuka atau open-minded pada Banyak Hal dan Pendapatan yang Tak Sejalan

Sebuah studi psikologi Universitas Yale tahun 2008 menunjukkan bahwa seseorang yang sangat cerdas cenderung tetap berpikiran terbuka terhadap sudut pandang orang lain, tidak merumuskan sudut pandang diri sendiri sampai mendengar banyak suara.

Kecerdasan ini juga berarti anak konsisten, karena penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang berpikiran terbuka lebih cenderung percaya diri tentang pendapatnya setelah pemikirannya terbentuk untuk menghindari dimanipulasi.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Most Share

To Top